Bos XL Axiata: Perlu banyak pemimpin wanita di negeri ini
Dian membuktikan, bahwa perempuan juga bisa sejajar dengan laki-laki asalkan mau berusaha dan kerja keras.
Streotype perempuan zaman dulu dengan sekarang berbeda. Jika dulu, perempuan dianggap urus-urus soal dapur saja, namun kini tak begitu. Banyak sekali perempuan zaman sekarang yang terbukti mampu mengungguli kaum adam dari sisi karir. Lihat saja, beberapa di antaranya perempuan di Indonesia menjadi orang nomor satu di perusahaan atau malah justru menjadi pejabat publik.
Contohnya saja, CEO XL Axiata, Dian Siswarini. Dian membuktikan, bahwa perempuan juga bisa sejajar dengan laki-laki asalkan mau berusaha dan kerja keras. Meski telah dibuktikan, Dian mengakui, masih saja ada sebutan CEO wanita yang melekat di setiap perempuan yang berada di pucuk pimpinan perusahaan. Sebutan itu merupakan buah pemikiran masyarakat yang masih mengkotak-kotakan gender.
Namun, ia percaya, istilah tersebut akan hilang sendirinya manakala jika sudah banyak wanita-wanita negeri ini yang diamanahkan menjadi seorang pemimpin.
"Nah sayangnya, sistem pengotakan masih terjadi. Tapi nanti, pada tahun 2030 tidak ada lagi istilah pemimpin perempuan yang ada hanyalah pemimpin. Karena orang itu sudah akan terbiasa melihat perempuan itu menjadi memimpin. Jadi diprediksikan, kata CEO Wanita itu tidak akan ada lagi," jelasnya.
Kepada merdeka.com, Dian menceritakan secara gamblang tentang perjuangannya dari bawah hingga mencapai titik tertinggi dan bagaimana dia mengatur jadwal dengan keluarga di tengah-tengah kesibukannya. Berikut petikan wawancara merdeka.com dengan perempuan beranak tiga ini.
Bagaimana rasanya jadi CEO wanita di perusahaan telekomunikasi?
Hahaha… Gini ya, saya itu kan di industri telekomunikasi udah lama banget ya. Di telko industri ini dari sejak saya lulus, tahun 1991, saya sudah di industri ini. Sudah gitu, di XL sudah lama banget. Tahun ini sudah sekitar 20 tahun di XL dari tahun1996. Jadi sebetulnya, karirnya itu natural aja. Dari mulai engineer kemudian naik tangga jadi profesi, lalu sampai jadi CEO. Jadi perjalanannya enggak tiba-tiba jadi CEO. Karena kan saya memang bener-bener mulai dari bawah, jadi sudah merasakan jadi Engginer, Supervisor, Manajer, GM, VP, sampai kemudian jadi CEO. Kalau menurut saya itu seperti perjalanan karir yang biasa ya. Mungkin yang membedakan adalah selama perjalanan karir itu kebetulan industrinya notabene penuh laki-laki.
Tapi pernah kebayang gak sih, jadi CEO?
Ya, kalau dulu enggak sih. Tapi, saya punya prinsip bahwa, kita hidup itu harus punya tujuan. Kemudian, tujuan itu adalah dream. Dan kalau kita punya mimpi, jangan sampai tanggung-tanggung gitu kan ya. Mimpi itu kan aspirasi, makanya jangan tanggung-tanggung meletakkan mimpi itu paling atas. Waktu di XL pertama kali, saya juga punya mimpi, mimpi saya itu goalnya harus jadi CEO. Karena begini, kalau kita gak punya tujuan, kita gak akan mengejarnya. Ya kan? Coba kita punya tujuan, pasti kita akan berusaha mengejarnya sehingga lambat laun apa yang kita inginkan bisa tercapai.
Tujuan itu apa ditancapkan saat pertama kali kerja?
