Semoga tak ada lagi gugatan dari Prabowo
Berdasarkan barang bukti, keterangan saksi dan ahli, MK akan tolak gugatan Prabowo-Hatta.
Kamis (21/8), Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pembacaan putusan hakim konstitusi atas perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilu Presiden 2014. Gugatan diajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo - Hatta terhadap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang memenangkan pasangan Jokowi - JK.
Pada hari yang sama, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) juga akan menggelar sidang pembacaan putusan dewan etik atas perkara yang diajukan oleh tim kampanye Prabowo-JK yang menuduh KPU telah melakukan serangkaian pelanggaran kode etik, sehingga pelaksanaan pemilu presiden banyak cacat.
Mengenai hasil akhir pemilu presiden, MK-lah yang punya wewenang. Lembaga ini bisa saja mengoreksi keputusan KPU, sehingga penetapan hasil pemilunya harus diubah: yang menang bukan Jokowi - JK, melainkan Prabowo - Hatta. Sementara itu, DKPP hanya berwenang memberi sanksi kepada penyelenggara pemilu bila terbukti melanggar kode etik. Bentuk sanksinya, mulai dari peringatan tertulis hingga pemecatan.
Jadi apapun yang sanksi yang dijatuhkan DKPP, sama sekali tidak mempengaruhi hasil pemilu yang ditetapkan KPU. Ibaratnya Piala Dunia tetap milik Jerman, jika salah satu atau beberapa pemain mendapat kartu kuning atau merah. Apapun putusan DKPP juga tidak berpengaruh terhadap putusan MK. Apalagi konstitusi menegaskan, putusan MK dalam perkara PHPU bersifat final dan mengikat.
Atas gugatan Prabowo - Hatta, MK bisa mengeluarkan satu dari tiga jenis putusan ini: pertama, menolak seluruh gugatan Prabowo - Hatta sehingga MK mengukuhkan penetapan KPU yang memenangkan Jokowi - JK; kedua, mengabulkan seluruh gugatan Prabowo - Hatta, yang berarti MK mengoreksi putusan KPU sehingga Prabowo - Hatta yang jadi pemenang pemilu presiden; dan, ketiga, mengeluarkan putusan sela sehingga MK minta KPU melakukan pemungutan suara ulang untuk sejumlah TPS.
Saya memprediksi, MK akan menolak seluruh gugatan Prabowo - Hatta.
Pertama, secara umum penyelenggaraan Pemilu Presiden 2014 jauh lebih baik dari dua pemilu presiden sebelumnya. Persiapan pemungutan suara berjalan baik, kecuali di Papua pegunungan, logistik belum tersedia pada saat hari H pemilihan. Pemungutan dan penghitungan suara di TPS juga berjalan lancar. Memang di sana-sini terjadi pelanggaran yang berdampak pada perolehan suara, namun pelanggaran macam ini sudah dikoreksi dengan baik melalui pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang.
Kedua, dalam pengajuan gugatan, tampak kuasa hukum Prabowo - Hatta tidak siap. Ini tampak dari berkas gugatan yang amburadul, bahkan setelah diperbaiki pun kesalahan masih terdapat di sana sini, mulai dari salah menyebut lokasi, angka dan bentuk pelanggaran. Kuasa hukum Prabowo - Hatta gemar omong besar: mereka berkoar akan membawa bukti 15 truk, lalu 10 mobil lapis baja, dan ternyata hanya beberapa kardus saja.
Ketiga, ketidaksiapan gugatan Prabowo - Hatta semakin kelihatan saat hakim menggelar sidang kesaksian secara terbuka. Saksi-saksi yang diajukan tim Prabowo - Hatta lebih banyak menyampaikan berita (katanya-katanya, saya mendengar dari si A si B, dll) dan opini daripada menyaksikan fakta (pelanggaran atau kecurangan). Bahkan ada di antara mereka yang "berbalik" membenarkan keterangan saksi-saksi KPU dan Jokowi - JK.
Keempat, dalam proses persidangan terjadi perubahan penekanan gugatan. Dari semula meminta hakim untuk memenangkan Prabowo - Hatta, lalu berkembang ke tuduhan terjadi pelanggaran terstruktur sistematis dan masif (TSM) sehingga perlu dilakukan pemilu ulang, dan terakhir mendesak MK untuk mengeluarkan putusan sela dengan menggelar pemungutan suara ulang di beberapa wilayah.
Perubahan penekanan tuntutan itu terjadi karena tim Prabowo - Hatta gagal membuktikan dalil tuntutannya. Hitungan kemenangan Prabowo - Hatta ternyata tidak didukung saksi dan bukti, sehingga tuntutan diarahkan ke pelanggaran TSM. Namun pembuktian TSM justru lebih rumit (seperti menyebut DPKTb sebagai biang masalah, tapi tidak bisa menunjukkan sumber masalahnya di mana), sehingga tuntutan diarahkan ke pemungutan suara ulang di beberapa wilayah.
Tuntutan untuk melakukan pemungutan suara ulang bisa saja diminta oleh MK karena di beberapa wilayah terjadi pelanggaran prosedur pemungutan dan penghitungan suara sehingga mempengaruhi perolehan hasil. Namun yang jadi pegangan MK adalah, apakah pelanggaran yang berdampak pada perolehan suara itu angkanya signifikan atau tidak?
Selisih perolehan suara antara Prabowo - Hatta dengan Jokowi - JK adalah 8,4 juta suara. Itu artinya, untuk bisa membalikkan keadaan, Prabowo - Hatta harus meraih suara sedikitnya 4,25 juta suara. Inilah yang disebut suara signifikan. Jadi, kalau MK melihat di antara TPS-TPS yang harus dilakukan pemungutan suara ulang itu jumlah pemilihnya 4,25 juta orang atau lebih, maka ada peluang Prabowo - Hatta menang pemilu karena jika 100% jumlah pemilih tersebut memilih Prabowo - Hatta, maka dia bisa mengalahkan Jokowi - JK.
Namun jika jumlah pemilihnya saja kurang dari 4,25 juta orang, maka pemungutan suara ulang tidak ada artinya. Sebab, jika pun Prabowo - Hatta memenangi seluruh suara pemilih, tetap saja perolehan suaranya lebih banyak Jokowi - JK. Sebagai contoh, jika Papua jadi pokok masalah sehingga perlu dilakukan pemungutan suara ulang, jumlah pemilih di sana hanya 1,5 juta, sehingga jika pun semua pemilih Papua memilih Prabowo - Hatta, hasilnya tetap Jokowi-Hatta yang menang.
Saya menyadari kekecewaan Prabowo jika gugatannya ditolak oleh MK. Sepanjang 15 tahun terakhir pikiran dan tenaganya dicurahkan untuk terpilih menjadi presiden. Sementara pada saat-sat akhir ini, tim kampanye dan tim hukumnya tampak tampil meyakinkan di hadapan Prabowo, bahwa dia seharunya yang menang pemilu.
Entah ilmu apa yang ditanamkan ke benak Prabowo oleh orang-orang sekitarnya itu, sehingga Prabowo masih yakin bahwa dirinya tidak menjadi presiden terpilih karena dicurangi dan dizalimi. Menjadi kewajiban moral bagi orang-orang di sekeliling Prabowo untuk menunjukkan fakta senyatanya, dan mengajak kembali ke yang benar. Sebab itulah sebaik-baiknya nasihat pada sahabat yang sedang susah. Jika begitu, maka setelah putusan MK nanti, takkan terdengar gugatan-gugatan dari Prabowo.