Densus Antikorupsi dan wacana pemangkasan kewenangan KPK
Mabes Polri bakal membentuk Densus Antikorupsi. Densus yang bakal dipimpin oleh jenderal bintang dua polisi itu rencananya akan diresmikan Polri pada akhir tahun 2017 ini.
Mabes Polri bakal membentuk Densus Antikorupsi. Densus yang bakal dipimpin oleh jenderal bintang dua polisi itu rencananya akan diresmikan Polri pada akhir tahun 2017 ini.
Anggaran buat Densus Antikorupsi pun mencapai Rp 2,6 triliun. Menurut Kapolri Jenderal Tito Karnavian, anggaran itu dibagi menjadi 3 bagian yakni belanja pegawai, modal dan barang. Untuk belanja pegawai, anggaran yang dibutuhkan untuk menggaji 3.560 personel sekitar Rp 786 miliar.
Tito menginginkan anggota Densus Tipikor sama dengan gaji anggota KPK. Kemudian, belanja barang sekitar Rp 359 miliar.
"Sedangkan belanja modal sebesar Rp 1,55 triliun termasuk untuk membuat sistem dan kantor serta pengadaan alat penyelidikan, surveilance, penyidikan, dan lain-lain. Kemudian totalnya mencapai 2,6 triliun," kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi III di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10).
Tito menegaskan Densus Antikorupsi merupakan rekan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menyebut dengan adanya Densus, KPK justru bisa fokus pada kasus-kasus besar. Sementara, Densus akan bergerak membantu memberantas kasus korupsi di daerah hingga tingkat desa.
"Saya berpendapat dengan adanya Densus ini teman-teman KPK bisa fokus ke masalah yang besar sedangkan densus bisa fokus kepada wilayah-wilayah, sampai ke desa," kata Tito.
Tito mengklaim, tugas penanganan kasus yang dilakukan Polri sangat luas. Polri sudah biasa bergerak menangani atau menangkap oknum birokrat atau pejabat negara hingga tingkat daerah. Dia mempertanyakan apakah KPK dengan jumlah personel 1.000 orang bisa menangani banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia.
"Persoalannya mampu enggak ditangani oleh teman-teman KPK yang jumlahnya 1.000 orang?," katanya.
Tito pun membuka diri untuk berbicara dengan KPK dan Kejaksaan Agung soal pembagian tugas penanganan kasus korupsi. Pihaknya menyatakan tak masalah untuk menangani kasus besar atau kecil.
Jaksa Agung HM Prasetyo pada kesempatan berbeda secara tegas menolak bergabung ke dalam Densus Antikorupsi. Prasetyo tak mau Kejaksaan mendapat anggapan menjadi saingan KPK dengan terlibat di Densus Antikorupsi. Selain itu, kerjasama lembaga Polri dan Kejaksaan Agung dalam Densus Tipikor juga belum diatur dalam undang-undang.
"Di samping saya ingin menyampaikan menghindari ada anggapan nanti ini dianggap saingan KPK," kata Prasetyo saat rapat bersama Komisi III di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10).
Meski menolak bergabung, Prasetyo menyatakan, Kejaksaan akan tetap menjalankan tugasnya untuk menerima hasil penyelidikan dan penyidikan terkait kasus korupsi dari Densus Tipikor sesuai aturan KUHAP.
"Yang dibentuk oleh Polri, kami tetap mengacu pada KUHAP di mana di situ diatur JPU menerima hasil penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan penyidik Polri. Apakah itu kalau dulu Bareskrim, dan sekarang untuk korupsi akan dilakukan Densus," katanya.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun angkat bicara. Dia mendukung pembentukan Densus Antikorupsi. Sebab, menurut Fahri, tugas pemberantasan korupsi seharusnya memang dilakukan oleh lembaga yang memiliki kekuatan hingga pelosok nusantara, dalam hal ini Polri dan Kejaksaan Agung.
Tak cuma itu, Fahri bahkan menyarankan agar KPK diintegrasikan dengan lembaga-lembaga seperti Ombudsman, Komnas HAM, atau LPSK. Tugasnya, hanya menampung protes dan keluhan masyarakat terhadap pemerintah alias tak memiliki fungsi penuntutan dan penindakan lagi.
"Sekarang menurut saya KPK sudahlah, menjadi lembaga komplain. Jadi dia digabung dengan Ombudsman, Komnas HAM, LPSK untuk menangkap komplain masyarakat terhadap lembaga negara," kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/10).
Usulan ini, dijelaskannya, karena KPK dianggap telah berhasil memicu lembaga lain untuk memperbaiki diri guna ikut berkontribusi memberantas korupsi. KPK, kata Fahri, ikut melahirkan Densus Antikorupsi di bawah kendali Polri.
"Dan jangan lupa loh, lahirnya Densus karena ditriger oleh KPK karena semua pengen juga memberantas korupsi. Semua semangat memberantas korupsi. Ya artinya semangat sudah ada dan sudah lah," katanya.
Namun pandangan berbeda datang dari Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Hidayat menyatakan publik menilai jika fungsi penuntutan yang dimiliki KPK dicabut sama saja mengubur lembaga antirasuah itu.
Hidayat awalnya menyarankan proses pemberantasan korupsi dengan sistem satu atap antara Polri dan Kejagung harus dilihat dasar hukumnya. Sebab, tiap lembaga, baik Kejaksaan maupun Polri memiliki fungsi penuntutan.
Politisi PKS ini pun menilai jika wewenang penuntutan dan eksekusi diserahkan ke Kejaksaan maka publik akan menganggap sebagai upaya mematikan KPK.
"Karena banyak orang juga mengkhawatirkan bila penuntutan dilepaskan dari KPK, dan kemudian juga selain KPK yang melakukan penuntutan. Ya sama saja saja mengubur KPK," katanya di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.
Wacana pemangkasan kewenangan KPK telah berkali-kali mencuat dari waktu ke waktu. Terakhir, wacana itu mencuat dari Pansus Angket KPK di DPR.
Anggota Pansus Hak Angket KPK, Mukhamad Misbakhun mengakui Pansus Hak Angket KPK merekomendasikan pencabutan kewenangan penyidikan dan penuntutan KPK yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002.
"Itu salah satu rekomendasi yang akan dibacakan dalam rapat paripurna pada 28 September mendatang," kata Misbakhun, Senin (4/9) lalu.
Menurutnya, rekomendasi itu muncul setelah pansus mendengarkan pendapat sejumlah saksi yang didatangkan ke DPR. Dia mengatakan, KPK kerap tidak sinkron dengan penegak hukum lain, yakni kepolisian dan kejaksaan dalam mengusut kasus.
Karena itu, menurutnya, pansus ingin kewenangan penyidikan dan penuntutan KPK diambil alih kepolisian dan kejaksaan.
"KPK hanya berwenang dalam pencegahan, supervisi, dan koordinasi," katanya.
Namun, pernyataan Misbakhun itu banyak dibantah oleh anggota Pansus Angket dan DPR lainnya. Menurut mereka, pernyataan itu murni pernyataan pribadi Misbakhun.