Mengeruk Pundi-Pundi Memanfaatkan Pandemi
Tingginya kebutuhan masyarakat khususnya di bidang kesehatan menjadi lapak segar bagi mereka yang terbiasa menggerakkan bisnis kejahatan.
Pandemi berbuah bencana untuk pasangan suami istri ini. Bukan karena kehilangan orang dicintai. Mereka harus berurusan dengan polisi dan mendekam di bui.
AEP dan TS bersekongkol mencari keuntungan di tengah kesulitan. Kartu vaksinasi Covid mereka palsukan. Demi pundi-pundi kekayaan.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi? Mereka dinyatakan positif Covid-19 pada 1 Maret 2020, setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
-
Apa yang terjadi pada kasus Covid-19 di Jakarta menjelang Nataru? Kasus Covid-19 meningkat di Ibu Kota menjelang Natal 2023 dan Tahun Baru 2024.
Kisah suami istri di Bogor ini bukan satu-satunya. Banyak kasus serupa diungkap. Ragam modus dilakukan. Memperdaya mereka yang membutuhkan.
Catatan kepolisian. Kasus memanfaatkan situasi pandemi bukan cuma pemalsuan. Sejumlah orang juga melakukan penimbunan. Mulai tabung oksigen hingga obat-obatan.
Data Mabes Polri pada akhir Juli lalu, sebanyak 33 kasus penimbunan obat terapi Covid-19 dan tabung oksigen, ditemukan. Para pelaku juga menjual obat di atas harga eceran tertinggi (HET) dan tanpa izin edar.
Karo Penmas Mabes Polri, Brigjen Rusdi Hartono, memastikan. Kepolisian terus memantau dan menindak praktik ilegal memanfaatkan pandemi.
"Kita dapat melihat ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi sulit seperti ini. Mencari keuntungan dengan cara-cara yang ilegal, melakukan penimbunan, melakukan transaksi penjualan obat tentunya di luar daripada ketentuan," kata Rusdi beberapa waktu.
Bagi sebagian orang, pendemi mungkin bukan kesulitan. Justru, sebuah kesempatan. Memanfaatkan keadaan. Agar hidup menjadi lebih mapan.
Kriminolog Universitas Budi Luhur, Chazizah Gusnita, mengatakan maraknya bisnis ilegal terkait penanganan pandemi karena kondisi ini dianggap sebagai kesempatan emas dan peluang besar mendapatkan keuntungan.
Dia menjelaskan, tingginya kebutuhan masyarakat khususnya di bidang kesehatan menjadi lapak segar bagi mereka yang terbiasa menggerakkan bisnis kejahatan.
"Artinya memanfaatkan segala sesuatu untuk diperjualbelikan dengan cara yang ilegal tadi. Misal, masker sejak awal pandemi sudah muncul problematika tentang masker. Kenapa? Kebutuhan akan masker tinggi. Ada penimbunan, ada yang meningkatkan harga berkali kali lipat. Hal-hal yang ilegal sebenarnya nggak patut untuk dilakukan justru dibisniskan," katanya kepada merdeka.com, Selasa (3/8).
Kelompok ini juga melihat ada kesempatan. Dia mencontohkan, saat pelaku kejahatan beralih target tidak lagi melakukan kejahatan konvensional seperti curanmor.
"Jadi seperti masker, oksigen, PCR ternyata jauh lebih menguntungkan secara bisnis kejahatan dengan menggunakan peluang-peluang yang seperti ini daripada yang curanmor kejahatan konvensional misalnya, risiko jauh lebih tinggi," jelasnya.
Alasan lain praktik ilegal ini mendadak tumbuh subur karena pelacaknya cenderung sulit.
"Tingkat ketahuannya jauh lebih rendah. Masyarakat sadar nggak sadar. Sadarnya setelah sekian lama kaya PCR di Medan kemarin. Kayak masker kemarin, setelah sudah untung banyak baru terungkap," katanya.
Selain itu faktor ekonomi juga mempengaruhi. Chazizah mengatakan, di saat ekonomi yang serba sulit seperti ini banyak masyarakat ingin meraup untung banyak dalam waktu singkat.
"Karena himpitan ekonomi yang cukup berat pada saat ini situasinya seperti ini, mau tidak mau harus mengikuti pola hidup baru akhirnya ya sudah ada kesempatan ini munculah tadi suatu tindak pidana yang mengaitkan dengan situasi kondisi covid ini," ujar Chazizah.
Chazizah juga menyatakan banyak pelaku kejahatan yang sudah tidak memikirkan sisi kesulitan orang lain. Yang ada di otaknya, hanya bagaimana bisa bertahan hidup dan mendapat untung.
"Apalagi kondisi seperti ini sudah mau orang mati sekalipun dia mungkin tidak peduli, yang penting dia tetap bertahan hidup. Menjalankan hidup, dapat untung, dia bisa menikmati keuntungannya hal sedemikian rupa seperti yang terjadi dalam bisnis kejahatan," tutup Chazizah.
Baca juga:
Usai Diperiksa, Bos Penimbun Obat Terapi Covid-19 di Jakbar Ditahan Polisi
Nakes Terlibat Kasus Penimbunan Obat Terapi Covid-19, Jual Actemra hingga Rp40 Juta
Ambil Jatah Pasien yang Wafat, 1 Nakes Timbun Obat Terapi Covid-19 untuk Dijual Lagi
Alasan Kesehatan, Polisi Tak Tahan Bos Penimbun Obat Terapi Covid-19
Stok Oksigen dan Obat di Alor Masih Aman, Polisi Minta Warga Laporkan Penimbunan
Polisi Buka Segel Gudang PT ASA yang Dipakai Timbun Obat Covid-19 Atas Petunjuk Jaksa