Sejarah tragis berdirinya Suzuki jadi perusahaan otomotif dunia
Miris, Suzuki ternyata pernah menjadi perusahaan alat perang hingga pabrik cangkul dan sabit.
Tentu Anda sudah tahu perusahaan otomotif Suzuki, bukan? Ya, Suzuki adalah pabrikan kedua Jepang dalam anggota 'Big Four' (Suzuki, Honda, Yamaha, dan Kawasaki). Siapa yang bakal menyangka bahwa ternyata Suzuki dulunya adalah pabrik tenun.
Sang pendiri, Michio Suzuki adalah seorang anak dari petani kapas tradisional Jepang. Pria yang lahir pada 10 Februari 1887 ini memiliki keahlian dalam inovasi sejak kecil. Di usia 22 tahun Suzuki menciptakan alat tenun kayu yang dioperasikan dengan pedal. Produknya laris manis di kalangan penenun. Kemudian dia mendirikan pabrik bernama Suzuki Loom Wooks di daerah Tenjin, Hamamatsu. Berkembang dengan pesat, dia lalu membangun Suzuki Loom Manufacturing Company,Inc pada 15 Maret 1920. Dua tahun berjalan perusahaan tersebut dinobatkan sebagai perusahaan perkakas tenun terbesar di Jepang.
Berawal dari hal tersebut, niatnya untuk mengembangkan usaha muncul. Suzuki ingin membuat sebuah mobil. Nah, dari sinilah cerita jatuh bangun Suzuki mendirikan perusahaan otomotif kelas dunia. Penasaran bagaimana cerita tragisnya? Simak ulasannya berikut ini!
-
Mengapa Suzuki menciptakan Satria FU? Terlahir dari ambisi Suzuki untuk menghadirkan motor bebek dengan kinerja yang unggul, Satria FU sekarang dianggap legenda di jalanan Indonesia.
-
Bagaimana Suzuki Satria FU menjadi legenda di Indonesia? Terlahir dari ambisi Suzuki untuk menghadirkan motor bebek dengan kinerja yang unggul, Satria FU sekarang dianggap legenda di jalanan Indonesia.
-
Apa yang menjadi ciri khas Suzuki Jimny? Meskipun telah mengalami beberapa transformasi untuk tetap relevan dengan perkembangan zaman, Jimny tetap mempertahankan karakteristiknya yang khas.
-
Apa nama awal dari Suzuki Satria FU? Sejarah Satria FU dimulai pada tahun 1997 ketika Suzuki memperkenalkan Satria RU120.
-
Bagaimana Suzuki menghindari kegagalan di industri tenun? Setelah hampir tiga dekade, Suzuki menghadapi penurunan permintaan untuk mesin tenun, meskipun awalnya memiliki kisah yang mirip dengan Toyota dalam hal memulai dari pabrik mesin tenun pada tahun 1909 dan menjalankan usaha ini dengan konsisten. Dalam upayanya untuk menghindari kegagalan, Michio Suzuki, pendiri Suzuki, memutuskan untuk pindah dari industri tenun ke industri otomotif yang sedang berkembang di Jepang pada saat itu.
Bikin mobil tiruan Austin Seven
Pada tahun 1930-an, Jepang pernah dengan China sehingga perekonomian Negeri Matahari Terbit kacau balau. Permintaan mesin tenun turun drastis. Mereka berhenti berinovasi. Hingga akhirnya mereka tertarik untuk berkecimpung di dunia otomotif berbekal pengalaman mesin tenun yang dianggap memiliki sistem yang nyaris sama.
Suzuki mendatangkan mobil Austin Martin pabrikan Inggris. Dia dan para pekerjanya mempreteli mobil tersebut untuk dipelajari sistem mesin dan desainnya. Beberapa bulan kemudian, mereka berhasil membuat duplikat mobil dengan 737cc tersebut.
Kala itu banyak orang yang mencibir karena yang dilakukan Suzuki adalah menjiplak mobil Eropa.
Produk pertamanya gagal di pasaran
Sayang seribu sayang, pemasaran Suzuki untuk mobil duplikat Austin Seven salah besar. Mereka memasarkan mobil pertama bertepatan dengan Jepang yang siap untuk perang. Alhasil, proyek mobil mereka tak pernah diproduksi secara massal.
