Bisnis Gelap Senjata Api Anggota Brimob dan TNI di Bumi Cendrawasih
Polisi membongkar bisnis senjata api melibatkan anggota Brimob, seorang mantan prajurit TNI dan ASN. Senjata api jenis serbu yakni M-16 dan M-4 itu dijual ke kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua.
Polisi membongkar bisnis senjata api melibatkan anggota Brimob, seorang mantan prajurit TNI dan ASN. Senjata api jenis serbu yakni M-16 dan M-4 itu dijual ke kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua.
Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw mengatakan, para pelaku adalah Bripka MJH (35) anggota Brimob, DC (39) yang merupakan ASN dan anggota Perbakin Nabire dan FHS (39) mantan anggota TNI-AD. Ketiga pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka ini ditahan di Mapolda Papua di Jayapura beserta tiga pucuk senpi yang diamankan yakni jenis M16, M4 dan Glock.
-
Mengapa Brimob dibentuk? Adanya tuntutan dari dalam dan luar negeri yang terus menekan membuat pemerintah militer Jepang menginginkan adanya tenaga cadangan polisi yang dapat digerakkan dengan cepat dan memiliki mobilitas yang tinggi serta dapat berperan sebagai tenaga tempur.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Kapan Hari Brimob diperingati? Bangsa Indonesia memperingati Hari Brimob setiap tanggal 14 November.
-
Siapa saja yang berperan dalam pembentukan Brimob? Korps Brimob Polri adalah pelaksana utama Mabes Polri yang khusus menangani kejahatan berintensitas dan berkadar tinggi.
-
BRImo apa? Melihat perubahan kebiasaan ini, Bank Rakyat Indonesia (BRI) pun berinovasi dengan memperkenalkan layanan perbankan digital BRImo yang diluncurkan pada 2019 lalu.
-
Apa yang terjadi di video yang viral tentang Brimob dan TNI di Papua? Sebuah video memperlihatkan anggota Brimob dan TNI yang sedang baku tembak dengan KKB OPM Papua dan membuat situasi memanas.
"Yang bersangkutan ditahan di Mako Brimob Polda Papua di Kotaraja setelah ditangkap di Nabire, Kamis (21/10)," kata Waterpauw di Jayapura, Jumat (23/10).
Waterpauw menjelaskan, kasus itu terungkap setelah tim gabungan TNI-Polri melakukan penyelidikan terkait maraknya aksi penembakan yang dilakukan KKB di beberapa lokasi di Papua. Dalam operasi gabungan itu menangkap Bripka JH di Nabire bersama dua pucuk senjata jenis senjata serbu yakni M 16 dan M4 itu yang akan dijual ke KKB.
Selain Bripka JH, kata Waterpauw, tim gabungan TNI-Polri juga menangkap dua warga sipil, salah satunya mantan anggota TNI yang diamankan di salah satu kota di Sulawesi Selatan. Dari pengakuan warga yang menjadi perantara, kegiatan jual beli senpi sudah dilakukan enam kali.
Sementara dari pemeriksaan para tersangka, Waterpauw mengatakan, kasus jual beli senjata api dilakukan sejak 2017 lalu. Dia mengungkapkan, senjata api yang dijual berkisar Rp 300 juta hingga Rp 350 juta itu diduga digunakan KKB untuk menembak warga sipil serta aparat keamanan.
Anggota Brimob 7 Kali Bawa Senjata dan Diupah Rp10-30 juta
Dia menambahkan, dari laporan penyidik ketiga tersangka tercatat tujuh kali aksi jual beli senpi. Dari aksinya itu, Bripka MJH mendapat upah membawa senpi dari Jakarta ke Nabire bervariasi dari Rp10 juta hingga Rp30 juta.
Menurut dia, besarnya upah tergantung jenis senjata yang dibawa. Sementara upah termahal adalah senpi jenis M16.
Namun Waterpauw mengaku kesulitan mengungkap kasus tersebut setelah anggota menyelidiki lebih mendalam mengingat senpi yang dibawa dari Jakarta itu memiliki dokumen sehingga maskapai mau membawanya. "Senpi tersebut dibawa melalui route Jakarta-Makassar-Timika-Nabire dan setibanya di Nabire langsung diserahkan ke DC yang selanjutnya menyerahkannya ke pemesan," ujar dia.
Waterpauw menjelaskan, dari hasil pemeriksaan juga terungkap anggota Polri yang bertugas di Brimob Kelapa Dua sudah tujuh kali membawa senjata api ke Nabire dengan upah berkisar dari Rp10 juta hingga Rp30 juta tergantung jenis senjata api yang dibawa. Senjata api itu dijual kepada pemesan melalui DC dengan harga berkisar Rp300 juta hingga Rp350 juta tergantung jenis, kata Waterpauw seraya mengaku saat ini anggota masih mencari pemesan yakni SK.
