Demokrasi internal, caleg artis dan caleg setan kober
Kalau caleg artis prinsipnya ngebut suara, caleg setan kober menggembosi lawan.
Mahkamah Konstitusi (MK) Negara Bagian (setara provinsi) Hamburg melaknat pemilu DPRD Juni 1991 yang tidak demokratis.
Pasalnya, dalam seleksi bakal calon legislator (bacaleg) DPRD, pengurus Partai Uni Kristen (CDU) provinsi Hamburg telah memperdaya seorang bacaleg non-favorit agar tidak terjun ke arena pemilihan di kongres partai. Sang bacaleg lalu mengadu ke MK provinsi Hamburg dan gugatannya dimenangkan.
Alasan MK provinsi Hamburg: karena seleksi internal CDU tak demokratis, melanggar dan melonggarkan AD/ART, UU Pemilu dan Grundgesetz (UUD Jerman), maka pemilunya pun tak demokratis. Jadinya, pemilu DPRD diulang September 1993.
Mirip Jerman, seleksi bacaleg secara demokratis dan terbuka sesuai AD/ART juga dikenal UU No 8/2012 Tentang Pemilu Legislatif atau Peraturan KPU No 7/2013 dan 13/2013 Tentang Pencalonan Anggota Legislatif.
Bedanya, partai-partai peserta pemilu di Jerman berkewajiban menyetor berita acara rapat kepada penyelenggara pemilu legislatif sebagai bukti kedemokratisannya seleksi bacaleg, komplit dengan jumlah hadirin, tanda tangannya, juga perolehan suara para bacaleg.
Sementara itu, KPU agaknya cuma melihat daftar calon, apakah diteken ketum dan sekjen atau tidak. Bila ada paraf, dianggap sudah sesuai AD/ART. Tidak kedengaran, ada pelacakan bagaimana daftar calon disusun. Selama ini, tak ada orang partai yang komplain.
Naga-naganya ciut nyali sama KPU yang diangkat 12/04/2012, Kamis Legi, hari bagus, berwuku Maktal, dinaungi Bethara Sakri, sangar menakutkan. Pun pula, KPU itu Naga Aries, yang hanya dengan menutup mata, segenap persoalan jadi beres.
Guna memperkuat demokrasi internal, di banyak presidensialisme Amerika Latin, seperti seleksi bacaleg Argentina diselenggarakan secara terbuka. Umpamanya, menjelang pemilunya separuh anggota Camara de diputados (DPR) Oktober nanti, akan diselenggarakan Elecciones Primarias awal Agustus ini. Pencoblosnya, segenap masyarakat pemilu. Bahkan lembaga negara urusan pemilu, contohnya macam Organo Electoral Plurinacional Bolivia, berkewajiban turun, melakukan pemantauan dan pengawasan.
Partai-partai di Amerika Latin itu mengidap laknat masa lampau: otoritarianisme. Pusat kekuasaan secara organisatoris dan personal, umumnya mangkal di ibukota. Oleh sebab itu, PAN (Partido Accion Nacional) Meksiko misalnya, mencoba mendesentralisasi kekuasaannya ke daerah. Dalam hal seleksi bacaleg Camara de Diputados (DPR), PAN main kombinasi. Buat 300 wakil sistem mayoritas dalam sistem pemilu campurannya, seleksi 141 bacaleg jadi porsinya basis partai, pusat kebagian 143 bacaleg dan 16 sisanya sesajen bagi masyarakat.
Ihtiar demokrasi internal lewat desentralisasi kekuasaan atau pemilihan bacaleg di Jerman dan di Amerika Latin itu didukung pula oleh ketidakserentakan penyelenggaraan pemilu legislatif nasional dan daerah.
Pada akhirnya, soal rekrutmen caleg tergantung pada tujuan partai dan UU kepemiluan itu sendiri.
Kalau niatnya memang cuma demi gengsi, keuntungan dan kekuasaan, ya cocoklah hanya jadi partai elektoral, partai kartel atau catch all-party alias partai penerkam segala jenis hombrengsapiens, termasuk hoki, modal, saweran dan kadang kala sapi. Karenanya, demokrasi internal patut diacuhin. Demi elektabilitas, benarlah mengandalkan artis dan mengandalkan artos (angpau).
Hanya, pinisepuh IndoBarometer berwejang, tak ada jaminan artis bisa jadi pendulang suara. Di pemilu 2009, PAN yang berlaskar artis terkuat, perolehan suaranya malah tersihir makin turun.
Mungkin sebaiknya merekrut caleg gaib setan kober. Kalau caleg artis prinsipnya ngebut suara, caleg setan kober menggembosi lawan. Caranya: logo partai saingan diberi rajah dan mantra setan kober, dirituali di tempat angkernya DPR. Seusai lelaku itu, pikiran partai rival akan terbalik. Kalau semula rakus suara, jadi persetanin elektalibitas. Keuntungan setan kober: kita yang minta, kita pula yang meludeskan sesajennya. Kerugian artis: kita yang minta, bisa-bisa nuntut didhulangi (disuapi) sesajen.