Gerakan Donasi Peti Mati ala Alumni Gelanggang UGM
Lonjakan pasien positif Covid-19 terjadi sejak awal Juli 2021 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lonjakan pasien ini berimbas pada naiknya angka kematian di sana. Hal ini berimbas pada naiknya permintaan peti mati. Kondisi ini sempat membuat krisis peti mati terjadi di DIY.
Lonjakan pasien positif Covid-19 terjadi sejak awal Juli 2021 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lonjakan pasien ini berimbas pada naiknya angka kematian di sana. Hal ini berimbas pada naiknya permintaan peti mati. Kondisi ini sempat membuat krisis peti mati terjadi di DIY.
Melihat kondisi ini, serombongan alumni Gelanggang Universitas Gadjah Mada (UGM) pun tergerak untuk melakukan sesuatu. Berbekal dengan semangat membantu sesama, rombongan alumni Gelanggang UGM pun membuat peti mati.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
-
Kapan virus menginfeksi sel inang? Virus dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Dalam kehidupan sehari-hari, virus tidak lagi terdengar asing bagi kita. Bermacam-macam virus dapat menimbulkan berbagai penyakit pada tubuh manusia yang tidak diinginkan. Jika tubuh kita dalam kondisi menurun (lemah), maka kita dapat dengan mudah terserang penyakit atau virus. Virus dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Sebagai agen penyakit, virus memasuki sel dan menyebabkan perubahan-perubahan yang membahayakan bagi sel, yang akhirnya dapat merusak atau bahkan menyebabkan kematian pada sel yang diinfeksinya. Sebagai agen pewaris sifat, virus memasuki sel dan tinggal di dalam sel tersebut secara permanen.
Juru bicara Alumni Gelanggang UGM Herlambang Yudho Dharmo mengatakan bahwa awalnya gerakan ini saat melihat kondisi krisis peti mati di RSUP Dr Sardjito. Saat itu, di awal Juli, jenazah yang harus dimakamkan dengan prokes jumlahnya melonjak.
Herlambang menjabarkan di ruang jenazah bahkan terjadi antrean untuk pemulasaran. Salah satu penyebab antrean ini karena menunggu peti mati dibuat. Dalam pemakaman dengan prokes, penggunaan peti mati bagi jenazah menjadi salah satu syarat.
Melihat kondisi ini, salah seorang aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM Capung Hendrawan pun berinisiatif untuk membuat peti mati. Hanya saja di awal pembuatan peti mati, ada sejumlah kendala. Dari belum punya pengalaman membuat peti mati hingga masalah bahan.
Herlambang menuturkan awalnya dibuat prototipe peti mati. Dari prototipe ini pun kemudian dievaluasi agar menjadi peti mati yang efisien dan sesuai dengan prokes.
"Kami sebenarnya tak punya pengalaman diperkayuan apalagi membuat peti mati. Kami buat saja dulu. Mas Capung kebetulan punya alat-alat perkayuan dan ada bahan kayu yang bisa dipakai. Lalu kami bikin satu dan dievaluasi," ujar Herlambang saat dihubungi, Sabtu (24/7).
"Kemudian dari evaluasi kami ganti bahan kayu menjadi multiplek ukuran 12 mm untuk tepian dan ukuran 18 mm di bagian dasar peti. Terus nanti dalamnya dikasih plastik. Itu nanti jenazah dimasukkan dalam keadaan sudah terbungkus dibungkus plastik lagi. Prinsipnya adalah lapisan yang melindungi jenazah itu tidak terakses langsung dari luar," sambung pria berusia 57 tahun ini.
Herlambang menjabarkan awalnya hanya mengunggah pembuatan peti mati ini di media sosial. Kemudian unggahan ini ramai di media sosial. Herlambang mengaku awalnya tidak berniat untuk ada donasi pembuatan peti mati ini. Namun saat ramai di media sosial, donasi justru berdatangan.
Pembuatan peti mati ini dibuat oleh Alumni Gelanggang Mahasiswa UGM di rumah Capung yang berada di Nogotirto, Kabupaten Sleman. Usai rampung dibuat, peti mati ini kemudian dibawa ke markas Damkar UGM untuk didistribusikan.