Waktu dulu pertama kali enggak, tapi ketika udah di XL, iya. Soalnya saya lihat, satu, saya itu berada di teknologi yang tepat, jadi industri telekomunikasi adalah industri yang mengubah dunia, baik life style, dan lain sebagainya. Lalu, perubahannya itu sangat dinamis. Kemudian Telko ini cocok dengan background saya. Saya ini dulu sekolahnya di teknik elektro bidang telekomunikasi di ITB. Lalu yang ketiga, bagi saya XL merupakan perusahaan yang menampung aspirasi saya. Jadi ketiga alasan itulah yang menyebabkan saya harus melakukan pekerjaan di XL secara totalitas.
Makanya waktu saya merasakan ketiga hal itu, saya mulai menancapkan kalau saya harus mencapai di titik optimum di perusahaan ini. Nah, dari situlah saya kemudian mengutarakan keinginan ke keluarga dan mentor-mentor saya, kalau saya ingin menuju arah yang optimum, apa yang harus saya lakukan. Zaman dulu itu Pak Menkominfo, Rudi, itu mentor saya saat waktu beliau di XL. Akhirnya saya pun diberi wejangan oleh beliau. Wejangan beliau itu, kalau mau melakukan hal yang lebih tinggi lagi, harus melakukan gini dan gini.
Tapi, sulitnya adalah bahwa memang di pekerjaan itu banyak hal yang mungkin secara fisik juga berat. Kan kalau otak, perempuan dan laki-laki sama dong. Gak ada bedanya, tapi mungkin otak perempuan lebih tokcer. Hahaha… Tapi kalau soal fisik kan berbeda dong. Nah, saat pada waktu itu masih menjadi enginer, tuntutan fisiknya itu lumayan besar, di situ bedanya. Tapi kalau udah naik jadi manager, GM, dan macem-macem, tuntutannya gak beda dengan laki-laki. Kalau waktu jadi enginer itu kan beda, satu nih, kita mesti naik tower. Kedua, waktu kita mau survey itu kan bawa alatnya berat. Jadi musti bisa bawa alat berat. Terus ketiga, kita juga mesti berani ke daerah-daerah terpencil. Jadi tentunya membutuhkan ketahanan fisik dan tenaga yang barangkali tidak mudah buat kaum perempuan.
Waktu di daerah terpencil, sudah sampai ke mana saja?
Wah.. sampai ke mana-mana. Sampai ke Maluku dan pedalaman. Ada gak yang pesimis melihat kerjaan ini cocoknya untuk kaum laki-laki? Nah, awalnya, memang selalu ada yang muncul seperti itu ya. Tapi, seharusnya para perempuan itu harus bisa melakukan hal yang sama. Jadi misalnya gini, sekali aja kita bilang, "Aduh.. saya jangan ke sana deh, ke sana itu berat," Wah, itu udah deh kita bisa dicap. Kalau udah dicap begitu dan kemudian ada promosi datang, wah udah deh, 'Si ini milih-milih kerjaan'. Jadi intinya, kalau kita pengen dapat gain-nya, painnya juga harus dilalui, no gain no pain. Makanya saya udah khatam kalau urusan di lapangan.
Bagaimana mengatur waktu dengan keluarga?
Jadi, itu terjadi di awal. Tapi kalau sekarang keluarga udah terbiasa. Hahaha… Tapi begini, paling berat itu ketika anak-anak masih kecil, sekarang kan udah pada gede-gede semua. Kalau udah gede, kesibukan anak-anak juga kan sama dengan kesibukan saya juga. Yang berat itu waktu anak-anak itu masih kecil. Apalagi saat zaman masih menyusui ya, wah.. itu yang paling berat. Karena saat itu saya punya ambisi kalau anak-anak saya harus terpenuhi ASI nya. Enam bulan, itu ASI harus eksklusif. Tapi kuncinya itu adalah planning yang baik. Jadi, pas waktu melahirkan itu kan cuti tiga bulan kan ya, nah selama tiga bulan itu saya bikin Bank ASI dan saya tandai tanggalnya. Jadi ketika, saya sudah mulai kerja itu udah ada ASI. Tapi juga saat telah bekerja, masih tetap bikin Bank ASI. Makanya, kalau misalnya saya pergi dua hari, itu gak terlalu khawatir soal ASI, karena saya punya tabungan. Itu memang berat, makanya harus dengan persistent, dan niat yang luar biasa.
