Evaluasi 1 tahun kinerja KPU tunjukan stagnasi
Hal yang cukup mencolok lainnya seperti halnya sejumlah ahli menyetujui sebanyak 67 persen bahwa Bawaslu dalam aspek verifikasi parpol calon peserta pemilu telah melakukan pelayanan yang adil dan setara. Sedangkan, KPU mendapatkan persentase sebesar 36 persen.
Koalisi masyarakat sipil peduli pemilu melakukan evaluasi 1 tahun kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara pemilu. Evaluasi didapatkan dari survei yang telah mereka lakukan terhadap sejumlah ahli yang memiliki kompetensi dan pemahaman terhadap isu kepemiluan, seperti dari unsur NGO, Akademisi dan Media (Jurnalis).
Kelompok masyarakat sipil peduli pemilu yang mengadakan survei sendiri terdiri dari Kode Inisiatif, Perludem, Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Sindikat Pemilu Demokrasi (SPD).
-
Data apa yang bocor dari situs KPU? Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, data yang bocor dari situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan data DPT.
-
Siapa yang mengklaim telah meretas situs KPU? Pelaku kejahatan siber dengan nama anonim "Jimbo" mengklaim telah meretas situs kpu.go.id dan mendapatkan data DPT dari situs tersebut.
-
Bagaimana KPU mengawasi jalannya pemilihan? Sebagai penyelenggara, KPU bertugas untuk mengawasi jalannya pemilihan agar sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. Mereka harus memastikan bahwa semua proses pemilihan dilakukan secara adil dan transparan, serta menangani pelanggaran yang mungkin terjadi.
-
Mengapa KPU didirikan? KPU didirikan sebagai hasil dari reformasi politik pasca Orde Baru.
-
Kapan DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU? DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
-
Siapa yang melaporkan Ketua KPU Hasyim Asy'ari? Hasyim Asy'ari sebelumnya dilaporkan seorang wanita anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda berinisial CAT ke DKPP.
Hasilnya, Bawaslu dalam waktu 1 tahun ini dikatakan telah menunjukkan kemajuan. Namun, hal berbeda terjadi pada KPU yang dipersepsikan bahwa tidak ada kemajuan dalam kinerjanya.
"Responden menilai berdasarkan hasil survei yang diberikan tidak ada kemajuan kinerja KPU sekarang dibanding KPU periode sebelumnya. Berbeda dengan Bawaslu," ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, di D Hotel, Jakarta Selatan, Selasa (8/5).
Namun Titi menegaskan, evaluasi tersebut tidak bisa dijadikan kesimpulan secara instan mengenai kinerja KPU periode saat ini.
"Karena memang ada situasi objektif yang berbeda antara pemilih 2019 dengan pemilu-pemilu sebelumnya," tegas Titi.
Selain itu, evaluasi ini juga dikatakan Titi tidak dimaksudkan untuk membenturkan KPU dan Bawaslu ataupun untuk mendeligitimasi kedua institusi tersebut.
"Tidak untuk mengompetisikan 2 institusi ini tapi semata-mata sebagai sumbangsih kami untuk evaluasi eksternal, untuk lebih baik lagi mengelola kinerja-kinerja ke depannya," katanya.
Responden diberikan pertanyaan mengenai apakah kinerja penyelenggara pemilu periode 2017-2022 menunjukkan kemajuan dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya pada KPU dan Bawaslu. Kemudian hasil menunjukkan, pada KPU sebanyak 36 persen responden setuju dan pada Bawaslu 67 persen setuju.
"KPU: 47% kurang setuju, 36% setuju, 6% tidak setuju, 8% tidak tau, 3% sangat setuju. Kemudian Bawaslu: 22% kurang setuju, 67% setuju, 3% tidak setuju, 6% tidak tau, 3% sangat setuju," ucap Peneliti Kode Inisiatif, Adelline Syahda di lokasi yang sama.
Hal yang cukup mencolok lainnya seperti halnya sejumlah ahli menyetujui sebanyak 67 persen bahwa Bawaslu dalam aspek verifikasi parpol calon peserta pemilu telah melakukan pelayanan yang adil dan setara. Sedangkan, KPU mendapatkan persentase sebesar 36 persen.
Namun dalam 31 aspek survei lainnya, Bawaslu dan KPU tidak begitu banyak memiliki perbedaan yang signifikan.
"Pada Bawaslu, aspek pelayanan yang adil dan setara dalam pendaftaran parpol calon peserta pemilu sebesar 69 persen. Lalu KPU mendapatkan 50 persen," ujar Adelline.
Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan metode campuran antara kuantitatif melalui survei pakar (elit) dan kualitatif.
Survei ini disebar kepada 62 responden pada tanggal 24 Maret - 9 April 2018. Sebanyak 36 responden mengembalikan hasil survei, dengan rincian 12 responden berasal dari masyarakat sipil (NGO), 13 orang akademisi, dan 11 orang jurnalis.
Adapun 7 variabel yang diteliti adalah:
1. Kemandirian penyelenggara pemilu (5 pertanyaan);
2. Profesionalitas lembaga penyelenggara pemilu (10 pertanyaan);
3. Keadilan dan imparsialitas lembaga penyelenggara pemilu;
4. Kepastian hukum (6 pertanyaan);
5. Inklusifitas dan aksesibilitas (4 pertanyaan);
6. Keterbukaan dan partisipasi (7 pertanyaan);
7. Penilaian umum terhadap penyelenggara pemilu (2 pertanyaan).
Reporter: Yunizafira Putri
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
KPU: Satu TPS tak boleh lebih dari 300 pemilih
KPU ungkap rumitnya hadapi Pemilu serentak 2019
Ini alasan Bawaslu dan Ombudsman tak setuju eks napi korupsi dilarang nyaleg
KPU tetapkan jumlah DPT Sulsel sebanyak 6.022.987 jiwa
Calon kepala daerah di Pilkada serentak 2018 dilarang main sinetron