DPR Beberkan Sejumlah Strategi Antisipasi 'Panen' Kasus Covid-19 Usai Pilkada
Menurut Netty, kerumunan massa di TPS pada hari pemilihan dan penghitungan suara sangat potensial menjadi ajang penularan Covid-19 jika tidak dilakukan upaya pencegahan.
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani meminta pemerintah serius memerhatikan keselamatan rakyat dengan melakukan langkah antisipasi lonjakan kasus Covid-19 saat pencoblosan pilkada. Pilkada 2020 akan memasuki babak akhir pencoblosan pada 9 Desember 2020 besok.
"Pemerintah harus memerhatikan keselamatan rakyat dengan mengantisipasi risiko munculnya klaster-klaster baru penularan Covid-19," kata Netty dalam keterangannya, Selasa (8/12).
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Apa saja yang dipilih rakyat Indonesia pada Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Kenapa Covid Pirola mendapat perhatian khusus? Namun, para pemerhati kesehatan dan ahli virus memberi perhatian lebih terhadap subvarian ini lantaran kemampuan Pirola dalam melakukan breakthrough infections lebih tinggi dibandingkan varian lainnya. Ketika sebuah varian atau subvarian virus COVID memiliki kemampuan breakthrough infections yang tinggi maka akan menyebabkan kasus re-infeksi semakin tinggi.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
Menurut Netty, kerumunan massa di TPS pada hari pemilihan dan penghitungan suara sangat potensial menjadi ajang penularan Covid-19 jika tidak dilakukan upaya pencegahan.
"Keramaian di TPS akan mengundang orang datang dan berkerumun, apalagi saat penghitungan. Jika tidak diantispasi, pasca Pilkada kita akan panen kasus," ujar Netty.
Dia mencontohkan, pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan paslon dan tim pemenangannya pada sejumlah tahapan pilkada. Mulai dari membuat kerumunan sampai lalai menerapakan 3M.
"Berkaca dari beberapa waktu lalu, rangkaian tahapan Pilkada tidak berjalan dengan tertib dan sesuai dengan prokes. Para pendukung paslon banyak yang berkerumun dan tidak menggunakan masker. Kita harus memastikan hal ini tidak terjadi lagi dan pemerintah harus bertindak tegas jika ada aktivitas yang berisiko untuk menularkan Covid-19," tegas Netty.
Netty mendorong agar pemerintah dan penyelenggara pemilu menerapkan sanksi tegas agar tidak terjadi klaster Covid-19 pasca-pilkada.
"Buat skema sanksi di mana para paslon dan pendukungnya takut untuk melanggarnya. Kita tak boleh meremehkan dan membiarkan terjadinya pelanggaran demi pelanggaran begitu saja," tambah Netty.
Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI ini juga menyoroti soal pemberian hak memilih bagi pasien Covid-19 yang sedang menjalani perawatan. Menurutnya, setiap warga yang memenuhi persyaratan undang-undang memang memiliki hak pilih, namun keselamatan warga yang lain juga perlu dipikirkan.
“Pemenuhan hak ini harus dijalankan dengan benar agar jangan justru jadi bencana. Lakukan edukasi kepada petugas KPPS supaya tidak tertular saat mengambil suara dari pasien Covid-19. Dampingi mereka dengan tenaga kesehatan. KPU juga harus membuat skema teknis baku yang taat prokes untuk para petugas yang mengambil suara dari pasien Covid-19,” kata Netty.
Netty menyarankan agar sebaiknya pengambilan suara pasien Covid-19 bersifat ambil bola. "Jika ada permohonan dari pasien, baru petugas mendatangi yang bersangkutan. Jika tidak, dianggap absen atau blanko. Anggap saja sama dengan yang sehat, jika tidak mau mendatangi TPS, maka suaranya hilang," paparnya.
Terakhir, Netty meminta agar pemerintah meningkatkan jumlah testing di daerah-daerah. "Terutama di daerah yang menyelenggarakan Pilkada, testing harus ditingkatkan agar masyarakat yang berkumpul relatif lebih aman. Berharap hanya kepada penerapan prokes tidak menjamin tidak adanya penularan Covid-19," kata Netty.
"Selain itu, sarana dan prasarana untuk menerapkan prokes harus tersedia lengkap. Di tempat pencoblosan harus ada fasilitas mencuci tangan dan untuk penerapan 3M lainnya. Pemerintah harus mengaturnya secara serius agar Pilkada tidak menjadi bencana," tandasnya.
(mdk/ray)