Legit Bisnis Swab Antigen
Bisnis swab antigen tumbuh pesat bersama permasalahan Covid-19 yang makin kompleks. Swab antigen seperti primadona.
Seorang perawat rumah sakit mengunggah pesan di status aplikasi percakapan WhatsApp. Dia menawarkan jasa kunjungan perawatan pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di rumah. Termasuk jasa swab antigen. Biayanya Rp175.000 per orang.
Sebut saja nama perawat itu Anggi. Dia menjemput bola. Datang ke rumah warga yang membutuhkan swab antigen. Cara ini dikenal dengan istilah homevisit. Pesanan swab antigen di rumah diterima jika syarat jumlah dipenuhi. Minimal lima orang. Ada biaya tambahan untuk ongkos. Harga yang ditawarkan sudah termasuk alat antigen dan APD (Alat Pelindung Diri) tenaga swab atau biasa disebut swaber.
-
Dimana para ilmuwan mengambil inti es yang berisi virus purba? Pada 2015 tim peneliti internasional menjelajah ke Gletser Guliya yang terpencil di Dataran Tinggi Tibet di Himalaya untuk mengumpulkan inti es sepanjang ratusan meter.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Apa yang membuat kelelawar rentan terhadap penyebaran virus? Salah satu faktor utama yang membuat kelelawar menjadi vektor utama penyakit adalah keanekaragaman spesiesnya. Saat ini, diperkirakan ada sekitar 1.000 spesies kelelawar yang tersebar di seluruh dunia, menjadikannya salah satu ordo mamalia yang paling beragam. Keanekaragaman ini menciptakan peluang yang lebih besar bagi virus untuk bermutasi dan menginfeksi berbagai spesies kelelawar, sehingga meningkatkan kemungkinan penyebaran ke manusia.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi? Mereka dinyatakan positif Covid-19 pada 1 Maret 2020, setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
-
Siapa yang dilibatkan dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam disertasi Kombes Pol Dr. Yade Setiawan Ujung? Analisis ini menawarkan wawasan berharga tentang pentingnya kerjasama antar-sektor dan koordinasi yang efektif antara lembaga pemerintah dan non-pemerintah dalam menghadapi krisis kesehatan.
"Tolong sediakan ruangan untuk ganti APD," kata Anggi di ujung telepon.
Hari-hari terakhir, permintaan swab antigen di rumah cukup diminati. Layanan ini merespons kekhawatiran tingginya penularan Covid-19. Anggi harus mengatur jadwal melakukan swab antigen dari rumah ke rumah. Dia memberikan jaminan. Alat swab yang digunakan dipasok dari klinik. Hasilnya bisa dipertanggungjawabkan dokter.
Layanan jemput bola bermula dari tawaran seorang dokter. Anggi menyanggupi. Dia tak sendiri. Mengajak rekannya sesama perawat. "Ini pekerjaan sampingan. Rata-rata yang mau homevisit karena takut. Soalnya kasus makin melonjak. Ini di luar dugaan," ucapnya.
Bukan hanya layanan swab antigen homevisit yang kini banyak dibutuhkan. Tes swab antigen di klinik pun ramai didatangi. Seperti di kawasan Warung Buncit, Jakarta Selatan. Kendaraan bermotor bergantian keluar dan masuk area parkir depan klinik.
Dua baliho berukuran besar digantung di dinding gedung. Warna terang mencolok. Pesannya menyita perhatian. Berwarna putih dengan huruf kapital. ‘Swab Antigen 82 ribu, PCR 695 ribu’. Sementara baliho lain dengan warna dasar biru seolah ingin memberi jaminan pada warga. Pesannya ‘dijamin asli kemenkes (bukan daur ulang)’. Pelanggan menunggu mendapatkan layanan. Mereka berbaris cukup panjang di depan tenda putih.
Tak jauh dari tempat tersebut, ada juga tawaran layanan tes antigen. Tepatnya di RS Jakarta Medical Center (JMC). Sebuah spanduk besar digantung di dinding. Isinya informasi ketersediaan tes antigen beserta harga. Harga yang dipatok hanya Rp 84.000.
Berjalan beberapa ratus meter dari RS JMC, ada juga di sekitar Mampang Prapatan. Terdapat Klinik Pratama Medika. Di sana, layanan antigen bisa didapatkan dengan merogoh kocek Rp74.000. Letak klinik ini bersebelahan dengan klinik lain yang juga menawarkan layanan serupa. Hanya saja harga tes antigen tidak disampaikan.