Ini memang bukan produk original, namun setidaknya Suzuki memiliki usaha untuk membuka peluang. Meski hanya duplikat, setidaknya Austin Seven versi Suzuki tidak akan pernah dilupakan oleh sejarah dunia roda empat Jepang. Pasalnya, Suzuki mampu membangun sebuah mobil dengan kekuatan daya 13hp pada putaran 3500rpm, dan timing pengapiannya dinilai sebagai yang terbaik di zaman itu.
Banting setir ke pabrik pembuat senjata
Usai kegagalan pada mobil duplikat Austin Seven, Suzuki tak tinggal diam. MEski masih berambisi untuk membuat pabrik otomotif, keadaan sangat tidak mendukung itu. Jepang masih terlibat perang. Akhirnya, Suzuki mengikuti arus dan banting setir untuk membangun pabrik yang memproduksi alat perang untuk tentara dan angkatan laut.
Saat tahun 1939-1940, Suzuki hanya menyisakan 15 persen produksi mesin tenun, 10 persen produksi mesin pembuat kain sarung, dan selebihnya menekuni peralatan perang. Dari sini, perusahaan Suzuki berkembang pesat.
Modal untuk kembali ke dunia otomotif
Modal besar usai membangun pabrik alat perang, Suzuki kembali merambah dunia otomotif. Namun kali ini bukan mobil konvensional, melainkan memproduksi kruk-As, piston, blok mesin, untuk kendaraan perang tentara Jepang yang bermesin 6 silinder.
Akhirnya pada tahun 1941 lahir Tokyo Automobile Industries Company (sekarang dikenal dengan nama Isuzu Motor Company) yang menunjuk Suzuki sebagai sub-kontraktor bergerak pada kendaraan perang yang membuat jalannya ke dunia otomotif makin terbuka lebar. Suzuki memperdalam ilmu tentang mobil dengan segenap impiannya yang tersisa.
Baru berkembang, pabrik Suzuki hancur akibat gempa
Lagi-lagi Suzuki tertimpa musibah. Baru saja perusahaannya berkembang, gempa besar mengguncang Jepang dan meluluhlantakkan tanah di berbagai kawasan, termasuk pabrik Suzuki. bencana ini menewaskan hampir seperempat karyawan Suzuki. Tak berhenti di situ, Michio Suzuki kembali tertimpa apes saat pesawat Amerika membombardir daerah sekeliling pabrik Suzuki di Hamamatsu.
Dengan terpaksa, militer Jepang membubarkan Suzuki dan seluruh aktivitas manufaktur mereka di lokasi tersebut. Mereka kemudian menyiapkan 2 tempat di dataran tinggi sekitar Hamamatsu sebagai tempat relokasi Pabrik Suzuki sebelumnya, Yakni Aioi Town dan Takatsuka.
Belum juga berkembang, pabrik baru itu disikat habis oleh bom pasukan udara tentara sekutu.
Beralih ke pabrik cangkul, sabit, dan sparepart mobil
Michio Suzuki dan segenap staff mencoba untuk bangkit usai Jepang habis akibat perang. Mereka berusaha dari nol untuk menjual apa yang bisa dijual dan diproduksi jika memungkinkan. Hingga akhirnya Suzuki mulai merambah usaha produksi cangkul, sabut, drum tangki.
Beruntung, kala itu Sekutu yang masih bertakhta di tanah Jepang memberi izin pada Suzuki untuk memproduksi mesin tenun. Hal tersebut dilakukan karena dianggap tidak bersinggungan dengan mereka.
Era Suzuki mulai berkembang sedikit demi sedikit dengan dibukanya kembali pabrik mesin tenun.
Putra Suzuki lahir, nafas motor mulai mengalir
Dari sinilah muncul sosok Shinzo Suzuki, yang merupakan anak kandung dari Michio Suzuki. Dia dipercaya menjadi Direktur Eksekutif dan Kepala Bidang Penjualan Suzuki. Hasilnya sungguh fantastis, pendapatan perusahaan langsung meningkat drastis dan dewi fortuna berpihak kepada Suzuki.
Tahun 1951, Suzuki resmi berkecimpung di dunia otomotif, khususnya kendaraan roda dua. Ide dari Shunzo Suzuki disetujui dengan membuat sepeda yang memiliki mesin mini. Dengan bantuan Maruyama Zenku, Shunzo akhirnya merilis motor bermesin 2-tak 30cc dengan kekuatan 0,2hp pada tahun 1952.
Ini adalah kali pertama dan tonggak sejarah hadirnya motor Suzuki.