Calon haji Indonesia mudah tertipu
"Saya percaya saja, kan yang janji kiai. Eeee, ternyata saya ditipu," kata ayah Ayu Ting Ting.
"Saya percaya saja, kan yang janji kiai. Eeee, ternyata saya ditipu," kata Abdul Rozak di rumahnya. Ayah penyanyi dangdut Ayu Ting Ting, ini mengaku langsung percaya ketika dijanjikan berangkat haji cepat lewat jalur non kuota. Tanpa pikir panjang, apa akibat pilihannya itu, dia langsung mendaftar. Belakangan dia baru paham setelah janji sang kiai tidak terbukti. Rozak gagal berangkat ke Mekkah menunaikan ibadah Haji.
Menurut Abdul Ghofur, Dosen Pengajar Haji di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, haji non kuota dengan memanfaatkan agen tak resmi rawan penipuan. Apalagi bicara jaminan keamanan dan pelayanan di Mekkah."Siapa yang bisa menjamin. Kalau ikut pemerintah tentu berbeda karena resmi. Pemerintah bertanggung jawab terhadap mereka," kata dia kepada merdeka.com, Kamis malam, (25/10).
Persoalannya, banyak masyarakat belum paham tentang haji non kuota, terutama di daerah-daerah. Mereka berpikir berangkat haji tidak perlu mengantre. Ketika mereka didatangi agen travel tak resmi dengan janji bisa memberangkatkan secara cepat, masyarakat tertarik. Apalagi disuguhkan testimoni-testimoni, sambil memanfaatkan ustad atau kiai. Ustad dan kiai itu dijadikan pendamping bila mampu menggaet calon haji dengan jumlah tertentu.
"Setelah melihat testimoni, lalu ditambah jaminan dari ustad atau kiai, masyarakat awam tentu tertarik. Daripada mengantre, mereka pasti memilih jalur cepat, dengan selisih biaya tidak besar," ujar Ghofur.
Masalah lain, saban tahun pemerintah Arab Saudi rutin mengirim undangan haji bagi orang Indonesia yang bekerja kepada kerajaan Arab Saudi atau di kantor kedutaan. Undangan merupakan hak prerogratif Pemerintah Arab. Agen-agen tidak resmi itu memburu undangan visa haji tersebut.
Seharusnya, bila para agen murni berniat membantu, mestinya biaya mengurus visa haji jalur non kuota pembayaranya belakangan, setelah semua selesai. Tetapi hampir semua kasus tidak. Biaya harus dibayarkan dimuka. Padahal mereka belum tentu mendapat visa. Celakanya masyarakat umum banyak tidak tahu informasi semacam itu.
Ghofur melanjutkan, masyarakat masih berpikir haji non kuota tidak mengandung risiko besar. Padahal kalau dicermati, risiko penipuan memang ada. "Jadi kalau ditanya kenapa masih terjadi penipuan, ya karena masyarakatnya sendiri kurang paham," terangnya.
Syamsul Maarif, seorang pendamping salah satu agen travel pemberangkatan haji tak resmi di Jakarta memilih menyalahkan pemerintah. Menurut dia, panjangnya antrean calon jamaah masih menjadi penyebab kenapa banyak masyarakat memilih jalur haji non kuota. Di sisi lain, jatah undangan haji dari pemerintah Arab selalu ada saban tahun.
"Kenapa pemerintah tidak meminta secara resmi seluruh undangan itu, lalu dimasukkan menjadi jatah calon haji Indonesia, sehingga tidak ada lagi jatah undangan non kuota," terang dia. Namun pernyataan Syamsul dibantah Abdul Ghofur, Dosen yang juga Bekas Sekretaris Direktur Jenderal Haji Kementerian Agama."Undangan itu hak prerogratif raja Arab, pemerintah tidak bisa intervensi."
Lalu, kapan polemik kasus penipuan berhenti?
Laporan: Mohammad Taufik/Islahudin