Kemudian, kita mesti juga bisa bagi waktu. Saat masih menyusui, saya bilang ke suami, bisakah kita tinggal di tempat yang lebih dekat dengan kantor, waktu itu rumah saya di Bekasi dan akhirnya kita mengontrak rumah dekat dengan kantor. Itu tujuan kalau siang saat istirahat, saya bisa pulang untuk menyusui anak. Dan hal itu dilakukan terus sampai saya punya anak tiga.
Jadi intinya itu, planning, time management, dan membuat kalender. Membuat kalender itu, misalnya begini, kalau zaman sekarang kan dokter buka di Sabtu dan Minggu sudah banyak. Tapi zaman saya dulu, dokter yang praktek Sabtu Minggu itu gak ada, saya sudah cari ke mana saja di seluruh Jakarta. Pokoknya dokter mana yang buka di hari Sabtu dan Minggu, saya cari waktu itu. Jadi waktu itu, kalau bukan emergency, saya tidak akan meninggalkan kantor untuk misalnya vaksinasi anak. Jadi gitu sih kuncinya.
Bagaimana dengan soal waktu luang bersama keluarga?
Ya, jadi kalau pagi itu, semua anak saya pergi sekolah. Setengah 7 semua pada pergi ke sekolah. Jadi setengah 7 itu pergi barengan, saya ke kantor, anak-anak ke sekolah. Makan pagi bareng dan habis itu pergi semua. Saya pulang, jam 7 atau setengah 8 malam, kita makan malam bareng dan saya bisa nanya kepada mereka soal seputar sekolah. Saya usahakan dan sangat diusahakan, saat weekend itu gak bekerja. Tapi
nyatanya dengan adanya internet, kita gak bisa stop pekerjaan. Meski gitu, saya paksakan ketika bersama dengan anak, paksakan tidak urus pekerjaan.
Saya juga pernah punya pengalaman ketika anak saya itu masih kecil. Waktu itu saya
curi-curi waktu bekerja saat bersama anak. Kemudian, anak saya lihat dan anak itu
tahu loh. Hasilnya, Blackberry saya dilempar sama dia. Ibaratnya, lagi main sama dia
kok saya malah sibuk sendiri. Itu pelajaran buat saya. Jadi ketika sedang bermain
anak, saya harus fokuskan ke mereka.
Kemudian, buat kegiatan-kegiatan, yang bisa dilakukan secara bersama-sama. Jadi,
saya ikutin itu hobi mereka. Yang kecil misalnya, dia itu suka hacking, saya juga harus ikut dia punya hobi. Kemudian yang besar, suka Golf, ya sudah kita Golf bareng. Kegiatan favourite keluarga itu traveling. Saya juga punya waktu khusus untuk anak yang pertama, kedua, ketiga, dan suami. Jadi saya dedikasikan waktu saya seperti itu untuk keluarga.
Lalu, saat Anda ditugaskan di Malaysia, bagaiamana mengatur waktu dengan keluarga?
Ya, itu juga berat sekali. Karena setiap minggu itu saya bolak-balik ya. Jadi Jumat malam, saya pakai peswat terakhir yang 10 malam untuk pulang ke Indonesia. Kemudian, hari Seninnya saya pakai pesawat yang jam 4 pagi ke Malaysia. Jadi lumayan berat sih. Itu selama 6 bulan. Itu tiap minggu saya pulang. Itu komitmen saya sih, makanya harus dikerjain secara disiplin. Anak saya saat waktu kecil kelas SD complain sih saat saya seperti itu. Tapi kalau yang besar malah justru, menanyakan kok cepat sih dikira setahun. Hahaha…
Bagaiamana kalau soal pendidikan untuk anak?
Kalau soal pendidikan, saya gak terlalu memaksakan kehendak anak ya. Tapi kebetulan, anak saya yang pertama, dan suami saya di industri yang sama seperti saya, anak saya milih IT. Padahal, kita gak pernah memaksa dia harus di bidang itu. Dia S1 dan S2 itu di bagian IT. Terus yang kedua ini kan juga melihat bapaknya itu entrepreneur, jadi dia ingin jadi pebisnis.
