Awal mula 'persaudaraan' Soeharto dan konglomerat Liem Sioe Liong
Liem Sioe Liong atau Sudono Salim terkenal sebagai salah satu taipan sekaligus cukong Soeharto pada zaman Orde Baru.
Siapa yang tidak kenal dengan Liem Sioe Liong atau Sudono Salim yang terkenal sebagai salah satu taipan terkenal sekaligus cukong Soeharto pada zaman Orde Baru. Pasangan suami-istri Nancy Chng dan Richard Borsuk dalam bukunya "Liem Sioe Liong's Salim Group: The Business Pillar of Suharto's Indonesia" menjelaskan secara detail bagaimana taipan tersebut menjadi penyokong pendanaan pemerintahan Suharto pada masanya.
Dalam buku tersebut di mana kedua mantan wartawan tersebut secara langsung mewawancarai Liem, dia mengingat kembali pertemuan pertamanya dengan Soeharto, yaitu pada saat perang kemerdekaan. Soeharto masih menjadi perwira yang ditempatkan di Jawa Tengah sementara Liem adalah pedagang yang menyediakan bahan makanan untuk para prajurit di unit Soeharto.
Penempatan Soeharto sebagai komandan Divisi Diponegoro di Semarang pada tahun 1956 merekatkan kembali hubungannya dengan Liem yang saat itu sudah pindah ke Jakarta dari tempat tinggal sebelumnya yaitu di Kudus. Beberapa ajudan Soeharto, waktu itu, bertanggung jawab atas keuangan divisi tersebut, membuat hubungan Soeharto dengan Liem kembali erat.
Kepercayaan yang dibangun oleh Liem kepada ajudan-ajudan teratas Soeharto menjadi berguna pada saat Soeharto menjadi presiden dan tengah mencari pengusaha untuk diajak bekerja sama. Pada awal hubungan mereka, Liem mengatakan mengutip filosofi Presiden China waktu itu kepada Soeharto, "Pemimpin yang bagus harus menyediakan empat kebutuhan dasar pada rakyatnya - sandang, pangan, papan dan transportasi." Hal tersebut juga sejalan dengan filosofi Jawa yang mengutamakan sandang, pangan dan papan sebagai kebutuhan pokok.
"Anda butuh uang, saya bisa membantu mendapatkannya," ujar Liem kepada Soeharto. Liem juga menambahkan bahwa hubungannya dengan Soeharto waktu itu "seperti saudara."
Hubungan tersebut semakin erat karena Soeharto selalu mencari Liem sebagai teman diskusi pada saat dia menjabat sebagai presiden. Selain itu, Liem juga menjadi pengunjung tetap Cendana.
Ketertarikan Soeharto untuk berbisnis sudah lama muncul, yaitu pada saat dia berkarir di bidang militer. Seperti komando resimen lainnya, Soeharto waktu itu juga diharapkan bisa mendapatkan pemasukan tambahan untuk membayar prajuritnya.
Pada awal tahun 1950an, Soeharto mempunyai beberapa ajudan dan pengusaha terpercaya seperti Sudjono Humardani dan Mohamad "Bob" Hasan yang bergabung membentuk usaha yang menghasilkan uang. Usaha awal mereka antara lain adalah menukar gula dari Jawa dengan beras.
Namun, antusiasme Soeharto dalam mengumpulkan uang tersebut berujung getir, karena dia terkena teguran dan diberhentikan sebagai Panglima Jawa Tengah tahun 1959.