Dampak Pemerkosaan Tak Masuk RUU TPKS
Jika RUU KUHP belum berhasil direvisi, maka segenap persoalan di KUHP yang selama ini menjadi basis masyarakat untuk mendorong lahirnya RUU TPKS akan tetap ada.
Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan dampak dari tindakan tindak pidana pemerkosaan tidak masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
"Ada dampaknya bagi perempuan ketika ia tidak diatur secara khusus di RUU TPKS," kata Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani di Jakarta, Selasa (5/4).
-
Kenapa keluarga korban meminta pelaku dipenjarakan? “Kalau misal ada undang-undangnya saya minta untuk dipenjarakan saja. Biar ada efek jera. Karena itu anak telah melakukan kejadian yang sangat brutal,”
-
Kenapa orang tua rela berkorban demi anak? Dalam setiap langkah yang orang tua ambil, baik itu dalam mencari nafkah, memberikan pendidikan, atau memberikan dukungan emosional, orang tua selalu berfokus pada kepentingan di atas diri mereka sendiri.
-
Siapa yang bergantian mengasuh anak? Di sinilah peran Irfan Bachdim sebagai suami terlihat jelas. Ia tak segan untuk bergantian menggendong anak bungsu mereka yang masih membutuhkan banyak perhatian, memberikan Jennifer ruang untuk fokus pada pekerjaannya.
-
Apa yang dilakukan pelaku terhadap korban? Pelaku melakukan aksinya tersebut saat kondisi rumah korban dalam keadaan sepi."Pamannya melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak empat kali kali sehingga korban hamil dan sudah melahirkan," kata Tri.
-
Apa yang dilakukan anak tersebut kepada ibunya? Korban bernama Sufni (74) warga Jalan Nelayan Kelurahan Sri Meranti Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru. Sedangkan pelaku Hendri (52), dan istrinya N (51). Setelah mendapat video tersebut Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra bersama anak buahnya langsung datang ke rumah pelaku.
Dia menerangkan jika RUU KUHP belum berhasil direvisi, maka segenap persoalan di KUHP yang selama ini menjadi basis masyarakat untuk mendorong lahirnya RUU TPKS akan tetap ada.
Artinya, waktu tunggu hingga RUU KUHP direvisi atau dibetulkan bisa menjadi ruang kerugian khususnya bagi perempuan yang mengalami tindak pemaksaan hubungan seksual yang seharusnya masuk dalam tindak pidana perkosaan, atau yang bisa jadi diatur dalam RUU TPKS.
Kedua, jika masuk ke RUU KUHP maka proses silang rujuk dari sebuah rancangan undang-undang secara implementatif juga bisa menghadirkan ketegangan-ketegangan baru.
"Justru akan menyebabkan implementasinya lebih terhambat dibandingkan ia berada dalam satu undang-undang yang sama," ujarnya seperti dilansir dari Antara.
Menurut Andy, menunggu tanpa adanya kepastian akan menyebabkan kerugian-kerugian baru khususnya bagi perempuan dan anak perempuan yang paling banyak mengalami tindak pemaksaan hubungan seksual.
Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya menyatakan sepakat bahwa RUU TPKS tidak akan mengatur tentang pidana pemerkosaan dan aborsi karena akan diatur di RKUHP dan Undang-Undang Kesehatan.
Adapun pemikiran pemerintah yang menjadi rujukan dari Willy adalah pernyataan dari Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej, yang mengatakan bahwa tindak pidana pemerkosaan akan diatur di dalam RKUHP untuk menghindari tumpang tindih antara peraturan perundang-undangan.
(mdk/fik)