Bantah Ryamizard, Kepala BNPT Tegaskan Data 3% TNI Radikal Tak Akurat
Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Pada saat pemaparan, Pimpinan sidang Sarifuddin Sudding menanyakan informasi yang menyebut tiga persen TNI terpapar radikalisme.
Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Pada saat pemaparan, Pimpinan sidang Sarifuddin Sudding menanyakan informasi yang menyebut tiga persen TNI terpapar radikalisme.
"Terkait statement (mantan) Menhan Ryamizard ada 3 persen TNI kita terpapar radikalisme atau terorisme bagaimana?" tanya Sudding di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (21/11).
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Apa yang Suwardi budidayakan? Suwardi memulai usaha itu hanya dengan modal Rp300 ribu. Suwardi mengembangkan budidaya belut di Dusun Sabrang Wetan, Desa Wukirsari, Kapanewon Cangkringan, Sleman.
-
Bagaimana tanggapan Plt Kepala BPS terkait kritik Komisi XI DPR RI? Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, BPS memiliki indikator kesejahteraan petani melalui Indeks Kesejahteraan Petani yang tahun 2023 sedang dalam proses pencacahan di lapangan.“Harapannya indikator dapat menjadi indikator lebih baik untuk mengukur kinerja pembangunan sektor pertanian," katanya.
-
Kenapa Suwardi memulai budidaya belut? Pada awalnya, Suwardi ingin memiliki usaha sampingan karena banyak tetangganya yang memiliki usaha sampingan selain pekerjaan tetapnya. Kebanyakan dari mereka punya usaha sampingan sebagai peternak.
-
Apa yang diumumkan oleh BPBD DKI Jakarta? Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mengumumkan, cuaca ekstrem berpotensi melanda Ibu Kota hingga 8 Maret 2024.
-
Bagaimana Suwardi memulai budidaya belut? Waktu itu Suwardi tak punya lahan lain selain lahan rumahnya. Maka dari itu ia memulai beternak belut menggunakan gentong plastik.
Kepala BNPT Suhardi Alius menjawab bahwa ia tidak tahu dari mana asal data 3 persen itu dan tidak pernah merilis data tingkat radikalisme di instansi mana pun.
"Begitu ada statement itu kami ditelepon Pak Wiranto (eks Menkopolhukam) langsung, dari mana data itu? Kami juga tidak tahu pak, silakan bapak tanya pak Menhan karena tidak punya data itu," kata Suhardi.
Tak Pernah Merilis Data
Suhardi mengakui pemetaan adanya radikalisme ditemukan di berbagai instansi termasuk TNI, ASN hingga kampus. Namun, pihaknya tidak pernah merilis data melainkan mereduksi.
"Sebagai informasi ASN juga demikian, kita banyak petakan dan kami kerja sama dengan Kemenpan RB, tapi yang kita sampaikan bagaimana kita mereduksinya. Sama dengan perguruan tinggi kami tidak pernah merilis jumlah perguruan tinggi sekian, semua ada tapi tebal tipisnya berbeda-beda," ucapnya.
"Kami berikan ceramah bahkan guru besar kumpul kami berikan penjelasan jangan aneh-aneh ini NKRI, kami tekankan itu di lembaga terkenal Indonesia itu, tapi janganlah rilis hal yang memperkeruh suasana yang menimbulkan ketakutan, ini yang coba kami akselerasi," sambungnya.
Sudding lantas memastikan apakah data dari pernyataan itu tidak tepat. Suhardi menjawab bahwa data itu tidak akurat.
"Tidak akurat pak. Tidak ada data sama sekali, mungkin bapak bisa tanya sama mabes TNI," jawabnya.
(mdk/rnd)