Kalau menurut saya, anak itu harus melakukan hal yang optimum. Jadi dia bisa melakukan kebisaannya itu dengan optimum. Kalau saya lihat, teman-teman saya yang berhasil juga, waktu kuliah mereka itu biasa-biasa saja termasuk saya yang kuliahnya dulu biasa-biasa saja dan gak bagus-bagus amat. Jadi mereka itu justru dalam proses belajarnya harus happy, gak boleh tertekan ya, kalau tertekan itu hasilnya gak maksimal.
Anda dan suami kan sama-sama bekerja di dunia teknologi, apakah ada aturan yang ditetapkan untuk anak?
Kita di keluarga punya aturan, di meja makan, gak boleh ada handphone. Kan kalau kita lihat ya, kita makan di luar di restaurant, berempat duduk, kan mereka masing-masing pasti pegang gadget. Jadi aturannya, gak ada handphone di meja makan. Kemudian weekdays gak ada itu yang namanya PlayStation. Tapi weekend, kita berikan bebas waktunya. Tapi weekdays, mereka saya suruh untuk melakukan kerjaannya mengerjakan PR dulu. Anyway, anak saya sampai di rumah itu setelah sekolah jam 4 sore setelah salat ashar. Jadi sekolahnya itu, memperbolehkan murid-muridnya pulang selepas ashar. Jadi memang gak banyak waktu anak-anak saya bermain.
Nah, tapi kalau internet, memang mereka pakai untuk bener-bener melakukan tugas. Tapi yang saya lihat, zaman sekarang bener-bener gampang banget loh kerjain tugas. Semuanya ada. Jadi itu internet di satu sisi memudahkan tetapi membuat segalanya jadi instan. Solusinya itu, kewajiban membaca kepada anak,
Sulitnya kan kita sebagai orang tua gak bisa awasin anak 24 jam ya. Jadi aturan mengenai internet di keluarga kami itu, pokoknya satu, tidak membuka konten yang tidak sehat, jadi ada parental log. Mereka juga kita kasih tahu abuser –nya banyak, jadi harus hati-hati kalau berhubungan dengan orang yang tidak dikenal di internet.
Apalagi sekarang kan aplikasi itu banyak ya, boleh ngobrol dengan siapa saja. Ya kan? Bahaya. Terus saya perhatikan anak saya, “Kamu itu lagi apa?”, “Ooo ini rame bu,” kata anak saya. Jadi itu, siapa saja boleh nyempung ke chatting room, gak perlu
tahu siapa. Ooo itu kan bahaya banget kan. Jadi kita kasih tahu, kalau seperti itu gak
bisa dikontrol isi pembicaraan. Untungnya saya kerja di bagian itu, jadi bisa memberikan penjelasan mengenai efek-efek kalau kebablasan bermain itu.
Bagaimana Anda melihat pemimpin perempuan saat ini?
Kalau saya lihat ya, para menteri perempuan kita itu solid. Dulu juga menteri keuangan kita yang perempuan juga solid. Jadi kalau saya bilang, kita perlu banyak lagi pemimpin wanita. Berdasarkan survey ya, kalau di suatu korporasi, ada satu BoD membernya perempuan, itu bisa membuat performance perusahaan itu naik 30 persen. Kemudian kebanyakan pemimpin wanita itu lebih bisa mengayomi karyawannya dan pemimpin wanita itu lebih care terhadap people development ya.
Nah sayangnya, sistem pengotakan masih terjadi. Kan pertanyaannya pemimpin perempuan, nanti pada tahun 2030 tidak ada lagi istilah pemimpin perempuan yang
ada pemimpin. Karena orang itu udah akan biasa melihat perempuan itu memimpin. Jadi diprediksikan, kata CEO Wanita itu tidak akan ada lagi.
Bagaimana gaya ibu memimpin?
Jadi analogi yang selalu saya kemukakan kepada teman-teman itu, superhero aja perlu
teman. Saya memosikan diri saya ke teman-teman di XL bukan sebagai pribadi yang paling pintar, paling kuat. Saya hanya menyatukan teman-teman, agar bisa berinteraksi secara positif sehingga menciptakan sesuatu yang bersinergi.
