Sejarah Halal Bihalal dan Maknanya, Tak Sekadar Momen Idul Fitri Biasa
Tak lengkap rasanya merayakan Idul Fitri tanpa halal bihalal. Namun pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana sejarah halal bihalal dan makna sesungguhnya?
Halal bihalal adalah salah satu tradisi khas Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. Keberadaannya tak bisa lepas ari momen serta euforia lebaran. Tak lengkap rasanya merayakan Idul Fitri tanpa halal bihalal. Namun pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana sejarah halal bihalal dan makna sesungguhnya?
Melansir laman NU Online, halal bihalal pertama kali dicetuskan oleh KH Wahab Chasbullah(1888-1971) pada 1946. Pada masa itu, Indonesia sedang mengalami masalah disintegrasi bangsa. Kondisi tersebut membuat Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah untuk meminta saran dan pendapat guna mengatasi situasi politik tersebut.
-
Apa tujuan utama dari tradisi Lebaran? Pada dasarnya, hakikat Lebaran adalah waktu terbaik untuk bersilaturahmi dan saling bermaaf-maafan.
-
Apa makna ketupat dalam tradisi Lebaran? Ketupat menjadi simbol perayaan hari raya Idul Fitri, di mana dengan ketupat sesama Muslim diharapkan mengakui kesalahan, saling memaafkan, dan melupakan kesalahan.
-
Di mana jalur mudik dan balik Lebaran 2023 terpadat? Jalan Tol Trans Jawa menjadi jalur mudik dan arus balik terpadat di Indonesia.
-
Apa tradisi unik Lebaran yang dilakukan di Lombok, NTB? Di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) ada tradisi sambut lebaran yang unik bernama Perang Topat atau perang ketupat.
-
Kapan puncak arus balik Lebaran 2023? PT Jasa Marga (Persero) Tbk mencatat sebanyak 1.589.499 kendaraan kembali ke wilayah Jabotabek pada 24-29 April 2023 yang dipantau dari 4 Gerbang Tol (GT) Utama.
-
Apa yang menjadi simbol kebahagiaan dan kebersamaan saat Lebaran? Baju baru untuk Lebaran memang sudah menjadi tradisi yang sangat populer di Indonesia. Bahkan menjadi simbol kebahagian dan kebersamaan setiap orang.
Dari KH Wahab Chasbullah inilah lahir ide tantang halal bihalal. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk membumikan dan menumbuhkan konsep ajaran Ahlussunah wal Jamaah. Rupanya, acara halal bihalal berhasil menyatukan para tokoh dan elit politik. Istilah dan praktik halal bihalal pun lestari hingga di era modern saat ini.
Sejarah Halal Bihalal
Populer sebagai kegiatan yang dicetuskan oleh KH Wahab Chasbullah pada tahun 1946, halal bihalal rupanya memiliki sejarah yang jauh lebih panjang dari saat ini. Ya, halal bihalal sudah ada jauh sebelum tahun 1946, ditengok dari sumber yang lebih luas, yang merekam adat istiadat Lebaran di Jawa.
Menurut pekamus Poerwadarminta, “Lebaran” berakar kata “lebar” artinya “selesai”, usai merampungkan berpuasa sebulan penuh. Dalam budaya Jawa, Lebaran dipahami juga dengan istilah riyaya atau riyadi. Merujuk kamus Bausastra Jawa (1939), riyaya mengandung arti bêbarêngan mangan enak (bersama makan enak). Sedangkan riyadi memiliki maksud mangan enak sarta slametan ing mangsa lebaran (bersantap nikmat dan perayaan di hari Lebaran Idul Fitri).
Mengutip Heri Priyatmoko dalam tulisannya berjudul Halalbihalal, Kearifan Sejarah dari Solo, halal bihalal sudah tersurat dalam majalah Persatuan tahun 1937. Sewindu sebelum teks proklamasi dibacakan Bung Karno dan dimitoskan sebagai pencetus terminologi Halal Bihalal.
