Ada 2 padepokan penggandaan uang di Samarinda seperti Dimas Kanjeng
Ada 2 padepokan penggandaan uang di Samarinda seperti Dimas Kanjeng. MUI mendapat laporan adanya dua padepokan di Samarinda yang melakukan praktik penggandaan uang mirip Dimas Kanjeng.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Samarinda, mensinyalir ada dua padepokan lain di Samarinda, yang diduga menjalankan praktik penggandaan uang. Meski tidak setenar padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi, dua padepokan lain itu dinilai meresahkan.
MUI Samarinda dalam setahun terakhir menerima laporan adanya tiga padepokan yang meminta mahar. Salah satunya adalah padepokan Taat Pribadi, yang berlokasi di Jalan Ir Sutami, Sungai Kunjang, Samarinda, yang terhitung mulai hari ini ditutup.
"Di Samarinda, ini pemberitahuannya sudah setahun lalu, ada tiga padepokan. Ada penggandaan uang dari Jawa Timur, diminta bayar sejumlah uang per orang, dan bisa bertemu dengan Tuhan," kata Ketua MUI Kota Samarinda KH Zaini Naim kepada wartawan di Samarinda, Kamis (6/10).
"Jadi sekarang, ada dua tempat lainnya di Samarinda setelah di Sungai Kunjang itu. Ada di Kecamatan Samarinda Utara dan Sambutan (di Samarinda Ilir). Ada pengikutnya yang memberitahukan ke MUI," ujar Zaini.
Di Sambutan misalnya, pengikut padepokan merasa dibohongi dengan pengelola padepokan, yang dipimpin seorang ustaz. "Laporan merasa dibodohi. Kok uang tidak kembali, kemudian tidak bisa lihat Tuhan. Dan ustaz ternyata tidak datang-datang lagi," sebut Zaini.
"Sepertinya dari Jawa Timur ini, seperti membentuk semacam sales di sini, mencari para pengikutnya. Kalau yang di Sungai Kunjang (Padepokan Taat Pribadi) ini, Lurahnya memberitahukan resmi ke MUI," terang Zaini.
"Kepada masyarakat saya ingatkan bahwa jika bertemu ustaz, kalau ujung-ujungnya bicara uang, bicara seks, itu tidak benar. Yang benar itu, adalah keikhlasan. Apakah yang di Samarinda Utara dan Ilir ini pengikut Dimas Kanjeng juga, saya belum tahu persis," tegas Zaini.
Namun demikian, masih diterangkan Zaini, terkait jumlah pengikut padepokan Majelis Ta'lim Daarul Ukhuwah, sejauh ini belum bisa dipastikan. "Kalau jumlah persis pengikut, belum ada data. Tapi memang banyak pengikutnya," lanjutnya.
"Hati-hati ketika mau belajar agama dengan seseorang itu perhatikan kualitas agamanya bagaimana. Apa yang diajarkan, kalau doa yang diajarkan apa? Medianya benar atau tidaknya, kemudian motivasinya apa?"
Juga dijelaskan Zaini, MUI telah mengeluarkan fatwa di Gontor tahun 2006 lalu, agar masyarakat bisa jeli membedakan. "Jangan hanya melihat penampakan bersorban. Jangan cuma yang tersirat, tapi harus tahu yang tersurat," ungkap Zaini mengingatkan.
"Di agama kita, gelar ustaz atau kiai, tidak mudah, dan memang itu repot. Ustaz itu orang yang paham benar tentang agama. Kalau kiai diikuti dengan amalnya. Apa yang diucapkan, sama dengan tindakannya," demikian Zaini.