Hadyan Rahmat, pemilik salah satu klinik di Kawasan Bekasi, menyadari perang harga tengah terjadi. Tak jauh dari kliniknya, ada yang menawarkan swab antigen harga murah. Sementara di klinik miliknya, harga masih tergolong wajar. Rp150.000 untuk satu kali swab. Dari sisi bisnis, perang jenis ini lumrah terjadi.
Rahmat mengetahui rahasia dapur tawaran swab antigen murah. Klinik berani memberi diskon harga swab lantaran mendapatkan alat antigen dengan harga murah. Dipasok dari agen pabrik yang selalu datang memberi tawaran. Bisa dalam paket besar maupun satuan. Dia memilih tidak ikut dalam ‘medan pertempuran’.
"Walaupun beli murah tapi harus ada jasa pengambil antigen dan jasa dokter. Jadi harga memang kita susah membanting," kata Rahmat.
Jasa tenaga medis harus diperhitungkan dalam harga swab antigen. Dalam pusaran industri, terkadang jasa mereka dikesampingkan. Ada pemilik fasilitas kesehatan yang hanya berorientasi bisnis, mencari keuntungan besar.
"Yang saya tidak suka adalah ketika mohon maaf ini masuk ke ranah industri akhirnya yang diinjak adalah martabat tenaga medis."
Rahmat tidak ingin dicap munafik. Bisnis swab antigen memang menguntungkan. Apalagi di tengah aktivitas ekonomi berjalan pelan akibat pandemi. Dia tetap harus membayar karyawan. Belum lagi kebutuhan pembangunan fasilitas kliniknya. Agar pelayanan kesehatan masyarakat terpenuhi. "Dengan adanya swab ini cukup membantu," akunya.
Sudah lama Koordinator Hukum dan Pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsih mengamati fenomena ini. Kepentingan bisnis berbalut layanan kesehatan. Tidak hanya perang harga di berbagai klinik. Tapi tengok juga di laman e-commerce atau belanja online. Produk swab antigen dijual bebas. Harganya miring. Ditambah embel-embel hasil diperoleh cepat.
Padahal dulu alat tes antigen hanya bisa diakses di fasilitas kesehatan resmi. Kondisi hari ini terjadi karena kebutuhan antigen seolah ‘sekadar’ syarat aktivitas masyarakat. Dari sisi kualitas, dia meragukan.
"Ini suatu bisnis, iya. Sekarang sudah menjadi bisnis karena ada supply and demand. Harganya berkompetisi," jelas Sularsih.
Harga antigen di rumah sakit atau klinik bervariasi karena faktor harga beli. Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mengaku tidak berwenang membuat kebijakan satu harga untuk menghentikan perang harga antigen. Tidak ada kesepakatan soal harga oleh anggota ARSSI.
"Kita tidak bisa memaksakan untuk satu (harga). Jadi silakan masyarakat bisa pilih mana yang sesuai dengan kebutuhan," jelas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi.
Untung Besar
Semakin besar area pertempuran bisnis, alat yang dibutuhkan bertambah banyak. PT Itama Ranoraya Tbk harus menyiapkan stok hingga 7 juta pieces alat swab antigen. Diperkirakan untuk kebutuhan hingga akhir 2021. Mereka juga mengimpor 4 juta piece alat swab antigen. Untuk satu boks alat swab antigen dibanderol Rp2,5 juta.
"Isi 25 piece. Sekitar Rp2,5 juta plus minus tergantung jumlah pembelian," ujar Dirut PT Itama Ranoraya Tbk, Heru Firdausi Syarif.
Permintaan alat swab antigen melonjak tajam. Syarat antigen untuk perjalanan hingga kewajiban dalam pekerjaan, salah satu faktor pendorong tingginya permintaan. Sebagai distributor alat swab antigen merek Abott atau Abott Panbio dari Abott Diagnostics Korea inc, penjualan yang dilakoni perusahaannya mengalami peningkatan 100 persen pada Juni 2021.
Sejak awal pandemi, perusahaannya sudah memasok antigen ke instansi pemerintah maupun swasta. Biasanya per bulan 1 juta pieces. Jumlahnya bertambah banyak belakangan ini. Contohnya pada Juni 2021. Bisa mencapai 4 juta pieces.
Meski hanya sebatas distributor, perusahaan ini mendapat keuntungan cukup besar dari tingginya permintaan antigen dan alat kesehatan lainnya. Termasuk obat-obatan. Direktur Keuangan Itama Ranoraya, Pratoto Raharjo merinci kinerja perusahaannya. Pada kuartal I 2020 atau di masa awal pandemi, produk swab antigen menjadi penyumbang terbesar pendapatan.
