Jokowi dan Palestina
Jokowi kiranya bisa menunjuk utusan khusus Presiden RI untuk masalah Palestina.
Permintaan kepada PBB agar berperan lebih konkrit dalam isu kemerdekaan Palestina yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Sekjen PBB, Ban Ki-Moon di sela-sela KTT ASEAN di Myanmar (13/11) bisa dipandang sebagai konsistensi dan keteguhan sikap Indonesia atas masalah tersebut sekaligus konsistensi Jokowi atas janji yang disampaikan dalam debat capresnya.
Momentumnya juga pas. Jerusalem saat ini lagi memanas dengan adanya insiden tabrak maut, dimasukinya Masjid Al Aqsa oleh pasukan keamanan Israel, pembakaran masjid dan perintah penghancuran properti warga Palestina oleh PM Netanyahu.
Israel juga dikabarkan menolak permintaan UNHRC (Dewan HAM PBB) untuk memberikan izin bagi timnya melakukan investigasi kejahatan perang di Jalur Gaza pada Juli-Agustus lalu (12/11). Israel secara formal dan tegas telah menyampaikan penolakan tidak akan bekerjasama dengan komisi penyelidikan itu.
Dalam debat capres, Jokowi berjanji akan komitmen mendukung penuh Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat dan mendukung Palestina untuk menjadi anggota penuh PBB. Wacana awal bentuk dukungan itu adalah berupa pembukaan KBRI di Ramallah. Selanjutnya wacana berkembang dengan rencana penunjukan seorang Konsul Kehormatan mengingat komplikasi politik akibat tiadanya hubungan diplomatik dengan Israel.
Persoalannya kemudian, seberapa efektifkah peran Konsul Kehormatan kita di sana dalam membantu mewujudkan kemerdekaan penuh dan kedaulatan Palestina? Apakah ia lebih bermakna simbolis ketimbang substantif?
Pasal 3 dan 4 Peraturan Menlu RI No.1 Tahun 2014 tentang Konsul Kehormatan RI menyebutkan bahwa Konsul Kehormatan RI membantu pelaksanaan sebagian tugas dan fungsi Perwakilan RI yang membawakannya dan menyelenggarakan fungsi : pelayanan perlindungan WNI, peningkatan hubungan kerjasama ekonomi dan budaya, promosi ekonomi, perdagangan, investasi, tenaga kerja dan sosial budaya, serta pengamatan dan pelaporan.
Dengan tugas dan fungsi seperti itu nampaknya Konsul Kehormatan perlu diberi misi khusus yang lebih relevan dengan tekad dan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam mewujudkan Palestina sebagai negara yang berdaulat dan bermartabat.
Apalagi yang bisa dilakukan? Mengingat janji Presiden telah diucapkan sejak debat Capres, akan sangat wajar jika publik menanti penterjemahan janji itu dalam tindak lanjut konkrit. Beberapa hal bisa dipertimbangkan. Antara lain Jokowi kiranya bisa menunjuk utusan khusus Presiden RI untuk masalah Palestina.
Di era pemerintahan sebelumnya, Presiden SBY pernah menugaskan Wakil Tetap RI di PBB untuk menggalang dukungan untuk Palestina. Hal ini bisa dilakukan kembali dengan penunjukan utusan khusus setingkat Duta Besar yang menjalankan misi dan target khusus Presiden untuk menggalang dukungan di fora internasional seperti PBB, OKI, ASEAN, G-20 dan lainnya serta kepada negara-negara sahabat.
Sampai saat ini isu Palestina di Kemlu ditangani oleh oleh unit Eselon III (Sub Direktorat) yang juga menangani berbagai isu politik dan keamanan dari beberapa negara Timur Tengah yang menjadi cakupan tugas Direktorat Timur Tengah. Apakah ini cukup? Akan lebih baik jika di Kemlu ada desk khusus untuk Palestina yang bisa fokus memberikan analisa dan rekomendasi kebijakan yang tajam dan komprehensif sekaligus mendukung tugas Utusan Khusus.
Kontribusi Indonesia dalam fora internasional yang non-konvensional dalam mendukung Palestina yang pernah dilakukan harus terus dilanjutkan seperti dalam forum CEAPAD (Conference on Cooperation Among East Asian Countries for Palestinian Development) dan NAASP (New Asian-African Strategic Partnership) guna mempersiapkan infrastruktur Palestina menjadi negara berdaulat penuh.
Indonesia juga perlu memanfaatkan momentum baru dengan makin banyaknya negara (pemerintah atau parlemen) yang mengakui Palestina sebagai negara berdaulat seperti Swedia, Perancis dan Inggris dan meng-engage nya lebih jauh untuk membantu perwujudan cita-cita Palestina. Sampai saat ini tercatat 135 negara anggota PBB telah mengakui Palestina. Jumlah itu merepresentasikan 69,9 % dari 193 negara anggota.
Banyak jalan menuju Roma, banyak cara untuk membantu Palestina. Yang terpenting bahwa janji Indonesia kepada Palestina bukan hanya karena ia janji seorang Presiden, atau karena alasan lain yang barangkali bersifat primordial, tapi ia adalah amanat konstitusi kita.