Cerita para tokoh yang tak hafal Pancasila
Padahal lima butir Pancasila sudah diajarkan dan dihafalkan sejak Sekolah Dasar (SD).
Pancasila hanya terdiri dari lima sila. Sejak Sekolah Dasar (SD), pancasila sudah mulai diajarkan dan dihafalkan. Bahkan, sekolah-sekolah di pelosok dan dusun, bagi siswa yang tidak hafal Pancasila maka harus menerima hukuman dari sang guru.
Masih wajar dan bisa dimaklumi jika ada siswa SD belum hafal bunyi Pancasila. Namun, sangat ironi bilamana yang tidak hafal Pancasila adalah seorang pejabat publik, tokoh masyarakat dan sarjana yang menyandang gelar berjejer-jejer. Tentunya sangat memalukan.
Seperti halnya yang terjadi Bupati Magetan Sumantri. Gara-gara tidak bisa mengucapkan kembali sila dengan sempurna, dia menjadi bahan tertawaan para PNS Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Magetan. Peristiwa memalukan itu terjadi saat upacara peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) ke-67 Kemenag, di alun-alun kabupaten setempat, Kamis Januari tahun lalu.
Sebagai inspektur upacara kala itu, Bupati Sumantri berkewajiban mengucapkan Pancasila untuk diikuti peserta upacara. Sila pertama berhasil diucapkan dengan baik. Namun, di sila kedua dia berucap, "Persatuan Indonesia."
Kontan, para peserta upacara tertawa, dan tak sedikit yang berteriak-teriak untuk mengoreksi kesalahan sang bupati. 'Ini kebangetan," kata salah seorang peserta upacara.
Peristiwa yang sama juga pernah dialami Gubernur Riau Wan Abubakar. Dia lupa akan bunyi Pancasila, saat upacara peringatan Hari Pahlawan 2008 di halaman kantor gubernur. Saat memimpin upacara, dirinya lupa membacakan sila kelima dari teks Pancasila yang dipegangnya.
Sila kelima yang berbunyi, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" sama sekali tak dibacanya. Ia langsung menyerahkan teks Pancasila padahal baru membaca empat sila.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, Pancasila sebagai ideologi dasar bagi negara Indonesia juga dilupakan oleh para calon wakil bupati di Pilkada Soppeng, Sulawesi Selatan. Kejadian ini bisa dibilang tidak hafal Pancasila secara berjamaah. Pasalnya, dalam debat terakhir Pilkada Soppeng pada Juni 2010, dari tujuh calon wakil bupati (Cawabup), hanya satu yang hafal Pancasila.
Dari tujuh cawabup yang tampil dalam debat di Gedung KONI Watansoppeng itu, hanya cawabup Supriansa dari pasangan Sulham Hasan- Supriansa (SULAPA) yang hafal Pancasila. Selebihnya, para Cawabup terbata- bata dan tidak beraturan saat diminta menyebutkan satu per satu lima dasar kehidupan bangsa Indonesia itu. Tragis.
Adalah yang paling baru, calon hakim konstitusi Djafar Albram juga tidak hafal Pancasila ketika seleksi hakim konstitusi di DPR, bulan kemarin. Padahal, sebagai calon pengawal konstitusi, yang di dalamnya termaktub Pancasila, Djafar Albram seharusnya hafal Pancasila di luar kepala.
Kejadian berawal pada saat anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan Achmad Basarah bertanya kepada Djafar Albram. Basarah menginstruksikan agar Djafar menyebutkan sila keempat dari Pancasila.
Namun apa yang terjadi, Djafar terlihat gugup dan meminta agar menyebutkan satu persatu sila yang ada dalam Pancasila dari awal.
"Baik, saya akan jawab dari awal ya," jawab dia.
Basarah pun meminta agar hanya menjawab pada sila keempat saja, tidak dari pertama hingga akhir.
"Keempat saja pak yang saya minta," sambung Basarah.
Tanpa menghiraukan pertanyaan Basarah, Djafar pun dengan lantang membacakan Pancasila dari yang pertama hingga yang ke lima.
"Yang pertama, Ketuhanan yang maha Esa, kedua Perikemanusiaan yang adil dan beradab, ketiga Persatuan Indonesia, keempat Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan keadilan, lima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," papar Djafar.
Mendengar jawaban yang salah dari calon hakim MK, Basarah pun menyanggah jawaban tersebut. "Yang kedua bukan perikemanusiaan tetapi kemanusiaan, dan yang keempat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, bukan keadilan," tegas Basarah.
Sekarang ini adalah tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Namun, Pancasila dirasa tidak menjadi pegangan hidup dalam berbangsa dan bernegara. Pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan kewajiban melindungi hak warga negara Indonesia masih jauh dari harapan.