Jokowi mengakhiri perjudian Megawati?
Penetapan Jokowi sebagai calon presiden akan menggandakan kursi DPR dari PDIP. Tapi Megawati masih ragu-ragu.
Pekan ini PDIP akan menggelar rapat kerja nasional, atau rakernas, yang akan dihadiri seluruh jajaran DPC, DPD, DPP dan anggota DPR. Agenda pokok adalah persiapan menghadapi pemilu legislatif. Rakernas kali ini adalah forum partai paling strategis karena inilah rakernas terakhir sebelum Pemilu 2014.
Tujuan setiap partai politik ikut pemilu adalah meraih kursi DPR dan DPRD sebanyak-banyaknya. Penguasan kursi parlemen yang mencukupi, tak hanya merupakan bentuk kepercayaan rakyat kepada partai politik, tetapi juga akan memudahkan partai politik dalam mewujudkan visi dan misinya dalam mengelola pemerintahan.
Bagi PDIP, Pemilu 2014 adalah momentum untuk menambah perolehan kursi DPR, setelah terpuruk dalam dua pemilu terakhir. Pada Pemilu 2004, PDIP meraih 109 kursi (18,5%), dan pada Pemilu 2009 hanya mendapatkan 95 kursi (16,9%). Ini turun drastis dari Pemilu 1999, saat mana PDIP meraih 153 kursi (33,8%).
Momentum itu didapat setelah rakyat merasa bosan dengan Partai Demokrat dan kepemimpinan SBY selama 10 tahun. Dalam masa panjang pemerintahan dan situasi politik stabil, Demokrat dan SBY gagal menunjukkan prestasi luar biasa. Semakin mendekati akhir masa jabatan, Demokrat dan SBY semakin dibelit banyak masalah.
Yang paling menentukan tentu saja adalah faktor Joko Widodo, gubernur DKI Jakarta, figur paling populer di Indonesia saat ini. Popularitasnya melampaui figur-figur lain yang telah mengampanyekan diri sejak beberapa tahun lalu. Elektabilitas Jokowi sebagai calon presiden pun melebihi tokoh lain, termasuk Prabowo dan Megawati.
Kehadiran Jokowi itulah yang berpengaruh terhadap PDIP. Menurut survei Kompas terakhir, pada Desember 2012 elektabilitas PDIP 13,3 persen, dan enam bulan kemudian menjadi 23,6 persen. Tidak bisa dipungkiri, peningkatan elektabilitas PDIP dikerek oleh Jokowi, karena dalam kurun yang sama elektabilitas Jokowi naik dari 17,7 persen menjadi 32,5 persen.
Oleh karena itu, banyak ilmuwan politik dan ahli perilaku pemilih, menyimpulkan, jika PDIP mengusung Jokowi sebagai calon presiden dalam Pilpres 2014, maka hal itu akan berpengaruh positif terhadap perolehan suara PDIP dalam Pemilu 2014. Dengan satu syarat, pengumuman Jokowi sebagai calon presiden PDIP harus dilakukan sebelum pemilu legislatif. Tentu saja lebih cepat lebih baik, sehingga rekernas PDIP pekan ini dianggap waktu yang paling tepat.
Masalahnya, penetapan Jokowi sebagai calon presiden PDIP tidak tergantung kepada peserta rakernas, melainkan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Dengan demikian, pertanyaannya, apakah Megawati akan mempersilakan rakernas menetapkan Jokowi sebagai calon presiden PDIP?
Ini bukan hal mudah untuk dijawab, meskipun dalam berbagai kesempatan, Megawati menunjukkan kepercayaan dan kedekatannya dengan Jokowi. Kepada orang-orang dekatnya, Megawati juga berujar, apa dirinya masih pantas menjadi presiden mengingat usia sudah tidak muda lagi. Megawati juga menyadari, bahwa elektabilitasnya kalah dengan Jokowi, bahkan dia juga paham ketika namanya disandingkan dengan Jokowi sebagai calon presiden dan wakil presiden, peluang terpilihnya bisa kalah dengan pasangan calon lain.
Tetapi, semua itu belum menjadi petunjuk, bahwa Megawati akan mempersilakan rakernas untuk menetapkan Jokowi sebagai calon presiden PDIP. Pertama, sebagai politisi yang pernah menikmati kursi presiden dua setengah tahun, tentu Megawati ingin merasakan kekuasaan itu lebih lama.
Kedua, banyak pihak di internal PDIP yang terus mendorong Megawati maju sebagai calon presiden. Mereka getol mendorong Megawati, karena khawatir terlindas perubahan yang dibawa Jokowi jika kelak jadi presiden. Ketiga, banyak kolega dari partai lain yang juga mendorong Megawawati untuk menjadi calon presiden. Itu mereka lakukan, karena mereka yakin bisa mengalahkan Megawati, daripada harus bertarung melawan Jokowi.
Sesungguhnya dalam rakernas nanti, Megawati punya dua pilihan sederhana: terus berjudi menjadi calon presiden dengan atau tanpa berpasangan dengan Jokowi, atau mempersilakan Jokowi jadi calon presiden PDIP dengan bonus meraih kursi DPR/DPRD lebih banyak dari pemilu-pemilu sebelumnya.
Apabila PDIP bisa meraih kursi menyamai perolehan Pemilu 1999, hal ini tidak hanya memudahkan PDIP untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presidennya sendiri, tetapi juga mempunyai posisi tawar kuat dalam membentuk koalisi pemerintahan. Posisi kuat itu diperlukan untuk menjaga agar koalisi tetap solid demi efektivitas kerja pemerintahan. Inilah yang bisa menjamin PDIP bisa merealisasikan cita-cita kerakyatannya.