Meraup Cuan Lewat Jalur Mandiri
Komersialisasi pendidikan terus terjadi. Biaya pendidikan dari TK hingga universitas kian tak terjangkau. Banyak siswa pintar dari golongan miskin tak mampu mengakses sekolah berkualitas.
Ngotot ingin kuliah di jurusan kedokteran, Syifa (24) akhirnya memilih jalur mandiri setelah tak lulus Seleksi Bersama Masuk Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN). Dia akhirnya lolos meski pilihannya itu membuat uang kuliah yang dia bayarkan jauh lebih besar.
"Karena dari dulu memang pengen jadi dokter. Orang tua juga dokter. Dan enggak tahu apa-apa lagi profesi lain. Jadi ya udah FK saja," kata Syifa dalam perbincangan dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.
-
Siapa yang mengintimidasi Rektor Unika Soegijapranata? Siapapun yang diperintah untuk mengintimidasi Rektor Unika Soegijapranata itu, anda akan menghancurkan institusi ini.
-
Kapan Soedjatmoko menjabat sebagai rektor di United Nations University Tokyo? Lulusan Sekolah Kedokteran Mantan duta besar Indonesia ini telah menjadi rektor di United Nations (PBB) University Tokyo pada September 1980.
-
Bagaimana Rektor Unika melawan intimidasi? Sikap Rektor Unika sangat luar biasa, beliau katakan kami tidak mau, kami berada pada sikap ini dan kami netral. Itu bentuk independensi kampus sebagai mimbar yang merdeka. Mereka tidak pernah takut menyuarakan kebenaran dan jangan paksa menggunakan instrumen negara
-
Kapan Rektor UGM Ova Emilia dilantik menjadi Rektor UGM? Ia baru dilantik jadi rektor UGM setahun lalu, tepatnya pada 27 Mei 2022.
-
Kapan UGM diresmikan? Universitas Gadjah Mada (UGM) didirikan pada 19 Desember 1949 di Yogyakarta, Indonesia.
-
Apa yang dilakukan mahasiswa UGM dalam KKN mereka di Sulawesi Barat? Mahasiswa adalah agen perubahan. Tak sedikit mahasiswa yang melakukan inovasi untuk memberikan perubahan di tengah masyarakat. Bentuk inovasi itu bisa dilakukan melalui berbagai cara, salah satunya saat program Kuliah Kerja Nyata atau KKN. Melalui program KKN, Mahasiswa Universitas Gadjah Mada bakal memasang teknologi pemanen air hujan, tepatnya di Pulau Karampuang, Mamuju, Sulawesi Barat.
Syifa menuturkan, dia diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo pada 2016 lalu melalui jalur mandiri. Uang kuliah yang dia bayarkan per semester mencapai Rp21,8 juta. Angka itu ditetapkan pihak kampus berdasarkan data penghasilan orang tua yang dia isi saat mendaftar.
Saat itu, lanjut dia, belum ada uang pangkal untuk mahasiswa jalur mandiri. Namun saat dia lulus pada 2020 lalu, informasi yang dia dapatkan, UNS telah menetapkan biaya sumbangan pembangunan institusi (SPI), mulai dari Rp26 juta sampai Rp100 juta ke atas untuk mahasiswa yang lulus lewat jalur mandiri.
"Kalau enggak salah di UNS bisa dicicil dua kali. Uang pangkal sebenarnya yang bikin mahal," ujarnya.
Syifa menambahkan, uang kuliah tunggal (UKT) per semester di UNS dibagi hingga 8 golongan, dari yang termurah hingga yang termahal. Semuanya didasarkan atas data penghasilan orang tua.
"Jadi waktu kita diterima, kita menginput gaji orang tua, terus juga tentang pajak-pajak yang dibayarkan, kondisi rumah, dan sebagainya. Nah nanti yang tentuin golongannya dari sana. Kebetulan saya dapat yang per semester Rp21,8 juta," jelasnya.
Sebagai perbandingan, Syifa menyebut, rekannya yang sama-sama lulus melalui jalur mandiri ada yang membayar Rp24 juta per semester. Ada juga yang lebih murah di angka Rp17 juta.