Sepanjang Januari-Mei 2021, total pendapatan perusahaan mencapai Rp330,99 miliar. Penjualan swab antigen menyumbang 79 persen atau Rp261,91 miliar. Tahun ini, penjualan swab antigen diperkirakan mencapai 10 juta unit. Per Mei 2021 sudah terjual 2,8 juta .
"Produk kami meng-cover seluruh wilayah Nusantara. Rumah Sakit, klinik baik pemerintah maupun swasta dan instansi kesehatan pemerintah daerah," jelasnya.
Tahun lalu, perusahaan bisa meraup omzet Rp500 miliar. Bisnis sektor kesehatan termasuk salah satu yang bisa bertahan meski dihantam Pandemi. Tidak heran jika Heru memprediksi peningkatan pendapatan perusahaannya tahun ini. Tidak tanggung-tanggung, diperkirakan 100 kali lipat dari tahun lalu. "Nanti berarti di atas Rp100 triliun," prediksi Heru.
Tak Kuasa Hentikan Perang Harga
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak kuasa mengendalikan bisnis swab antigen yang kadung tumbuh pesat di masa pandemi. Perang harga alat di pasaran tak bisa dikendalikan lagi. Sebagai regulator, Kemenkes sudah menetapkan batas atas harga swab antigen. Penetapan batas atas harga swab antigen ditetapkan mengacu harga di pasaran.
"Kalau harga kami tidak bisa mengendalikan," ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Siti Nadia Tarmizi.
Tidak menutup kemungkinan ada revisi harga batas atas. Melihat fakta yang terjadi hari ini. Di mana, sektor kesehatan berlomba-lomba menawarkan tes antigen dengan harga miring. Masyarakat diajak lebih kritis dan teliti. Terutama untuk tawaran swab antigen dengan harga miring. Termasuk jika membeli swab antigen secara mandiri. Masyarakat harus jeli. Sebab, antigen yang berkualitas sudah ada nomor izin edarnya.
Bisnis swab antigen tumbuh pesat bersama permasalahan Covid-19 yang makin kompleks. Swab antigen seperti primadona. Lantaran lebih ekonomis dibanding PCR. Tingginya kebutuhan dan permintaan, membuka peluang bisnis baru. Namun menyisakan persoalan.
Tidak ada tindak lanjut yang seharusnya dilakukan. Seharusnya semua menyadari. Ini faktor penting dalam semangat menekan angka penularan Covid-19. Sejatinya swab antigen harus dilakukan di layanan kesehatan resmi dan diawasi Kemenkes. Termasuk petugas yang terlatih. Sehingga hasilnya bisa ditindaklanjuti.
"Jangan sampai lebih mengedepankan bisnis, bisa menimbulkan masalah-masalah baru. Aspek etika harus diperhatikan dalam berbisnis," kata Sularsih.
Penertiban tak bisa ditawar. YLKI menyarankan dua hal. Pertama dari sisi harga. Kedua menyangkut prosedur demi jaminan kualitas. Agar kasus antigen daur ulang yang terjadi di Bandara Kualanamu tidak terulang. Sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Kunci utama ada pada pengawasan. Kementerian Kesehatan harus lebih ketat dalam pengawasan swab antigen.
"Jangan sampai kita justru menjadi ragu karena hampir semua bisa melakukan swab antigen," tutup Sularsih.
Di mata pemilik klinik, masyarakat juga diuntungkan dengan perang harga swab antigen. Karena itu Rahmat tak terlalu mempedulikan perang harga. Asalkan masyarakat diberikan jaminan dari sisi kesehatannya. Selain itu, hasil swab juga dilaporkan. Meski bisnis namun dalam koridor semangat menghentikan Pandemi.
"Ketika perang harga, yang diuntungkan masyarakat. Hanya, coba dong sistemnya lebih rapi lagi. Ibaratnya mau ngebut-ngebutan boleh tapi di sirkuit lah," katanya.
Pemerintah mengingatkan pelaku bisnis antigen. Agar tidak memanfaatkan kondisi demi meraup keuntungan besar. Seharusnya semua pihak mengedepankan prinsip kemanusiaan untuk menghentikan Pandemi berkepanjangan. Masyarakat jangan dikorbankan. Profesionalitas dan tidak memanfaatkan kondisi menjadi sangat penting.
"Karena kita berhadapan dengan nyawa seseorang," tegas Nadia.
Baca juga:
Meragukan Kualitas Antigen Murah
Perang Harga Tes Covid-19 di Ibu Kota
Ombudsman DKI Minta Kemenkes Evaluasi Batasan Tarif Tes Antigen
Polisi Ciduk Pemalsu Surat Hasil Tes Antigen Covid-19 di Batam
Mulai Lusa, Penumpang Pesawat Ke Bali Wajib Kantongi Hasil Tes Swab PCR