14 Orang kembalikan aliran dana korupsi e-KTP, beberapa anggota DPR
14 Orang kembalikan aliran dana korupsi e-KTP, beberapa anggota DPR. Setidaknya 14 orang yang terindikasi akan segera melakukan pengembalian dana. Bahkan, di antara orang-orang tersebut ada beberapa yang berstatus sebagai anggota DPR. Namun, Febri masih enggan membeberkan nama-nama tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu itikad baik dari pihak-pihak yang tersangkut kasus korupsi e-KTP untuk segera melakukan pengembalian dana. Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah mengungkapkan bahwa saat ini ada setidaknya 14 orang yang terindikasi akan segera melakukan pengembalian dana.
Bahkan, di antara orang-orang tersebut ada beberapa yang berstatus sebagai anggota DPR. Namun, Febri masih enggan membeberkan nama-nama tersebut. "Jika masih ada anggota DPR atau pihak lain yang ingin mengembalikan dana, KPK sangat terbuka sampai dengan saat ini. Karena selain proses yang kita limpahkan hari ini, kami masih terus mendalami informasi-informasi yang ada dan bukti-bukti yang ada dalam proses kasus e-KTP ini," kata Febri, di Gedung KPK, Rabu (1/3).
"Sampai saat ini total ada 14 orang yang sudah mengembalikan uang kepada KPK, dari 14 itu ada anggota DPR, total nilai Rp 30 M. Jika masih ada yang mengembalikan, kami persilakan," lanjut Febri.
14 Orang yang sudah melakukan pengembalian dana tersebut tidak berarti kejahatannya dihapuskan. "Tentu saja pengembalian tidak otomatis menghapus dapat dipidananya seseorang. Kami terus mendalami hal tersebut. Kami akan fokus pada proses persidangan selanjutnya," tegas Febri.
Febri menjelaskan bahwa proses kasus E-KTP dimulai pada 2014. Kemudian mengajukan permohonan penghitungan kerugian negara yang baru didapatkan pertengahan tahun 2016.
"Sampai pada awal 2017 kita bisa memfinalkan dan hari ini baru bisa kami limpahkan ke pengadilan.
Lambatnya proses tersebut membuat pihak KPK meminta agar Majelis Agung (MA) dan seluruh pengadilan Tipikor bisa menunjuk institusi lain untuk bisa menghitung kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus korupsi.
"Dulu pernah ada putusan MK yg menegaskan bahwa institusi lain juga bisa melakukan penghitungan kerugian keuangan negara. Bahkan auditor pun bisa melakukan perhitungan, penyidik pun bisa melakukan perhitungan. Hal itulah yang akan dibuktikan di persidangan, apakah ada kerugian negara," ujar Febri.