ATVSI: Masyarakat Masih Peduli Cek Informasi Medsos ke Media Mainstream
Sekjen Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar menyampaikan, fenomena yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Masyarakat nyatanya semakin peduli untuk memeriksa kebenaran informasi yang diperoleh di media sosial, lewat media mainstream.
Kecepatan penyebaran informasi lewat media sosial kini semakin masif, sejalan dengan terus berkembangnya teknologi. Media mainstream seperti televisi, radio, dan koran yang dinilai konvensional pun disebut-sebut akan terjun bebas tertinggal.
Sekjen Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Gilang Iskandar menyampaikan, fenomena yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Masyarakat nyatanya semakin peduli untuk memeriksa kebenaran informasi yang diperoleh di media sosial, lewat media mainstream.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
-
Apa yang Soeharto katakan tentang berita hoaks yang mengarah ke Tapos? Memberitakan dengan tujuan negatif, karena mereka tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Tapos ini," jelas Soeharto dikutip dari akun Instagram @jejaksoeharto. Karena memikirkan ini peternakan dari Presiden, padahal bukan peternakan Presiden, ini sebenarnya punya anak-anak saya yang saya mbonceng untuk mengadakan riset dan penelitian," kata Soeharto menambahkan.
-
Siapa yang diharuskan bertanggung jawab atas konten hoax di media digital? Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa apabila ada konten hoaks, yang pertama kali bertanggung jawab adalah platformnya, bukan si pembuat konten tersebut.
-
Bagaimana cara mengecek kebenaran berita hoaks tersebut? Penelusuran Mula-mula dilakukan dengan memasukkan kata kunci "Menteri Amerika klaim: Kominfo Indonesia sangat bodoh, Databesa Negaranya dihacker tidak tau, karena terlalu sibuk ngurus Palestina" di situs Liputan6.com.Hasilnya tidak ditemukan artikel dengan judul yang sama.
-
Mengapa berita hoaks tentang Pegi dibebaskan dari tahanan polisi dibagikan di media sosial? Berita tersebut dibagikan oleh akun Facebook dengan nama Novita Erna Kreator, Uda Dedi, dan Pak Tri. Ketiga akun tersebut membagikan tangkapan layar sebuah video di Youtube berjudul “Duakui Salah Tangkap!! Egi Palsu Resmi Di Lepas, Hotman Paris & Ibu Putri Turun” yang diunggah oleh akun Media Populer.
"Bagian penelitian mengatakan kalau sekarang masyarakat menerima berita di media sosial, mereka akan mengkonfirmasi ke media mainstream, salah satunya televisi. Ini informasi yang membahagiakan. Masyarakat peduli," tutur Gilang di Kantor KAHMI, Jakarta Selatan, Jumat (13/12).
Gilang merujuk pada penelitian yang dilakukan lembaga riset Nielsen tahun 2019 ini. Ditemukan bahwa, Generasi Z yang lahir di atas tahun 2000 masih sangat menikmati siaran televisi.
"Yang nonton TV masih 96 persen. Yang akses internet juga tinggi, 93 persen. Untuk Radio 32 persen, OOH 53 persen, dan cetak 4 persen," jelas dia.
Sementara Generasi Milenial yang lahir pada tahun 80 hingga 90-an ke atas, sebanyak 93 persen menyaksikan televisi dan penggunaan internet meningkat hingga 72 persen. Adapun generasi yang lahir pada 1980 ke bawah, 96 persen menyaksikan televisi dan 33 persen menggunakan internet.
"Kenapa TV masih diminati? Pertama, karena free to air, gratis dalam mengakses. Kalau internet harus bayar. Tapi kalau ditanya ke pengiklan kenapa masih ke TV karena TV masih memiliki daya penetrasi yang besar. Bisa masuk alam bawah sadar dan masuk ke pikiran orang. Mengubah pola pikir, sikap, pandangan, tindakan, dan perilaku," kata Gilang.
Meski begitu, lanjutnya, di tahun 2019 ini presentasi kenaikan pengiklan melalui media modern alias yang menggunakan internet meningkat sangat signifikan.
"Kenaikan signifikan ada di media modern platform digital ini. Kenaikannya 18,2 persen. Sedangkan TV kenaikannya hanya 3,1 persen," ujarnya.
Koordinator Presidium Majelis Nasional KAHMI, Hamdan Zulfa menambahkan, media mainstream memiliki peran penting dalam mengatasi sulitnya kontrol penyebaran informasi di media modern berbasis internet.
"Media memiliki dua posisi, secara strategis bisa dimanfaatkan sebagai kekuatan pertahanan keamanan negara, bisa juga sekaligus menjadi ancaman," beber Hamdan.
Di masa sekarang, media bisa menentukan pertahanan dan keamanan suatu bangsa. Tugas warga negara adalah membantu menjaga keutuhan negara, dengan menggunakan alat perang yang sama yaitu media.
"Dengan demikian, tanggung jawab media modern ini adalah tanggung jawab seluruh warga Indonesia. Tentu penanggung jawab utama adalah pemerintah, tapi kita perlu memberikan sokongan," Hamdan menandaskan.
Reporter: Nanda Perdana Putra
Sumber: Liputan6.com