Bahaya mengintai warga pakai kaos Turn Back Crime
"Masyarakat kita ini gampang ikut-ikutan trend yang sedang berkembang, tidak melihat terlebih dahulu kegunaannya."
Beberapa pekan lalu pihak kepolisian berhasil melumpuhkan kawanan teroris di Thamrin, Jakarta Pusat. Polisi menjadi pusat perhatian bukan karena aksi gagahnya, tetapi justru penampilan mereka jadi pembicaraan.
Saat itu polisi memakai baju bertuliskan Turn Back Crime. Belum lagi jam dan sepatu bermerek juga melekat di tubuh. Belakangan gaya itu digandrungi oleh masyarakat.
Sosiolog Musni Umar mengatakan kecenderungan masyarakat Indonesia mengikuti trend karena latah tanpa berpikir baik dan buruknya terlebih dahulu. Bahkan dia menilai, masyarakat yang ikut-ikutan dianggap tidak rasional.
"Masyarakat kita latah dan tidak rasional, sudah jelas-jelas dia masyarakat biasa kenapa ikut-ikutan pakai seragam polisi (kaos Turn Back Crime). Masyarakat kita ini gampang ikut-ikutan trend yang sedang berkembang, tidak melihat terlebih dahulu kegunaannya. Pokoknya ikut saja, tanpa pikir akibatnya," kata Musni saat dihubungi merdeka.com, Jumat (28/1).
Musni menilai, masyarakat yang terbawa 'arus' trend disebabkan faktor tingkat pendidikan yang masih rendah. Disamping itu, kurangnya pemahaman terhadap sesuatu yang mereka gandrungi.
"Ini akibat pendidikan belum memadai, sebagai informasi saja 76 persen masyarakat Indonesia berpendidikan SD dan SMP, dan 75 persen tenaga kerja kita berpendidikan SD," paparnya.
Artinya, lanjut Musni, masyarakat kita belum bisa berpikir rasional, apa manfaat ekonomi yang diperoleh dan efek buruk yang akan ditimbulkan. "Di situ perbedaan masyarakat yang kurang berpendidikan dan terukur (berpendidikan)" kata dia.
Lebih jauh Musni mengungkapkan, budaya latah ikut-ikutan memakai kaos Turn Back Crime bagi masyarakat sipil dampaknya sangat besar, karena dikhawatirkan akan membahayakan nyawa si pemakai kaos biru tersebut.
"Nah, jadi itu dia tidak melihat apa dampaknya. Bisa-bisa menjadi sasaran para penjahat, preman, karena disangka anggota polisi, padahal masyarakat biasa," ucap Musni.
Dia tidak sepakat jika memakai kaos Turn Back Crime membuat bangga si pemakainya, apalagi masyarakat memakainya untuk kegiatan sehari-hari.
"Untuk apa kita berbangga, kalau tidak memberi manfaat, lebih banyak mudaratnya menjadi sasaran orang-orang jahat," tuturnya.
Sebab itu, masih kata Musni, masyarakat harus dididik tidak asal mengikuti trend yang dipromosikan oleh para penjual dan lembaga tertentu.
"Kalau dilihat dari segi bisnisnya yang menjual pakaian (kaos Turn Back Crime) itu melihat sebagai peluang bisnis untuk mendapatkan uang, tinggal bagaimana masyarakat cerdas memilih, jangan asal ikut-ikuta trend," tegasnya.
Sementara itu, Dirkrimum Kombes Krishna Murti menilai Turn Back Crime ibarat virus yang kini tengah digandrungi oleh masyarakat. Hal ini terlihat dengan banyaknya kaos tiruan berwarna biru tua tersebut.
"Kamu lihat, Turn Back Crime saya ini sudah ke Indoensia, tiruannya sudah muncul. Selain follower, ada juga KW-KW-nya, itu fenomena. Itu dipakai di New York, berhasil," katanya.