Benarkah KPU sengaja jegal Pilwali Surabaya 2015?
Soekarwo menilai KPU telah mematikan hak dipilih dan memilih Rasiyo sebagai warga negara.
Pasca-penetapan pasangan calon (Paslon) Pilwali Surabaya, Jawa Timur, Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, terus dibanjiri kecaman, termasuk dari partai pengusung Rasiyo-Dhimam Abror, yaitu Partai Demokrat dan Partai Amanah Nasional (PAN). KPU Surabaya, dinilai sengaja 'menjegal' pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2015 mendatang di Kota Pahlawan ini.
Minggu kemarin (30/8), usai penetapan Paslon Pilwali Surabaya, Partai Demokrat protes soal larangan KPU, yang tidak membolehkan Rasiyo-Abror mendaftar lagi di perpanjangan pendaftaran tambahan pada 6 hingga 8 September.
Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur, Soekarwo menilai KPU telah mematikan hak dipilih dan memilih Rasiyo sebagai warga negara. Sehingga, Demokrat memutuskan akan melaporkan Komisioner KPU Surabaya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Bawaslu dan KPU RI.
Dan hari ini, Senin (31/8), giliran DPP PAN yang melayangkan protes. Melalui Wakil Ketua DPP dan seluruh jajaran DPW dan DPD-nya, PAN mendatangi Kantor KPU Surabaya di Jalan Adityawarman.
"Siang ini, kami akan mendatangi KPU untuk meminta mengubah keputusannya atas pencalonan Rasiyo-Abror," kata Wakil Ketua DPP PAN, Suyoto didampingi Ketua DPD PAN Surabaya, Surat di Kantor DPW, Jalan Dinoyo Surabaya.
Seperti kita ketahui, lanjut Suyoto, kemarin KPU memutuskan berkas Abror tidak memenuhi syarat (TMS). "Ada dua yang dimasalahkan, pertama soal rekomendasi dan soal pajak Abror yang bermasalah. Ini rezim politik, bukan rezim administrasi. KPU tidak bisa memutuskan sendiri kalau surat rekom itu tidak identik. Dia (KPU) tidak pernah menemui DPP untuk menanyakan keaslian dukungan PAN. Yang dukung Abror itu PAN. Dan rekom itu yang ngeluarin juga PAN, kalau tanya ke DPP ya kita akan bilang itu asli. Tapi mereka tidak pernah ke kita (DPP PAN)," tegasnya.
Untuk itu, PAN meminta KPU Surabaya untuk menyambut keputusannya Minggu kemarin. Perbedaan scan Surat Keputusan DPP PAN antara yang diserahkan pada 11 Agustus dengan yang diserahkan pada 19 Agustus, kata Suyoto harus segera dicabut.
"Kalau tidak kita akan lapor ke DKPP. Surat yang asli hilang. Karena kondisinya mepet, kita juga ada Muswil di Kediri, sehingga kita memberi surat melalui faksimile. Kemudian kita buatkan yang baru dengan stempel basah. Jadi nggak mungkin dong, suratnya harus sama dengan yang hilang. Pasti ada perbedaan. Tapi itu asli dukungan dari PAN," tegas Bupati Bojonegoro ini.
Menurut politisi PAN yang akrab disapa Kang Yoto ini, subtansi dukungan DPP PAN adalah kebenaran dukungan, yang berhak menyatakan dukungan itu benar atau salah adalah DPP, bukan KPU. "Seperti keabsahan ijazah seseorang yang berhak menyatakan sah tidaknya adalah sekolah atau lembaga yang mengeluarkannya."
Pertanyaannya, masih kata Kang Yoto, bagaimana hal-hal yang tidak subtantif dapat menggugurkan hak demokrasi. "Terhadap kenyataan ini, setelah hari ini, ketika kami menghadap dan ternyata KPU mengubah keputusannya, maka bersama Partai Demokrat, kami akan segera melakukan langkah-langkah taktis agar Pilwakot Surabaya segera bergulir dan hak publik Surabaya dapat segera terpenuhi."
"Dan bila ternyata KPU tetap pada keputusannya, maka kami akan melakukan langkah-langkah hukum dengan mengadukan tindakan penghilangan hak demokrasi ini kepada DKPP, kemudian meminta kepada pasangan calon untuk menggugat KPU di PTUN," tegasnya.
Suyoto juga menyampaikan, persoalan laporan wajib pajak Abror juga bukan masalah subtantif untuk menggagalkan Pilwali Surabaya. "Jika soal rekom yang dinilai TMS, DPP PAN memastikan itu asli. Khusus mengenai TMS calon wakil wali kota untuk diajukan di pendaftaran tanggal 6 sampai 8 September, kami akan segera membicarakannya dengan Demokrat, dan sore nanti kita akan ketemu dengan Pakde Karwo (Soekarwo) selaku Ketua Demokrat Jatim di Grahadi," tandasnya.
Sekadar tahu, pada putusan KPU Surabaya, Minggu kemarin, memang ada kejanggalan yang patut dicermati. Saat menyatakan berkas Rasiyo-Abror, TMS. Ternyata KPU tidak pernah melakukan verifikasi faktual ke DPP Demokrat maupun PAN, seperti yang diungkap Soekarwo kemarin, dan Suyoto hari ini. Padahal, kemarin, KPU Surabaya mengaku sudah melakukan kros-cek ke Jakarta.
Kejanggalan kedua, KPU membatalkan pendaftaran tanggal 9 hingga 11 Agustus lalu, karena berkas administrasi dan persyaratan Rasiyo-Abror, TMS, sehingga Pilwali Surabaya tetap dihuni calon tunggal, yaitu Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana. Dengan demikian, berdasarkan Surat Edaran KPU Nomor: 443/VIII/2015 tentang Pasal 89 huruf (a) PKPU Nomor 12/2015, KPU akan membuka lagi pendaftaran pada 6 hingga 8 September.
Anehnya, SE KPU Nomor 443/KPU/VIII/2015 ini, justru dikeluarkan setelah SE Nomor 449/KPU/VIII/2015 tentang rekomendasi Bawaslu untuk membuka lagi pendaftaran pada 9 hingga 11 Agustus dan membatalkan SE Nomor 443/KPU/VIII/2015.
Jika SE Nomor 443 ini dikeluarkan KPU pasca-penetapan Minggu kemarin, artinya SE yang sudah dibatalkan oleh SE Nomor 449, berbalik membatalkan SE yang membatalkannya dan akan membuka pendaftaran yang kali keempatnya pada 6 hingga 8 September mendatang. "Sekarang siapa yang bermain, PAN atau KPU," teriak salah satu kader PAN menyahut keterangan Suyoto.