Santoso dari Jantho jadi gembong teroris di Poso
Teroris Santoso alias Abu Wardah juga pimpinan Mujahidin Indonesia Timur merupakan alumni pelatihan militer Jantho
"Mashallah, lezat, nikmat. Daging anoa, Subhanallah. Rezeki dari Allah SWT," begitu Santoso alias Abu Wardah menikmati daging panggang anoa di hutan Poso dalam video eksklusif diperoleh merdeka.com dari seorang sumber terpercaya. Kini teroris paling diburu itu dalam posisi terkepung di hutan Poso, Sulawesi Tengah oleh jajaran satuan Tugas Tinombala.
Santoso alias Abu Wardah, begitu pimpinan Mujahidin Indonesia Timur itu dikenal sebagai gembong teroris paling dicari saat ini. Bahkan saking tersohornya, dia juga masuk dalam daftar teroris global Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat baru-baru ini. Amerika melarang warganya bertransaksi dengan Santoso. Dia juga disebut menjadi aktor pembunuhan dan penculikan di Indonesia kurun waktu tiga tahun terakhir.
Dalam dokumen persidangan diperoleh merdeka.com, Santoso memiliki alamat di Tambrana, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Dia memiliki nama panggilan Santoso alias Abu Wardah alias Komandan alias Pakde alias Bos. Perannya di Poso bermula ketika dia dipercaya sebagai Ketua Asykari Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) wilayah Poso. Jabatan sebagai Ketua Asykari diperoleh Santoso setelah Ustaz Yasin, Amir JAT Poso menunjuknya. Dia didampingi oleh Ustaz Fadli dan Anang Muhtadin alias Papa Enal. Belakangan Papa Enal menyerahkan diri ke Densus 88 pada awal Februari 2013. Dia mengakui ikut pelatihan di Poso.
Januari 2011 adalah awal mula karir Santoso membentuk pelatihan militer di Poso. Adalah Ustaz Yasin, pimpinan JAT juga orang yang memerintahkan Santoso untuk membuat pelatihan militer di Poso. Tanpa menunggu waktu, Santoso menyanggupi permintaan itu. Masih di bulan yang sama, dia mengadakan pelatihan militer gelombang pertama. Latihan militer itu dilakukan di Pegunungan Desa Mauro, Kecamatan Pesisir Utara, Kabupaten Poso.
Dalam dokumen sidang, pelatihan militer itu disebut dengan Tadrib Asykari. Sukses pada pelatihan pertama, Santoso kemudian melakukan tadrib selanjutnya. Sekitar bulan Maret, dia kemudian melakukan pelatihan di Danau Gunung Biru, Desa Tamanjeka, Kacamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso. Pada bulan itu juga Santoso melakukan pelatihan ke tiga, tempatnya di Desa Malino, Kecamatan Soyojaya, Kabupaten Morowali.
Dalam tadrib kedua, tercatat ada 15 orang ikut pelatihan militer. Salah satunya adalah Ato Margono alias Ato. Dia berhasil ditangkap Dentasemen Khusus 88 Anti Teror tahun 2013. Perannya ialah sebagai kurir logistik dan sebagai pengantar pengantin bom bunuh diri di Markas Kepolisian Resort Poso pada 2012. Ato juga tercatat segai pelaku pemboman di garasi milik warga di Poso. Selain itu dia juga sebagai pengumpul dana kegiatan terorisme termasuk juga melakukan pencurian kendaraan bermotor.
Santoso sendiri dalam pelatihan militer itu berperan sebagai ketua sekaligus pelatih fisik. Dia juga mengajarkan cara menembak dan merakit bom. Setelah selesai pelatihan itu, Santoso berpesan jika tujuan pelatihan militer itu adalah untuk melaksanakan jihat memerangi kaum kafir. Salah pesan Santoso ialah memerangi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian.
"Tujuan latihan militer tersebut adalah melatih kekuatan fisik dan mental, survival, melatih membuat dan menggunakan bom, memakai senjata api, untuk melakukan teror dan berperang melawan Amerika dan sekutunya, kaum kafir dan Thogut seperti polisi dan TNI," tulis dokumen sidang itu seperti dikutip merdeka.com.
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai mengatakan jika sejatinya Santoso bukan orang baru dalam aksi teror terjadi di Indonesia. Menurut dia, Santoso sudah diburu sejak tahun 2007. Kariernya pun bermula ketika Santoso mengikuti pelatihan militer di Kecamatan Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Bermula dari sana kemudian dia menjadi pimpinan teroris Mujahidin Indonesia Timur di Poso.
Adalah Abu Tholut, orang dekat Abu Bakar Baasyir menunjuk Santoso untuk mendirikan JAT di Poso. Duduk di kursi komandan pelatihan perang, Santoso mulai berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan pelatihan militernya di Poso. Menurut Ansyaad, sejak saat itu kelompoknya terus melakukan perampokan-perampokan untuk membiayai pelatihan itu.
"Karena gagal membuat suatu tempat mereka namakan Qoidah Aminah di Aceh, dia kemudian pindah ke Poso," ujar Ansyaad saat berbincang dengan merdeka.com, Selasa pekan lalu.
Bahkan beberapa jaringan masuk kelompoknya menyebar luas hingga di daerah Pulau Jawa. "Anda tahu itu semua tersebar dalam kelompok-kelompok kecil seperti jamur," katanya.
Kini keberadaan Santoso mulai terdesak di hutan Poso. Bahkan jalur digunakan para kurirnya untuk mengirimkan pasokan makanan termasuk informasi telah di putus oleh Satgas Tinombala. Bisa dipastikan, dalam waktu dekat, Santoso bakal tertangkap dalam keadaan hidup atau mati. "Dua-duanya, sama peluangnya," ujar Ansyaad Mbai.