Bidan Emi suka gratiskan biaya persalinan dan berobat pasien miskin
Baginya, nyawa pasien lebih utama ketimbang uang.
Bidan Emi Sukaresmi menjadi buah bibir warga Desa Tajur, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ini lantaran kebaikan Emi yang sering menggratiskan berobat pasien.
"Bu Emi itu orangnya baik sekali, suka membantu dan tidak pernah minta bayaran. Kalaupun warga mau bayar, hanya seikhlasnya saja, warga sini sudah pada kenal sama bu Emi," ucap tetangga Emi, Yanuar, Rabu (17/8). Dikutip dari Antara.
Wanita 54 tahun itu sudah puluhan tahun membuka praktik persalinan di rumahnya dan menyelamatkan banyak pasien. Sebelum menjadi bidan, dia sempat menjadi ahli gizi pada tahun 1983, lalu memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya sebagai bidan di Akademi Kebidanan Bekasi.
Emi sudah 10 tahun terakhir juga membuka praktik di kediamannya, seusai waktu dinas di Puskesmas. Pasien yang datang bukan hanya mereka yang memeriksakan kandungan, tetapi juga pasien dengan keluhan-keluhan penyakit umum.
Tinggal di lingkungan dengan masyarakat berekonomi rendah, sehingga pasien yang meminta pertolongan kerap kali tidak mampu membayar biaya persalinannya.
Peristiwa ini sangat sering terjadi, tetapi Emi mengaku tetap ikhlas melayani pasiennya. Dia menegaskan nyawa pasien dan bayi dalam kandungan itu-lah yang ia utamakan.
"Enggak apa-apa, kan mereka benar-benar tidak mampu, tidak ada salahnya membantu, saya senang kok," tuturnya dengan rendah hati.
Dia berkata hatinya sangat bahagia bila melihat bayi yang dahulu ditolongnya kemudian tumbuh besar dan bersekolah.
Kisah mengharukan suatu hari pada tahun 1992, wanita kelahiran Kuningan, Jawa Barat itu terbangun dari tidur lelap karena mendengar ketukan pintu di rumahnya. ketika dia membuka pintu, terlihat ketua RT setempat dengan panik dan terburu-buru meminta pertolongannya.
Rupanya ada seorang warga desa lain (Desa Guha) yang hendak melahirkan dan tidak ada yang dapat membantu wanita tersebut. Pada saat itu yang dia pikirkan hanya pasien tersebut agar tetap bisa diselamatkan dengan cepat.
Tanpa berpikir panjang dia mengemas peralatan dan bergegas menuju ke Desa Guha bersama dengan ketua RT dengan menggunakan sepeda motor. Setelah satu jam lebih perjalanan, mereka tiba di rumah perempuan yang akan melahirkan tersebut.
Dia terkejut mendapati bahwa di desa tersebut belum ada listrik sehingga proses pertolongan persalinan dilakukan dengan penerangan lentera minyak.
"Dukun bayi di Guha belum bisa menangani jadi saya diminta tolong jam setengah tiga pagi, belum ada handphone juga jadi pak RT harus bolak-balik meminta pertolongan, perjalanannya jauh sekali, ternyata pas sampai sana belum ada lampu belum ada listrik karena daerahnya terpencil," ujarnya.
Setelah beberapa jam menjalani proses persalinan, akhirnya lahirlah seorang bayi perempuan secara normal.
Semenjak kejadian itu, tekad Emi untuk membantu para wanita yang ingin melahirkan semakin kuat. Dia tidak pernah meminta apa pun dari pasien yang sudah dia bantu, karena sadar bahwa jika dia bisa menolong dengan hati yang ikhlas maka balasan akan datang dari manapun.
Emi memiliki sebuah harapan agar untuk selanjutnya dia selalu diberikan kesehatan oleh Allah SWT sehingga terus mampu membantu orang lain yang membutuhkan pertolongannya.