Mencari cawapres pendamping Jokowi
Megawati akan berbagi kursi wakil presiden dengan pihak lain, tapi bukan berarti dari partai politik.
Meski belum ada pernyataan resmi PDIP, Rakernas PDIP yang digelar di Ancol, Jakarta akhir pekan lalu, mengindikasikan partai politik tersebut hendak mengusung Jokowi sebagai calon presiden dalam Pilpres 2014 mendatang. Sejumlah tanda menunjukkan hal itu.
Pertama, Jokowi diminta membaca kutipan pernyataan Soekarno dan Megawati menilai Jokowi mendapatkan getaran atas pembacaan tersebut. Kedua, Megawati menyebut beberapa kali nama Jokowi sebagai kader yang dipersiapkan untuk meneruskan perjuangan partai. Ketiga, Megawati dalam berbagai kesempatan memperlihatkan kedekatan dan kepercayaannya kepada Jokowi.
Semua itu seakan memastikan, bahwa PDIP takkan mengajukan calon selain Jokowi, yang kini menjabat gubernur DKI Jakarta. Oleh karena itu, meskipun tidak diumumkan sekarang, dan juga tidak dijadwalkan kapan calon presiden PDIP akan dideklarasikan, semua paham: PDIP sudah punya nama calon presiden. Para kader partai pun siap menyukseskan pemilu legislatif agar pencalonan Jokowi berjalan mulus.
Masalahnya kini tinggal, siapa calon wakil presiden yang akan mendampingi Jokowi kelak dalam Pilres 2014 nanti.
Apabila PDIP meraih 20 persen suara atau mendapatkan 25 persen kursi DPR, maka partai banteng itu bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden sendiri. Namun jika angka tersebut tidak tercapai, mau tidak mau harus berkoalisi. Dalam hal ini posisi calon presiden pasti akan diminta partai kawan koalisi.
Rakernas PDIP sendiri menargetkan meraih 27 persen suara dalam pemilu legislatif. Target ini memang sangat optimistis mengingat pada Pemilu 2009, PDIP hanya meraih 14,45% suara dan 95 kursi DPR. Namun jika melihat hasil survei belakangan, target tersebut tampak konservatif, karena elektabilitas PDIP sudah mencapai 23 persen. Padahal 30 persen warga belum menyatakan pilihannya.
Oleh karena itu, jika tidak terjadi hal-hal yang luar biasa dalam dunia politik, target 27 persen akan mudah dicapai. Bahkan PDIP bisa mengulangi kisah sukses Pemilu 1999 yang meraih 33 persen suara. Situasi politik memang beda, tetapi gairah pemilih untuk melakukan perubahan tetap sama: dulu, faktor Megawati; kini, faktor Jokowi.
Nah, jika PDIP bisa mencapai terget perolehan suara, atau bahkan menyamai hasil Pemilu 1999, maka partai ini memiliki keleluasaan untuk memilih calon wakil presiden sendiri. Siapa dia? Pertimbangan politik apa yang harus diperhatikan?
Belajar dari pengalaman kegagalan Megawati dalm merebut kursi presiden dalam SU-MPR 1999 – di mana saat itu Megawati dianggap tidak mau berunding dan berbagi dengan partai lain – kali ini PDIP agaknya takkan merengkuh kursi wakil presiden. Megawati siap berbagi kekuasaan dengan pihak lain. Namun pihak lain itu bukan berarti calon wakil presiden dari partai politik.
Pertama, beberapa partai politik, seperti Partai Golkar, Partai Gerindra, Parta Hanura, dan PAN, serta Partai Demokrat yang sedang berkonvensi, sudah memiliki calon presiden sendiri, sehingga mereka sulit untuk menerima kursi calon wakil presiden. Kedua, jika pun berkoalisi, partai lain mungkin lebih memilih kursi kabinet daripada kursi wakil presiden yang harus "berjujur-jujur" dengan Jokowi.
Bagi PDIP, calon nonpartai mungkin malah akan meningkatkan elektabilitas dalam pemilu legislatif, mengingat jumlah suara mengambang mencapai 30 persen. Perolehan suara PDIP benar-benar akan terdongkrak tinggi, bila sebagian besar dari mereka bertekad memenangkan Jokowi dalam pemilu presiden. Ingat keterpilihan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2012 lebih karena masuknya suara mengambang.
Tentu saja hal itu akan benar-benar terjadi apabila: pertama, pasangan calon presiden dan wakil presiden diumumkan sebelum pemilu legislatif, atau selambatnya Januari 2014 mendatang; kedua, calon wakil presiden itu sangat kredibel sekaligus populer, sehingga bisa mengimbangi politik jujur dan sederhana ala Jokowi.
Adakah orang macam itu di kalangan nonpartai?