4 Sentilan pedas Busyro Muqoddas pada SBY
Banyak penyebab mengapa dana bansos menjadi bancakan.
Menjelang Pemilu 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianggap tidak peka. Terutama soal dana bantuan sosial yang mengalir menjelang pemilu tahun ini.
KPK mulai curiga, karena akhir-akhir ini terjadi peningkatan anggaran dana bansos. KPK mencatat, terjadi kenaikan signifikan pencairan dana bansos di 14 kementerian. Lembaga antikorupsi itu khawatir dana bansos disalahgunakan untuk kampanye. Karena itu, KPK meminta agar pencairan dana bansos disetop sampai pemilu selesai.
KPK melihat penggunaan dana bansos itu sarat terjadinya penyelewengan. Apalagi ada perubahan akhir alokasi dana bansos dari Rp 55,68 triliun menjadi Rp 91,8 triliun dalam keputusan presiden.
Banyak penyebab mengapa dana bansos menjadi bancakan. Apa saja?
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Mengapa kasus korupsi Bantuan Presiden diusut oleh KPK? Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan," ujar Tessa Mahardika Sugiarto. Dalam prosesnya, kasus itu pun bercabang hingga akhirnya terungkap ada korupsi bantuan Presiden yang kini telah proses penyidikan oleh KPK.
-
Kapan kasus korupsi Bantuan Presiden terjadi? Ini dalam rangka pengadaan bantuan sosial presiden terkait penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada Kemensos RI tahun 2020," tambah Tessa.
-
Bagaimana modus korupsi yang dilakukan dalam Bantuan Presiden? Modusnya sama sebenarnya dengan OTT (Juliari Batubara) itu. (Dikurangi) kualitasnya," ucap Tessa.
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Siapa yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi Bantuan Presiden? Adapun dalam perkara ini, KPK telah menetapkan satu orang tersangka yakni Ivo Wongkaren yang merupakan Direktur Utama Mitra Energi Persada, sekaligus Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada tahun 2020.
Gara-gara SBY pilih menteri dari parpol
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas menilai langkah SBY memilih menteri dari petinggi partai tidak tepat. Busyro berharap, presiden mendatang tidak memilih partai yang berorientasi pada bagi-bagi kekuasaan.
Busyro menyebut banyaknya penyelewengan dana bansos akibat sistem pemerintahan tidak tepat. Sebab, banyak kementerian yang dipimpin orang dari partai politik.
Walaupun hal lumrah, kata Busyro, hal itu mempunyai dampak rumit ke depannya. Maka dari itu, pihaknya berharap presiden pengganti Susilo Bambang Yudhoyono mampu mengambil pelajaran atas hal tersebut.
"Itu hal lumrah yang tidak terhindarkan. Tapi timbulkan permasalahan-permasalahan yang rumit. Ini pelajaran bagi presiden yang akan datang. Kalau pilih (menteri) jangan dari politisi-politisi sepenuhnya," tegasnya.
Koalisi ala SBY bikin korupsi subur
Menurut Busyro, duit negara yang mestinya ditujukan buat membantu rakyat banyak dengan wujud hibah atau bantuan sosial, malah hanya sampai ke tangan segelintir pihak lantaran sarat kepentingan politik. Dia menambahkan, hal itu diperparah karena ternyata penyaluran dana bansos itu kerap meleset lantaran tidak dipersiapkan dengan matang. Apalagi, banyak ditemukan modus pencairan dana bansos atau hibah cuma dilakukan menjelang ajang kompetisi politik macam pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum seperti saat ini.
"Karena itu sudah terlanjur sebagai bentuk kebijakan presiden soal Setgab (Sekretariat Gabungan). Bahasanya koalisi. Pengkavlingan kementerian kepada orang partai politik, dan dalam faktanya ada kementerian yang menimbulkan permasalahan, tidak hanya bansos," kata Busyro dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/4).
Busyro mengatakan, politik bagi-bagi kekuasaan atau kerap disebut 'dagang sapi' dijalankan Presiden SBY akhirnya terbukti menuai bencana. Sebabnya adalah SBY memaksakan kabinet dibentuk tidak dengan cara meritokrasi yang menekankan menempatkan sosok profesional dan mandiri, serta terbebas dari kepentingan politik.
SBY sibuk kampanye
Busyro Muqoddas sempat memahami jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum sempat membaca surat imbauan dari KPK terkait pengelolaan dana bantuan sosial. SBY waktu itu bertolak dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta ke Lampung untuk kampanye Partai Demokrat.
"Bisa dimaklumi di musim penggalangan massa untuk lebih mementingkan parpol masing-masing. Tapi saya percaya beliau akan memerhatikan dengan cermat," ujar Busyro melalui pesan singkat, Kamis (27/3).
Menurut Busyro, KPK melihat penggunaan dana bansos itu sarat terjadinya penyelewengan. Apalagi ada perubahan akhir alokasi dana bansos dari Rp 55,68 triliun menjadi Rp 91,8 triliun dalam keputusan presiden.
KPK menduga perubahan yang drastis itu akibat menjelang Pemilu 2014. Busyro yakin jika dana bansos itu justru dijadikan bancakan oleh pejabat-pejabat incumbent.
SBY diminta ubah kebijakan dana bansos
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengawasi dugaan penyalahgunaan penyaluran dana bantuan sosial pada berbagai kementerian dan pemerintah daerah menjelang pemilu. Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, dari kajian dilakukan lembaganya terungkap fakta penyaluran dana bansos atau hibah sengaja dibikin tidak tepat sasaran.
Busyro mengatakan, dari kajian itu didapat beberapa kesimpulan, salah satunya penyaluran dana bansos kerap diselewengkan mendekati pelaksanaan kompetisi politik seperti pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum. Apalagi, dari hasil riset itu juga terkuak fakta sampai saat ini tidak ada satupun penjelasan rinci mengenai pentingnya alokasi dan pencairan, serta jumlah dana bansos itu. Sehingga hal itu justru menguatkan dugaan dana bansos hanya menjadi ajang merampok duit rakyat demi kepentingan golongan. Dia melanjutkan, banyak dari alokasi dana bansos itu tidak melalui kajian mendalam.
"KPK tidak memperoleh data apakah ada calon petahana (incumbent) mempunyai kebijakan yang diketahui oleh masyarakat dana bansos itu jumlahnya sekian. Digunakan untuk sekian butir kebutuhan rakyat. Pencairannya antara bulan ini dan ini. Kami tidak menemukan data. Karena ini tidak kami temukan, maka gejala yang ada ini rawan penyalahgunaan," kata Busyro dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/4).
Bahkan menurut Busyro, pemerintah harus mengambil atau mengubah kebijakan ihwal dana bansos itu secara radikal. Dia mengatakan, jika langkah diambil hanya menghentikan sementara alokasi dan pencairan dana bansos justru tidak menyelesaikan masalah.