Media cetak tersebut diterbitkan oleh organisasi priayi di Surakarta bernama Narpawandawa. Pihak redaksi menurunkan sepucuk artikel yang menjelaskan aspek utama dari perayaan Lebaran ialah “silaturahmi” dan “alal bihalal” (tak pakai huruf h, sesuai lidah Jawa).
Sementara itu mengutip dari NU Online, Pegiat Komunitas Pegon, Ayung Notonegoro mengungkap bahwa istilah halal bihalal juga terdapat dalam manuskrip Babad Cirebon. Dalam Babad Cirebon CS 114/ PNRI halaman 73, terdapat keterangan yang ditulis dengan huruf Arab pegon berbunyi, "Wong Japara sami hormat sadaya umek Desa Japara kasuled polah ing masjid kaum sami ajawa tangan sami anglampah HALAL BAHALAL sami rawuh amarek dateng Pangeran Karang Kamuning”.
Ketua Umum Jayanusa, Idham Cholid, juga menjelaskan bahwa tradisi halal bihalal sebenarnya sudah berkembang sangat lama, jauh sebelum negara Republik Indonesia berdiri. Dala beberapa referensi menyebut, sebagaimana dijelaskan Antropolog UIN Sunan Kalijaga Mohammad Soehadha, tradisi halal bihalal ini berakar dari “pisowanan” yang sudah ada di Praja Mangkunegaran Surakarta pada abad ke-18 atau tahun 1700-an.
Makna Halal Bihalal
Makna dari halal bihalal dapat ditelah dari 3 aspek, yakni aspek Al-Quran, bahasa, hingga hukum. Selengkapnya mengenai makna halal bihalal dijelaskan seperti berikut ini, mengutip Liputan 6:
- Makna Halal Bihalal Menurut Tinjauan Al-Qur'an
Makna halal bihalal pertama-tama dapat dipahami dari tinjauan Al-Quran. Dalam hal ini, halal yang thayyib merupakan berbagai hal yang baik lagi menyenangkan. Dengan kata lain, Al-Quran memerintahkan umat muslim untuk melakukan berbagai aktivitas yang memberikan makna kebaikan dan menyenangkan bagi semua pihak.
Hal inilah yang lantas menjadi dasar mengapa Al-Quran tak hanya menuntut umat muslim untuk saling memaafkan, tetapi juga berbuat baik terhadap sesamanya. Sebab, sikap saling memaafkan dan mengasihi antar manusia tentu lebih dapat memberikan manfaat kebaikan di dunia.
- Makna Halal Bihalal Menurut Aspek Bahasa
Sementara itu, makna halal bihalal dari segi bahasa dibedah kata per kata. Halal dari segi bahasa diambil dari kata halla atau halala. Kata halla maupun halala mempunyai berbagai makna sesuai dengan konteks atau rangkaian kalimatnya. Namun secara umum, kedua kata tersebut juga memiliki arti menyelesaikan masalah atau kesulitan, meluruskan benang kusut, mencairkan yang membeku, dan membebaskan ikatan yang membelenggu.
Dari beberapa arti tersebut, dapat dipahami bahwa halal bihalal merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk menyambung kembali apa yang sebelumnya terputus. Inilah mengapa dengan melaksanakan halal bihalal, masyarakat dapat menyambung tali silaturahim untuk saling memaafkan dan terbebas dari kesalahan serta dosa-dosa masa lalunya.
- Makna Halal Bihalal Menurut Aspek Hukum
Makna halal bihalal selanjutnya dapay ditinjau dari aspek hukum. Secara umum, kata halal digunakan sebagai lawan dari kata haram. Sehingga bisa dipahami halal bihalal merupakan kegiatan yang dilakukan agar terbebas dari dosa dan kesalahan.
Dari segi hukum, halal bihalal dipahami sebagai salah satu usaha untuk mengubah sikap yang sebelumnya haram atau penuh dosa menjadi halal dan tidak lagi berdosa.
Tak hanya itu, menurut pakar istilah, halal bihalal juga mencakup konteks makruh. Di mana pada sesuatu yang makruh ada perbuatan yang tidak dianjurkan oleh agama. Sehingga dengan meninggalkan perbuatan tersebut maka akan mendapat pahala dan ganjaran kebaikan.