Di sekolah ini bayar SPP boleh pakai sampah
Di sekolah ini bayar SPP boleh pakai sampah. Sekolah Bank Sampah yang diinisasi Adi itu dikembangkan di halaman rumahnya yang terletak di RT 19 Kelurahan Payo Lebar, Jelutung, Kota Jambi dan beroperasi sejak 2014 hingga sekarang.
Sekolah Bank Sampah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Al-Kausar Kota Jambi menerima pembayaran uang iuran sekolah menggunakan sampah sehingga menjadikan sampah lebih bermanfaat dan memiliki nilai.
"Sumbangan Penyelenggara Pendidikan (SPP) setiap bulannya bisa menggunakan sampah kering dengan nominal sampah tersebut jika diuangkan setiap bulannya Rp 40.000," kata Pemilik PAUD Al-Kausar Adi Putra di Jambi, Jumat (11/3). Demikian dikutip Antara.
Sekolah Bank Sampah yang diinisasi Adi itu dikembangkan di halaman rumahnya yang terletak di RT 19 Kelurahan Payo Lebar, Jelutung, Kota Jambi dan beroperasi sejak 2014 hingga sekarang.
"Melalui konsep sekolah seperti ini, saya ingin menanamkan budaya anak-anak sejak dini untuk mencintai dan lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan," ujarnya.
Sampah yang dibayarkan untuk biaya pendidikan tersebut yakni sampah kering seperti plastik, botol dan kertas. Para orang tua juga bisa menabung sampah untuk menutupi kekurangan pembayaran.
"Awalnya banyak orang menganggap sekolah ini aneh, tapi sekarang justru masyarakat di lingkungan sini antusias. Saat ini jumlah muridnya mencapai 20 anak," katanya.
Selain itu, untuk meningkatkan keinginan orang tua murid mengumpulkan sampah, sekolah juga menyiapkan buku tabungan penjualan sampah dari orang tua yang berlebih membayar biaya bulanan.
"Misalnya ada sampah yang sisa bisa ditabung, jadi orang tua murid juga bersemangat, karena masih ada tabungan sehingga untuk pembayaran bulan depan bisa dari tabungan itu," ujar pria kelahiran 1979 itu.
Sementara itu, Kepala Sekolah PAUD AL-Kausar Imelda Simanjuntak menjelaskan proses pembelajaran di Sekolah Bank Sampah tersebut masih sama dengan proses pembelajaran di sekolah lain. "Proses belajarnya sama yakni belajar dan bermain. Selain itu juga anak-anak belajar membuat kerajinan dari sampah, sehingga diharapkan mulai tertanam sejak dini untuk mencintai lingkungan," jelasnya.
Namun dari proses pembelajaran itu kata dia, ada sedikit pembeda, yakni murid lebih ditekankan kepada pelestarian lingkungan dengan memanfaatkan sampah menjadi lebih beguna.
"Yang membedakan memang kita buat anak-anak di sini lebih peduli terhadap sampah dan memanfaatkan sampah menjadi lebih mempunyai nilai, memang itu harus ditanamkan sejak dini," katanya.
Selain anak-anak yang belajar di sekolah, orang tua murid itu juga belajar membuat membuat kerajinan yang terbuat dari bahan baku sampah. Dari sampah tersebut bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk kerajinan.
"Mereka (orang tua) yang mendampingi anaknya juga kadang-kadang belajar membuat kerajinan dari sampah plastik," kata Imelda menambahkan.