Alex Noedin diduga dukung 2 tersangka gunakan dana hibah
Meski diperiksa secara maraton, Kejagung belum juga menetapkan tersangka baru.
Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin kembali diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia diperiksa masih dalam status saksi kasus dugaan korupsi dana hibah dan uang reses Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2013.
Jampidsus Arminsyah mengatakan kali ini Alex dimintai keterangan untuk dua tersangka yakni Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provoinsi Sumsel Laonma Tobing dan Kepala Kesbangpol Sumsel berinisial Ikhwanudin.
"Dia (Alex) diperiksa sebagai saksi dari dua tersangka. Dengan pertanyaan 15 digali masalah penggunaan dana hibah," kata Jampidsus Arminsyah di Kejagung, Jakarta, Kamis (23/6).
Arminsyah membeberkan dugaan peran Alex atas dua tersangka tersebut. Politikus Golkar ini diduga memberi dukungan kepada dua tersangka itu untuk menggunakan dana hibah.
"Sementara mendukung, dugaan terhadap dua tersangka ini," terang dia.
Setelah memeriksa Alex, Kejagung juga bakal memeriksa dua orang tersangka dalam kasus tersebut. Kemungkinan, dua tersangka itu bakal diperiksa setelah hari raya Idul Fitri.
"Nanti habis lebaran (pemeriksaan)," pungkas dia.
Diketahui, dalam kasus ini Alex Noerdin sudah beberapa kali diperiksa penyidik Jampidsus Kejagung. Namun, meski memeriksa Alex Noerdin secara maraton, Kejagung belum juga menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut.
Kuat dugaan, Alex Noerdin diperiksa lantaran mengetahui rentetan rasuah tersebut. Bahkan, Kejagung pun tengah mempertimbangkan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap politikus Golkar tersebut.
Sedangkan dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini adalah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sumsel Laonma Tobing dan mantan Kepala Kesbangpol Sumsel berinisial Ikhwanudin.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap terbukti ikut terlibat dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 2,1 triliun tersebut.
"Sejak perencanaan, penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana hibah serta bansos dilakukan tanpa melalui proses evaluasi SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) sehingga diduga terjadi pertanggungjawaban penggunaan yang fiktif dan tidak sesuai peruntukan," kata Amir di Kejagung, Jakarta, Selasa (31/5).