Bung Karno di antara 2 \'Geisha\'
Selain pemimpin besar penuh kharisma, di masa-masa senja kekuasaannya, Soekarno banyak terlibat kasus asmara.
Tak bisa dipungkiri, selain pemimpin besar penuh kharisma, di masa-masa senja kekuasaannya, Soekarno banyak terlibat kasus asmara. Sengketa asmara yang dibawanya dari negeri Sakura sempat membelitnya dalam pusaran dilema.
Seperti termaktub dalam buku Masashi Nishihara, The Japanese and Soekarno’s Indonesia (1975), adalah perihal pengurusan kompensasi perang dari Jepang yang membuat Soekarno kerap bertandang ke Jepang sejak tahun 1957. Ceritanya, pemerintah Jepang 'dipaksa' membayar kompensasi perang sebagai kelanjutan dari Konferensi Perdamaian di San Fransisco tahun 1951. Indonesia menjadi salah satu negeri yang mendapat kompensasi.
Realisasi kompensasi itu terbit nyaris 10 tahun kemudian. Jumlah pasti besar kompensasi tersebut tak pernah diumumkan terbuka, namun kabarnya mencapai USD 223 juta yang disalurkan bertahap selama 12 tahun dalam bentuk bantuan proyek. Jepang akan mendanai beberapa infrastruktur dan pembangunan gedung di Indonesia.
Nah, dalam misi memperoleh proyek pembangunan di Indonesia itulah, kalangan usahawan riuh. Beberapa di antaranya mempraktekkan segala cara, termasuk meng-‘entertaint’ sejumlah pejabat Indonesia. Yang paling menonjol ketika itu adalah gerak Kinoshita Trading Company dan Tonichi Trading Company & Kubo. Persaingan keduanya sampai ke level mendekati Soekarno dengan geisha.
Kinoshita menyewa Sakiko Kanase, seorang model di Jepang. Sakiko berkenalan dengan Soekarno di Kyoto pada tahun 1958. Pada akhir tahun itu juga, dia bertandang ke Jakarta, menyaru sebagai guru bagi petinggi Kinoshita yang ada di Jakarta. Tak lama kemudian, awal 1959, masih menurut buku Nishimura, dia dinikahi Soekarno dan memakai nama Ny Basuki, sebagai nama samaran.
Sialnya, tak lama kemudian, Tonichi & Kubo mengikuti strategi Kinoshita. Mereka meminta Nemoto Naoko, gadis cantik 19 tahun untuk berkenalan dengan Soekarno. Keduanya berkenalan di Imperial Hotel, Tokyo, 16 Juni 1959. Rupanya, Soekarno terkesan oleh Nemoto. Dia lalu mengundang Nemoto berkunjung ke Indonesia yang dipenuhi kemudian tanggal 14 September 1959.
Kedatangan Nemoto inilah yang akhirnya memicu puncak melodrama asmara Soekarno ketika itu. Sakiko yang tahu tentang kunjungan itu dan juga respon hangat Soekarno, akhirnya memilih bunuh diri, enam belas hari setelah kedatangan Nemoto di Indonesia. Sakiko akhirnya dimakamkan di Blok P, Jakarta. Majalah Tempo yang pernah menelusurinya, menyebutkan pemakamannya diurus oleh Brigjen Sabur, bekas komandan Tjakrabirawa. Tahun 1977, makamnya kemudian dipindahkan ke Jepang.
Sementara itu, Nemoto akhirnya memang berhasil merampas perhatian Soekarno. Dia dinikahi secara terbuka dan mendapat nama baru Ratna Sari Dewi atau Ny Dewi Soekarno. Dari Soekarno, Ratna Sari Dewi mendapat seorang putri.