Anak Ongen buat surat terbuka untuk pemimpin Asean & Presiden Obama
Tujuannya agar dunia luar tahu bagaimana proses hukum di Indonesia.
Keluarga dan anak Yulian Paonganan alias Ongen membuat surat terbuka untuk pemimpin Asean dan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama yang saat ini sedang berkumpul dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi Asean-Amerika Serikat di Amerika pada tanggal 15-16 Februari 2016. Tujuannya agar dunia luar tahu bagaimana proses hukum di Indonesia.
Padahal, berkas perkara Ongen sudah dikirim ke kejaksaan tapi tidak diterima atau dikembalikan lagi oleh jaksa supaya penyidik kepolisian melengkapi alat bukti yang belum cukup (P19). Karena, penyidik Polri diminta untuk mencantumkan keterangan Presiden Jokowi yang fotonya ada dalam berkas.
Hal itu membuat keluarga dan anak Ongen yakni Wino, Thya dan Chika merasa kehilangan sang ayah, sebab sudah hampir 62 hari Ongen ditahan oleh penyidik Bareskrim. Bahkan, saat ini masa penahanan Ongen diperpanjang lagi oleh Polri atas izin yang diberikan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Berikut surat terbuka keluarga dan anak Yulian Paonganan alias Ongen, seperti yang diterima, Senin (15/2).
Melalui surat terbuka itu, saya sebagai warga negara Indonesia menyampaikan kepada para pemimpin Asean dan Amerika Serikat tentang kondisi demokrasi Indonesia setelah Pemilihan Presiden 2014 mengalami kemerosotan. Sebab, pengunaan kekuasaan sebagai kekuatan yang mengubah hukum jadi ancaman demokrasi.
Kepolisian Indonesia salah satu penegak hukum yang paling sulit menyesuaikan diri dengan proses demokrasi di Indonesia, bongkar pasang dan mencari jenderal polisi yang profesional dan bersih sejak tahun 1998 adalah problem yang belum terpecahkan. Kepolisian selalu menjadi sorotan dan sumber masalah terutama soal pemberantasan korupsi.
Setelah Pemilu 2014 muncul beruntun kriminalisasi dan politisasi antar penegak hukum seperti kasus penangkapan penahanan pimpinan KPK hingga yang menimpa ayah saya Dr Yulian Paonganan.
Padahal, Ongen merupakan warga negara biasa yang bersikap kritis terhadap Presiden Joko Widodo yang berujung pada penangkapan dan penahanan serta penggunaan pasal hukum yang salah bahkan dipaksakan.
Kami menganggap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap ayah saya (Ongen) memiliki tujuan politik tersendiri yang tidak sama dengan tujuan penegakan hukum yang berdasar aturan hukum yang ada.
Pemerintahan kami saat ini dibawah kepemimpinan Joko Widodo alergi terhadap kritik dan kembali mendekati masa suram Indonesia di masa lalu, dimana hukum menjadi instrumen politik yang melanggar HAM universal.
Presiden Obama dan para pemimpin Asean mungkin sudah mengetahui kondisi hukum dan ancaman demokasi dan HAM di Indonesia. Kasus yang menimpa ayah saya sebetulnya masalah dalam negeri kami sendiri.
Tetapi Presiden kami tidak mau mendengar kritik masyarakatnya malah diam di saat ada warga negaranya yang dirampas kemerdekaannya. Kami sudah 62 hari kehilangan ayah yang sangat kami cintai karena ditangkap, ditahan secara sewenang-wenang.
Karena itu, kepada Anda semua yang hadir dalam pertemuan memiliki kewajiban yang sama seperti kami rakyat Indonesia untuk mengingatkan Presiden kami yang hadir di pertemuan itu agar memegang teguh apa yang sudah tertera pada pasal 9 deklarasi umum HAM.
"Kami tidak semata memperjuangkan pembebasan ayah kami, tetapi kami ingin semua agenda yang dibicarakan di sana bisa terwujud nantinya di Indonesia sehingga tidak sia-sia," jelasnya.
Semua agenda kerja sama Asean dan Amerika serikat bisa terjalin seperti selama ini apabila demokrasi dan hal fundamental HAM sudah tidak lagi menjadi masalah serta aparat hukum bekerja dengan tujuan hukum dan keadilan. Kerjasama politik dan ekonomi itu syaratnya adalah kepastian hukum.
Semoga sepulangnya dari pertemuan itu, Presiden kami berubah pikiran dan mencoba menjadi pemimpin yang menghormati persoalan fundamental dalam demokrasi, hukum dan HAM. Cukup sudah ayah kami menjadi korban kriminalisasi terakhir.
Kami ingin menyambut kepulangan ayah kami dihalaman depan tempat biasa kami berkumpul bersama. Tak ada dendam sedikitpun dari kami kepada pemerintah yang sudah mengambil hak kemerdekaan sebagai manusia. Kami memaafkan, tapi kami tidak akan melupakan.