Cerita berbeda disampaikan Dimas (18). Tahun ini, dia gagal lulus SBMPTN di kampus negeri yang dia incar. Sebelumnya, dia mencoba lewat jalur SMNPTN. Namun nilai rapornya kalah bersaing. Jurusan yang dia pilih, teknik komputer dan informatika mensyaratkan rata-rata nilai rapor di atas 90.
Upaya terakhir dicoba Dimas melalui jalur mandiri. Tetapi setelah mendapat informasi biaya per semester yang sangat besar, bahkan lebih mahal dari kampus swasta, Dimas mengurungkan niatnya.
"Kalaupun saya lulus, kasihan orang tua enggak mampu bayar uang kuliah," ucap Dimas kepada merdeka.com.
Suparmi, ibu Dimas, meminta anaknya mencari kampus swasta dengan biaya per semester maksimal Rp5 juta. Dimas pun pasrah dan tak ingin membebani, pilihannya jatuh di salah satu kampus di bilangan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"Mungkin tahun depan saya coba lagi ikut SBMPTN, semoga bisa lulus," harap Dimas.
Membandingkan Biaya Jalur Mandiri dan Reguler
Mahalnya biaya kuliah melalui jalur mandiri diakui oleh Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik Universitas Indonesia (UI) Amelita Lusia. Dia menjelaskan, ada beberapa jalur yang bisa dipilih calon mahasiswa sesuai kemampuan.
Penerimaan mahasiswa UI untuk Program Pendidikan Vokasi dan S1 Paralel melalui jalur Prestasi dan Pemerataan Kesempatan Belajar (PPKB), Talentscouting 2022 dan SIMAK.
Untuk S1 Reguler melalui SNMPTN, SBMPTN, Seleksi Jalur Prestasi (SJP) yakni calon mahasiswa yang berprestasi juara olimpiade dan perlombaan lain, dan terakhir jalur mandiri atau SIMAK.
Amelita menambahkan, jalur reguler dan mandiri dibedakan sejak awal pendaftaran. "Perbedaan ini dikarenakan untuk yang mandiri dikelola oleh UI tanpa subsidi dari pemerintah," ujarnya.
Saat diterima, mahasiswa lewat jalur mandiri harus membayar uang pangkal. Sementara jalur reguler tidak dibebankan biaya lain selain uang kuliah per semester.
Untuk Program S1 Reguler, biaya kuliah diatur dalam SK Rektor UI No.178 Tentang Tarif Uang Kuliah Tunggal (UKT) Bagi Mahasiswa Program Sarjana Reguler. Ada dua tipe, yang pertama UKT Biaya Operasional Pendidikan (BOP) Berkeadilan dan yang kedua UKT BOP-Pilihan.
BOP-Berkeadilan adalah mekanisme penetapan biaya pendidikan mahasiswa S1 Reguler berdasarkan kemampuan bayar penanggungnya. Sedangkan BOP-Pilihan adalah mekanisme pembebanan biaya pendidikan yang ditentukan sendiri oleh penanggung biaya pendidikan didasarkan semangat untuk berpartisipasi dalam pengembangan penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas di UI.
UKT BOP-Berkeadilan untuk jurusan rumpun sains tekonologi dan kesehatan mulai Rp0-Rp7,5 juta per semester. Untuk Rumpun Humaniora: Rp0-Rp5 juta per semester.
UKT BOP-Pilihan rumpun sains tekonologi dan kesehatan: Rp10-20 juta per semester. Rumpun Humaniora: Rp7,5-17,5 juta per semester.
Bandingkan dengan UKT untuk mahasiswa melalui jalur mandiri. Uang pangkal yang ditetapkan mulai Rp10 juta hingga Rp50 juta. Sedangkan biaya per semester mulai Rp10 juta hingga Rp15 juta.
Dengan selisih biaya kuliah yang cukup besar itu, adakah perbedaan fasilitas yang didapatkan oleh mahasiswa jalur reguler dan mandiri, Amelita menyatakan sama saja. "Tidak ada, tidak ada perbedaan," ujarnya.
Soal pengawasan terhadap seleksi penerimaan mahasiswa baru, Amelita menjelaskan, semua proses PMB dilakukan secara terintegrasi dan melibatkan baik unsur pimpinan universitas dan fakultas mulai dari pembukaan program studi, pendaftaran, seleksi (baik ujian maupun evaluasi portofolio dan wawancara), hingga pengumuman hasil seleksi.
