19 Desa di Bantul dilanda kekeringan
Pelaksana Harian Kepala BPBD Bantul, Dwi Daryanto menyampaikan baru 11 desa yang mengajukan permohonan droping air bersih. Droping air bersih, lanjut Dwi, sudah dilakukan dan sudah sebanyak 125 tangki yang didistribusikan.
Musim kemarau panjang menyebabkan sejumlah wilayah di DIY mengalami kekeringan. Wilayah Bantul tercatat 19 desa di delapan kecamatan mengalami kekeringan. Meskipun demikian baru 11 desa yang melaporkan kekeringan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah 9BPBD) Kabupaten Bantul.
Pelaksana Harian Kepala BPBD Bantul, Dwi Daryanto menyampaikan baru 11 desa yang mengajukan permohonan droping air bersih. Droping air bersih, lanjut Dwi, sudah dilakukan dan sudah sebanyak 125 tangki yang didistribusikan.
"Warga silakan mengajukan surat permohonan droping air bersih ke BPBD. Setelah melakukan permohonan, warga diharapkan segera menyiapkan tempat penampungan untuk droping air. Cadangan air masih cukup apabila warga menginginkan air bersih," ungkap Dwi saat dihubungi, Rabu (20/9).
Dwi menuturkan jika merujuk data BPBD Bantul, 19 desa yang mengalami kekeringan yakni Desa Mangunan, Muntuk, Jatimulyo, Dlingo, Terong (Kecamatan Dlingo). Lalu di Desa Wukirsari, Selopamioro (Kecamatan Imogiri). Kekeringan juga melanda Desa Wonolelo, Bawuran, Segoroyoso (Kecamatan Pleret).
Kemudian, kekeringan juga melanda Desa Sitimulyo, Srimulyo, Srimartani (Kecamatan Piyungan). Lalu terjadi Desa Bangunjiwo (Kecamatan Kasihan). Di Desa Guwosari, Triwidadi (Kecamatan Pajangan). Di Desa Gilangharjo, Caturharjo (Kecamatan Pandak). Terakhir, di Desa Seloharjo (Kecamatan Pundong).
Terpisah, warga Desa Selopamioro, Suwandi, menjabarkan jika kekeringan sudah dirasakan di wilayahnya sejak dua hingga tiga bulan yang lalu. Sumur-sumur milik warga, kata Suwandi, mengering dan warga kesulitan untuk mencari air bersih.
"Ada ratusan warga di desa ini (Selopamioro) terpaksa membeli air bersih ke pihak swasta. Hampir tiap minggu warga harus membeli air bersih, satu tangkinya dihargai Rp 200 ribu. Kondisi ini jelas dikeluhkan warga, karena pendapatan warga sini tidak tentu karena mayoritas tani," tutup Suwandi.