Freeport terseret dalam korupsi eks Gubernur Papua
Freeport tadinya hendak membeli listrik dari PLTA itu, tapi urung terlaksana karena proyek itu fiktif.
PT Freeport, salah satu perusahaan tambang emas terbesar di Indonesia, ikut terseret dalam kasus korupsi Gubernur Papua, Barnabas Suebu. Perseroan disebut ikut terlibat perkara rasuah proyek kegiatan Detail Engineering Design (DED) di sungai Paniai dan Sentasi tahun anggaran 2008, serta DED Sungai Urumuka dan Memberamo pada 2009-2010.
Hal itu termaktub dalam surat dakwaan Barnabas dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa membeberkan, PT Freeport awalnya berencana membeli daya listrik yang dihasilkan PLTA dari aliran Sungai Urumuka.
Dari dakwaan dipaparkan jaksa, perjanjian itu disampaikan Presiden Direktur PT Freeport, Armando Mahler, saat menghadiri pertemuan dengan Barnabas yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Papua, Jannes Johan Karubaba, dengan Kepala Bappeda, Alex Rumasep, di Hotel Sheraton Mimika, pada awal 2009.
"Dalam pertemuan tersebut, Armando Mahler menyampaikan PT Freeport telah menemukan air terjun di sungai Urumuka yang berpotensi dibangun PLTA dan PT Freeport bersedia membeli daya listrik yang dihasilkan PLTA tersebut," kata Jaksa KPK, Fitroh Rohcahyanto, saat membacakan surat dakwaan, Senin (6/7).
Tergoda perjanjian itu, Barnabas lantas memerintahkan Jannes melakukan uji kelayakan dari lokasi Sungai Urumuka. Hal itu dilakukan Barnabas memanfaatkan masa jabatannya sebagai Gubernur yang akan habis.
"Selanjutnya, Barnabas menunjuk PT Konsultasi Pembangunan Irian Jaya (KPIJ) dan PT Indra Karya (selaku subkontraktor), untuk menyiapkan kelengkapan administrasi lelang. Sedangkan Distamben hanya memproses pencairan anggaran," ujar Fitroh.
Kendati demikian, janji PT Freeport itu tidak terlaksana dengan baik. Sebab, proyek itu hanya menjadi kegiatan fiktif.
Lantaran perbuatan Barnabas itu, dia mendapatkan keuntungan sebesar Rp 550 juta. Selain Barnabas, jaksa KPK menyebut ada 21 pihak lain yang menerima kucuran dana dari proyek DED sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 43.362.781.473.
Atas perbuatannya, Barnabas diancam pidana dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.