DPR Bakal Bentuk Badan Khusus Sebagai Payung Hukum Penggunaan Ganja untuk Medis
DPR akan mempertimbangkan kebijakan baru sebagai payung hukum terhadap ganja untuk kebutuhan medis akan ditangani oleh sebuah badan khusus.
DPR merespons positif pemaparan peneliti ganja dari Universitas Sylah Banda Aceh, Musri Musman terkait penggunaan ganja medis. DPR akan menata ulang aturan dalam Undang-Undang Narkotika terkait penggunaan ganja sebagai pengobatan seperti dipaparkan Musri Musman.
"Kalau dari gambaran tadi kan ada hal-hal tidak logis dalam UU Narkotika yang lama, karena itu kita akan memperbaharui," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Junaidi Mahesa saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (30/6).
-
Bagaimana proses penghapusan ganja dari daftar obat terlarang? CND telah mempertimbangkan rekomendasi WHO sejak tahun 2018 dan menyetujui pemungutan suara secara langsung di Wina pada bulan Desember 2020.
-
Apa yang telah dilakukan UN Commission on Narcotic Drugs (CND) terkait ganja? Pada 2 Desember 2020, UN Commission on Narcotic Drugs (CND) atau badan pembuat kebijakan narkoba di PBB mengklasifikasikan ulang ganja dan resin ganja ke dalam daftar internasional untuk mengakui nilai medisnya.
-
Siapa yang memutuskan untuk menghapus ganja dari daftar obat terlarang? Ke-53 Negara Anggota CND, badan pembuat kebijakan narkoba utama PBB, memilih untuk menghapuskan ganja dari Daftar tersebut.
-
Dimana kue ganja tersebut ditemukan? Dari hasil kerja sama tersebut ditemukan ganja yang dicampur dengan kue seberat 278,2 gram dari Kota Medan, Sumatera Utara.
-
Kapan ganja dan resin ganja direklasifikasi? Pada 2 Desember 2020, UN Commission on Narcotic Drugs (CND) atau badan pembuat kebijakan narkoba di PBB mengklasifikasikan ulang ganja dan resin ganja ke dalam daftar internasional untuk mengakui nilai medisnya.
-
Mengapa ganja dan resin ganja direklasifikasi? CND melakukan pemungutan suara berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh Komite Ahli Ketergantungan Narkoba (ECDD) ke-41 WHO, yang menyarankan agar ganja dan resin ganja harus direklasifikasi dari daftar saat ini bersama dengan heroin, analog fentanil, dan opioid lain yang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Desmond mengatakan akan mempertimbangkan kebijakan baru sebagai payung hukum terhadap ganja untuk kebutuhan medis akan ditangani oleh sebuah badan khusus. Terkait kewenangan badan tersebut, dia berjanji untuk melakukan pembahasan lebih mendalam.
"Pikir saya berarti nanti ada badan yang mengelola dan mengawasi, nanti di UU yang akan datang, kita keluarkan ganja tapi ada badannya, apakah di bawah BNN atau Kementerian Kesehatan. Itu yang menjadi catatan yang akan kita pikirkan dalam merumuskan UU, berarti ada badan," ujar dia.
Pembahasan soal ganja medis terpantik dari suara publik usai aksi Santi Warastuti viral karena mendorong kebijakan legalisasi ganja medis untuk anaknya yang menderita cerebral palsy atau lumpuh otak.
Namun Musri Musman, peneliti ganja dari Universitas Sylah yang juga Ketua Pembina Yayasan Sativa ini mengatakan bahwa payung hukum untuk hal terkait masih belum mendukung sebab bertabrakan dengan beleid narkotika.
"Kita melihat kepedulian kita pada hal ini bersentuhan dengan Pasal 8 UU nomor 35 tahun 2009 (tentang narkotika) yang tidak dapat kita gunakan untuk tujuan medis. Itu tentu yang menjegal para peneliti untuk memanfaatkan ganja ini dalam kapasitasnya menolong sesama," kata Musri dalam kesempatan yang sama.
"Saran saya, agar mudharat daripada bahwa dia tidak bisa digunakan untuk medis itu diminimumkan atau dikeluarkan dari UU narkotika nomor 35 th 2009," sambung dia.
Pria bergelar profesor ini lantas menyarankan, agar tidak mencampur aduk tentang narkotika dengan ganja yang masuk dalam kategori tumbuhan dengan bahan zat sintetik yang berbeda scope, seperti morphin.
"Ini ganja dengan CBD (Cannabidiol) kita larang dia masuk, ada apa sebenarnya di situ? Padahal CBD itu bisa kita manfaatkan," kata Musri.
Reporter: Muhammad Radityo Priyasmono/Liputan6.com
(mdk/gil)