Di persidangan, Jero Wacik dan bekas ajudan menangis tersedu
Jemmy menangis lantaran melihat Jero terjerat kasus korupsi.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan mantan Menteri ESDM Jero Wacik. Agenda persidangan memanggil para saksi.
Salah saksi yang dihadirkan di persidangan adalah mantan ajudan Jero Wacik selama 7 tahun, Jemmy Alexsander. Dalam persidangan Jemmy menangis lantaran melihat Jero terjerat kasus korupsi.
"Saya sedih melihat Pak Jero dan saya tidak menyangka orang yang selalu bersama-sama di samping saya bisa terlibat kasus ini," ucapnya sambil menangis di ruang sidang Tipikor, Jakarta, Kamis (26/11).
Dia juga mengatakan kepada Jero semoga diberi kesabaran dan tidak menyerah.
"Semoga bapak diberi kesabaran ya pak," tambahnya.
Kemudian, Jero menimpali perkataan ajudannya tersebut sambil meneteskan air mata.
"Sudahlah, kita jalani saja sampai tuntas dan terima kasih atas doanya," timbal Jero.
Diketahui, Jemmy Alexsander adalah mantan ajudan Jerow selama menjabat menjadi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata serta saat menjabat sebagai Menteri ESDM.
Dalam persidangan, Jemmy mengakui selalu diberikan uang untuk bosnya dari Dana Operasional Menteri (DOM) sebesar Rp 10 juta. Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi Jero seperti pijat, treadmill, dan main golf. Relaksasi tersebut dilakukan tiga kali seminggu dengan biaya Rp 2 juta perminggu.
Diketahui, dalam dakwaan Jero meminta uang dari dana DOM dalam beberapa kali kesempatan untuk membiayai keperluan pribadi. Baik secara langsung kepada mantan Sekjen ESDM Waryono Karno atau melalui I Ketut Wiryadinata selaku Staf Khusus Menteri maupun melalui para ajudannya yang bernama Ade Pranjaya dan Jemmy Alexander. Jero meminta uang untuk keperluan pribadinya berjumlah Rp 760 juta.
JPU KPK mendakwa uang tersebut disalahgunakan tanpa pertanggungjawaban yang jelas seperti untuk membayar ulang tahun Jero dan istrinya, membayar tiket konser anak, membayar jalan-jalan keluarga ke luar negeri, dan lainnya. KPK melihat sikap Jero sebagai bentuk pemerasan. Dari pemerasan baik melalui Ketut atau pegawai lainnya, Jero mengantongi sebanyak Rp 1,4 miliar per tahun yang diberikan sepanjang empat tahun.
Sementara itu, total dana operasional menteri di Kementerian Budaya dan Pariwisata sebanyak Rp 10,59 miliar digunakan Jero saat menjabat sebagai menteri untuk keperluan pribadi dan keluarganya tanpa didukung bukti pertanggungjawaban belanja yang sah.