"Hingga kini SK belum ditemukan, sehingga penyidik belum bisa meminta keterangan dari yang bersangkutan," kata Waterpauw.
Dia mengakui, anggota di lapangan sudah lama memonitor adanya kasus jual beli senjata api ke kelompok kriminal bersenjata (KKB), mengingat saat ini aksi kelompok bersenjata khususnya di wilayah Intan Jaya makin meningkat hingga menimbulkan korban jiwa baik warga sipil maupun aparat keamanan .
Terungkap kasus tersebut setelah ada informasi masuknya dua pucuk senjata api jenis MI16 dan M4 yang masuk melalui Timika ke Nabire, sehingga dilakukan pendalaman dan akhirnya terbongkar dengan diamankannya Bripka MJH dari sesaat setibanya di Nabire via Timika dan Makassar.
"Senjata api yang dibawa Bripka MJH itu dilengkapi dokumen, sehingga tidak ada masalah saat diangkut dengan pesawat dari Jakarta hingga ke Nabire," tandasnya.
Pengungkapan kasus tersebut sudah dilaporkan ke Kapolri. Waterpauw berharap penyelidikan dapat dilakukan lebih mendalam sehingga dapat terungkap secara menyeluruh.
"Mudah-mudahan dengan terungkapnya kasus tersebut, secara perlahan akan membongkar jaringan jual beli senjata api yang harganya mencapai Rp300 juta hingga Rp350 juta per pucuk untuk senjata laras panjang," tutur dia.
Prajurit TNI Terlibat Penjualan Amunisi
Kasus serupa sebelumnya terbongkar pada Agustus 2019 lalu. Aksi penjualan amunisi kepada kelompok bersenjata terbongkar setelah tertangkapnya warga sipil di Timika berinisial J pada 23 Juli 2019. Dari pengembangannya, ditangkaplah Pratu M pada 24 Juli 2019 di Timika. Kemudian tim gabungan TNI/Polri kembali menangkap warga sipil berinisial BD yang sedang melakukan transaksi jual beli amunisi di Timika. Dari tangan BD, tim gabungan mendapatkan 600 butir amunisi kaliber 5,56 mm.
Tim gabungan lalu menggeledah rumah BD dan menemukan 35 butir amunisi kaliber 5,56 mm. BD mengaku amunisi yang disimpan di dalam rumahnya milik Pratu M. Sementara amunisi yang dijual milik Pratu M dan Pratu O.
Pratu O, Pratu M dan Pratu DAT sebelumnya bertugas pada kesatuan yang sama di Brigif 20/IJK/3 Kostrad. Lalu Pratu DAT berpindah tugas ke Kodim Mimika sebagai Juru Tulis Bagian Tata Usaha di Kodim 1710/Mimika. Ketiganya memiliki kedekatan khusus, karena berasal dari daerah yang sama dan pernah tergabung dalam satuan yang sama
Pratu M ditangkap pada 26 Juli 2019 di Kota Timika, sementara Pratu O ditangkap di Dobo, Provinsi Maluku pada 30 Juli 2019 dan Pratu DAT ditangkap di Sorong pada 4 Agustus 2019.
Dalam pencariannya, Pratu DAT selalu hidup berpindah tempat. Pratu DAT diketahui keluar dari Timika pada tanggal 24 Juli 2019 malam menuju Dobo dengan naik kapal penumpang. Di Dobo, Pratu DAT hidup berpindah-pindah, hingga akhirnya ia melarikan diri lagi ke Sorong, Papua Barat.
Tiba di Sorong, Pratu DAT juga selalu pindah dari rumah kerabatnya ke rumah kerabat lainnya, hingga akhirnya ia ditangkap oleh jajaran Kodim Sorong saat sedang melayat di rumah duka salah satu kerabatnya. Pelarian berpindah tempat juga dilakukan oleh Pratu O dan Pratu M, hingga keduanya berhasil ditangkap dan saat ini dikumpulkan dalam satu pemeriksaan di Pomdam Jayapura.
Kemudian Pengadilan militer memecat dan menjatuhi hukuman penjara kepada tiga anggota TNI yang terbukti memasok ribuan butir amunisi kepada kelompok kriminal bersenjata di Papua. Dilansir Antara, sidang digelar pengadilan militer yang dipimpin oleh Letnan Kolonel M. Idris di Jayapura, Selasa (11/2) sore.
Serda Wahyu Insyafandi dipecat dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Terdakwa Pratu Okto PR Maure dan Pratu Elias KS Waromi juga dipecat dan masing-masing dihukum 10 tahun penjara dan dua setengah tahun penjara.
"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menyerahkan, membawa dan menyimpan amunisi," ujar hakim Letkol Idris, Rabu (12/2).
(mdk/gil)