"Kami fokus utamanya peti mati ini untuk melayani kebutuhan di RSUP Dr Sardjito dan RSA UGM. Namun bila masih ada stok masyarakat umum bisa saja memanfaatkannya," papar Herlambang.
"Kami fokus di RSUP Dr Sardjito dan RSA UGM karena permintaan peti mati tinggi. Dan para perajin peti mati kewalahan untuk menyediakannya," sambung Herlambang.
Herlambang menceritakan dalam pembuatan peti mati ini dibuat oleh orang-orang amatir di bidang perkayuan. Tangan-tangan amatir ini disebut Herlambang ada yang berprofesi sebagai guru besar, sutradara, fotografer bahkan polisi. Semuanya bersatu padu untuk membuat peti mati ini. Herlambang memaparkan saat ini dalam sehari ada puluhan peti mati yang dibuat.
Banyak cerita yang muncul dari pembuatan peti mati ini. Salah satunya sempat ada perajin peti mati yang menghubungi dirinya untuk memesan peti. Perajin itu siap membeli dengan harga mahal karena memang permintaannya tinggi.
"Kebetulan saya yang ditelepon. Saya bilang bahwa peti mati ini gratis. Tidak diperjualbelikan. Kemudian perajin itu kaget dan meminta maaf," beber Herlambang.
"Pernah pula suatu malam saya ditelepon keluarga dari orang yang meninggal karena Covid-19. Dia tanya apakah ada peti dengan lebar 90 cm. Saya bilang tidak ada karena kami hanya membuat ukuran standar. Tapi saya bilang coba saya tanya ke rekan-rekan yang membuat. Kebetulan saat itu sudah sedang istirahat. Kemudian tak lama keluarga itu telepon lagi mengabarkan sudah dapat peti dari perajin," tutur Herlambang.
Herlambang menuturkan bahwa saat itu penelpon bercerita dapat harga yang cukup tinggi dan harus menunggu lama. Jenazah, sambung Herlambang, meninggal sore dan peti baru bisa jadi besok pagi.
"Saya langsung makdeg. Jenazah harus menunggu berjam-jam. Padahal seharusnya kan segera dimakamkan, semakin cepat semakin baik. Padahal saat itu sudah mau saya telepon lagi mengabarkan bahwa teman-teman siap membuatkan dan hanya butuh waktu 1 jam. Namun karena sudah memesan ke perajin, saya gak enak takutnya dikira mematikan rejeki. Sampai saat ini saya masih kepikiran. Saya bisa bantu tapi ternyata kami belum bisa," kenang Herlambang.
Herlambang menambahkan sebenarnya gerakan pembuatan peti mati ini bukan hanya berhenti dipembuatan atau pengadaan. Herlambang dan teman-temannya ingin agar gerakan ini banyak direplikasi oleh pihak lainnya. Sehingga kebutuhan peti mati bisa terpenuhi dan tak ada pemakaman yang tertunda lama karena menunggu peti mati.
Dia berharap agar gerakan pembuatan peti mati ini sesegara mungkin diakhiri dan tidak lagi diproduksi. Artinya, pandemi Covid-19 bisa segera rampung dan tidak ada korban meninggal dan pemakaman dengan prokes.
"Kami berharap sesegera mungkin kami berhenti produksi, artinya Covid-19 itu sudah turun dan pengadaan peti itu juga sudah teratasi. Harapan kami yang lain adalah kalau memang masih panjang ini, supaya kita bareng-bareng memenuhi kebutuhan peti yang krisis ini. Itu harapan kami paling utama. Kita kan gotong royong nomor satu semangatnya," pungkas Herlambang.
Baca juga:
Wali Kota Ambon Bersama Istri dan Anaknya Positif Covid-19
Istana Luncurkan Bantuan Oksigen Konsentrator dari Para Pengusaha
Tracing Covid-19 Secara Digital, Panglima TNI Beri Laptop ke Babinsa
Proses Penjemputan Lamban, Jenazah Covid-19 di RSUD Daya Berbau
Satgas Covid-19 Tegaskan Pasar Tanah Abang Boleh Beroperasi Saat PPKM Level 4
Ketua Satgas: Covid-19 Sulit Diprediksi, Varian Baru Muncul Macam-macam