"Keseluruhan alur/proses ini terekam pada sistem informasi yang terbatas hanya bagi yang berkepentingan (stakeholder) dan dapat diperiksa dari catatan tertulis berupa berita acara dan daftar rekomendasi," jelasnya.
Setiap pelaksanaan PMB, lanjut Amelita, Rektor UI membentuk panita pelaksana yang melibatkan unsur pimpinan universitas dan fakultas sehingga pelaksanaanya dapat dipertanggunjawabkan oleh panitia pelaksana ke unsur pimpinan inti universitas.
Mencegah Kampus Menjadi Ladang Bisnis
Komersialisasi pendidikan terus terjadi. Biaya pendidikan dari TK hingga universitas kian tak terjangkau. Banyak siswa pintar dari golongan miskin tak mampu mengakses sekolah berkualitas.
Tak hanya di kampus swasta. Kampus-kampus negeri menjadikan penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri sebagai cara untuk mendapat pemasukan lebih. Dalih untuk meningkatkan kualitas dan fasilitas kampus menjadi alasan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menilai, banyak kampus yang tidak terbuka dalam pengelolaan keuangan termasuk dalam hal penerimaan mahasiswa baru.
"Jangan sampai kemudian ini menjadi ladang bisnis yang tertutup yang susah untuk diakses oleh publik," ujarnya kepada merdeka.com.
Bagi ICW, institusi pendidikan penting untuk menjadi institusi terbuka dalam hal pengelolaan baik itu soal penerimaan mahasiswa baru dan soal keuangan. Dalam beberapa kasus yang pernah dipantau ICW, ketika mahasiswa menanyakan pengelolaan keuangan kampus, mahasiswa justru mendapatkan intimidasi atau ancaman terkait dengan nilai dan kelulusan.
Berkaca dari kasus rektor Unila, secara umum, Almas menyebut korupsi di sektor pendidikan masih cukup tinggi dan dari data yang ada, selalu berada dalam peringkat lima besar.
"Jadi selalu masuk top 5 sebagai kasus yang paling banyak ditindak oleh aparat penegak hukum baik itu kejaksaan, kepolisian, maupun KPK," ujarnya.
Padahal, lanjut dia, institusi pendidikan seharusnya memberi kontribusi positif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. "Tapi justru di dalamnya banyak korupsi. Itu salah satu kami sayangkan," tukas Almas.
Lebih jauh, Almas menyatakan, korupsi di sektor pendidikan, daya rusaknya sangat luar biasa. Dikhawatirkan, para peserta didik yang terlibat akan permisif terhadap perilaku-perilaku koruptif. "Jadi daya rusaknya akan sangat luar biasa," imbuhnya.
Kasus suap seperti di Unila, menurut Almas, bukan merupakan hal yang baru. Praktik-praktik seperti ini, terjadi di banyak kampus lain dan belum tersentuh aparat penegak hukum. "Alasannya bisa banyak. Bisa jadi karena minim laporan atau misalnya karena fokus dari penegak hukum itu sendiri.
Dari data ICW, kata Almas, praktik korupsi yang sering terjadi di sektor pendidikan lebih banyak terkait dengan barang dan jasa. "Sama seperti kasus korupsi di sektor lain sebetulnya. Misalnya terkait dengan pembangunan gedung kampus, atau pembangunan laboratorium, pembangunan auditorium, ataupun misalnya non konstruksi entah itu pengadaan alat praktikum," paparnya.
ICW mendorong pihak internal kampus melakukan langkah-langkah mitigasi misalnya dengan membentuk unit gratifikasi sehingga siapapun yang menjadi korban atau dimintai suap, mereka tahu harus lapor ke mana. Kepada Kemendikbud, ICW juga berharap bisa menyediakan platform sebagai media untuk menyampaikan aduan.
"Kampus seharusnya malu kalau kemudian menjadi institusi yang tertutup yang alergi dengan keterbukaan informasi. Mereka harus sadar bahwa mereka punya peran yang sangat besar dalam pencegahan untuk melahirkan generasi yang anti korupsi," pungkasnya.
(mdk/bal)