Bawaslu Temukan Dugaan Penyalahgunaan Bansos Covid-19 Oleh Paslon Pilkada
Salah satu bentuk pelanggaran yang terjadi terkait pemberian bantuan sosial yang diberikan pada warga. Di mana, terdapat gambar atau simbol pasangan calon bukan simbol pemerintahan. Padahal, kata Abhan, bantuan tersebut dari pemerintah setempat.
Ketua Bawaslu, Abhan, mengatakan terdapat dugaan pelanggaran yang sering terjadi dalam Pilkada. Terlebih di tengah pandemi Covid-19.
Salah satu bentuk pelanggaran yang terjadi terkait pemberian bantuan sosial yang diberikan pada warga. Di mana, terdapat gambar atau simbol pasangan calon bukan simbol pemerintahan. Padahal, kata Abhan, bantuan tersebut dari pemerintah setempat.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Siapa yang berpartisipasi dalam Pilkada Serentak 2015? Pilkada serentak 2015 digelar untuk daerah-daerah dengan masa jabatan kepala daerah yang habis pada periode 2015 sampai Juni 2016.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
"Ini terkait fasilitasi anggaran untuk kampanye apalagi di tengah pandemi Covid-19, di beberapa daerah ada dugaan pidananya yaitu diduga melanggar Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 terkait penyalahgunaan wewenang. Misalnya bansos (bantuan sosial) disalahgunakan untuk kepentingan paslon atau partai tertentu untuk kepentingan kampanye," kata Abhan dikutip dalam laman bawaslu.go.id, Kamis (5/10).
Pelanggaran lainnya, yakni mengubah perolehan suara tidak sesuai prosedur. Kemudian dukungan palsu untuk paslon jalur perseorangan dengan menyerahkan dokumen atau keterangan palsu syarat pencalonan dan calon. Selanjutnya mencoblos lebih dari satu kali, serta kampanye di tempat ibadah atau tempat pendidikan.
"Pidana lainnya yaitu soal politik uang atau mahar politik, penyalahgunaan fasilitas dan anggaran pemerintah untuk kampanye," ungkap Abhan.
Abhan menjelaskan, terdapat banyak norma yang mengatur tindak pidana pemilihan yaitu 68 norma dan diatur dalam 43 pasal. Dia yakin lebih efektif penindakan administratif dibandingkan pidana. Dirinya beralasan, paslon lebih takut sanksi diskualifikasi.
"Paslon lebih takut dengan sanksi administratif terutama didiskualifikasi itu sanksi yang paling ditakuti daripada sanksi pada pidana," kata Abhan.
Baca juga:
Jelang Pilkada 2020, Bawaslu Ingatkan KPU Masalah Penerapan Sirekap
Bawaslu Akui Gaji Panwascam Tak Sebanding dengan Risiko
Bawaslu Minta Panwascam Awasi Pembagian Sembako Peserta Pilkada 2020
Bawaslu Berhentikan 20 Penyelenggara Pemilu Ad Hoc yang Langgar Kode Etik
Bawaslu Larang Panwas Bertemu Peserta Pilkada Secara Diam-Diam
Bawaslu Jateng Catat 37.605 Alat Peraga Kampanye Langgar Aturan
Tim Paslon Pilkada Bengkalis Bahrun-Herman Dilaporkan atas Dugaan Politik Uang