Salah satunya cara dengan program militer ya?
Nah.. Jadi sebetulnya begini, kalau kita mau menuju satu tempat yang sama dengan
bersama-sama, maka semua orang itu harus sinkron. Kemudian semua orang itu harus
bisa bekerjasama antara satu dengan yang lainnya. Dan setiap orang harus disiplin
dalam melaksanakan kewajibannya. Nah, kalau kita bicara itu semua kan yang paling
jago soal itu militer. Kita belajar dari militer bukan memiliterisasi teman-teman ya.
Awalnya memang penuh dengan pro dan kontra. Tapi setelah, pendidikan semua pada
mengapresiasi ya dan bahkan pada ketawa-ketawa semuanya. Bagi mereka ini merupakan pengalaman yang benar-benar tidak terlupakan. Walaupun memang
terbilang lumayan berat sih. Dan dari situ juga saya tahu bahwa tingkat kebugaran
teman-teman XL rendah banget.
-
Kapan Indonesia merdeka? Hari ini, tepat 78 tahun yang lalu, Indonesia menyatakan diri sebagai sebuah negara merdeka.
-
Pajak apa yang diterapkan di Jakarta pada masa pasca kemerdekaan? Di dekade 1950-an misalnya. Setiap warga di Jakarta akan dibebankan penarikan biaya rutin bagi pemilik sepeda sampai hewan peliharaan.
-
Cerita lucu apa yang dibagikan oleh merdeka.com? Untuk itu, berikut merdeka.com membagikan kumpulan beberapa cerita lucu dilansir dari berbagai sumber, Jumat (19/1/2024):
-
Kapan Singapura merdeka? Singapore Independence Day was on the 9th of August 1965.
-
Kapan Malaysia merdeka? Negara monarki konstitusional ini baru memperoleh kemerdekaannya pada 31 Agustus 1957.
-
Siapa yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia? Bukan hanya tanggal yang kita rayakan, tetapi semangat dan cita-cita yang diwariskan oleh para pahlawan. Merdeka! Selamat HUT RI ke-79!
Saya itu kan juga sering ke Korea, mereka itu umur 40 tahun saja, yang perutnya gendut itu jarang. Kemudian saya nanya, kan di Korea Selatan itu ada wajib militer selama dua tahun, nah mereka itu di tempa fisiknya sehingga hal itu akhirnya menjadi kebiasaan mereka untuk menjaga fisik selepas wajib militer. Mereka itu imbasnya rajin olahraga jadi mereka secara tingkat kebugaran fit. Kerja rata-rata 15 jam sehari, jadi memang luar biasa. Karena memang tingkat kebugaran itu berbanding lurus dengan produktivitas. Tapi
memang setelah program itu ada imbasnya terutama sisi team work. Jadi semangat
bertempur di medan bisnis lebih semangat. Itu level Manajer ke atas.
Setelah tidak menjadi CEO, apa yang akan dilakukan?
Saya sebetulnya kalau setelah jadi CEO pengennya pensiun. Hahaha… Dalama karir saya selama ini kan sering sekali berkunjung ke daerah-daerah dan berbincang-bincang dengan masyarakat sekitar, banyak di antaranya itu udah berbuat banyak dengan komunitas. Ya mungkin, yang saya rasakan di posisi saya saat ini, tidak punya banyak waktu untuk kegiatan-kegiatan seperti itu. Banyak sekali orang yang luar biasa yang membuat misalnya bimbingan kepada perempuan untuk menjadi kepala keluarga. Di Indonesia, 1 dari 4 keluarga itu pemangku keluarganya adalah perempuan. Itu kan banyak. Saya mau setelah jadi CEO mau banyak waktu ke arah sana ya.
Baca juga:
Superhero juga butuh teman
Berkah meletakkan mimpi setinggi langit
Dari panjat tower sampai jadi CEO
Cara RI melawan ISIS, tanpa harus gabung koalisi militer Saudi
Investor asing dan perkembangan industri film di Indonesia