Gugus Tugas Covid-19 Ingatkan Puncak Penularan DBD Bisa Terjadi di Pertengahan Tahun
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional Percepatan dan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro menjelaskan, kondisi penyebaran DBD turut dialami seluruh dunia dan ini menjadi tantangan berat yang harus dihadapi.
Di tengah pandemi Covid-19, masyarakat turut diminta kewaspadaannya terhadap penyebaran penyakit demam berdarah (DBD) yang sangat tengah mencapai puncaknya, pada pertengahan tahun.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional Percepatan dan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro menjelaskan, kondisi penyebaran DBD turut dialami seluruh dunia dan ini menjadi tantangan berat yang harus dihadapi.
-
Kapan gejala DBD muncul? Setelah terinfeksi, seseorang dapat mengalami gejala DBD dalam beberapa hari.
-
Apa yang dimaksud dengan DBD? Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi penyakit yang sering disalahpahami oleh masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa seseorang yang pernah terkena DBD tidak akan terinfeksi lagi karena sudah kebal terhadap virus dengue.
-
Bagaimana cara DBD ditularkan? Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan utama di berbagai negara tropis dan subtropis, terutama di Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika.
-
Apa saja gejala DBD pada anak? Gejala penyakit DBD atau demam berdarah dengue pada anak antara lain adalah sebagai berikut: Demam tinggi. Anak akan mengalami demam tinggi hingga mencapai 40°C selama 2-7 hari. Demam ini bisa memiliki pola pelana kuda, yaitu demam naik turun dengan fase kritis di saat suhu menurun.
-
Kapan kasus DBD biasanya meningkat? Tren peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu terjadi di musim hujan, dan penyakit ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
-
Bagaimana cara terbaik untuk mencegah DBD? Langkah pencegahan yang tepat sangat penting untuk mencegah terjangkitnya kembali DBD. Salah satu cara efektif yang dapat dilakukan adalah melalui vaksinasi.
"DBD adalah salah satu beban berat Pemerintah Indonesia dan mengancam kesehatan masyarakat menurut laporan Kementerian Kesehatan kasus DBD dari minggu ke 1 sampai dengan minggu ke 27 Tahun 2020 jumlah kasus DBD mencapai lebih dari 70.000 kasus," katanya di Gedung BNPB, Jakarta, Jumat (3/7).
Dia menjelaskan, penyebaran DBD sudah tersebar di 34 provinsi dan 465 Kabupaten/Kota di Indonesia. Dengan jumlah kematian akibat penyakit gigitan nyamuk aedes aegypti sudah mencapai lebih dari 500 orang.
"Penambahan kasus baru kematian terus bertambah puncak DBD biasa terjadi menjelang pertengahan tahun," ujarnya.
Reisa menyebutkan berdasarkan dari data Kemenkes RI terdapat sejumlah wilayah yang memiliki kasus DBD dan Covid-19 yang tinggi, seperti Jawa Barat, Lampung, NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sulawesi Selatan.
"Fenomena ini memungkinkan seseorang yang terinfeksi Covid-19 beresiko terinfeksi DBD. Pada prinsipnya sama upaya untuk mencegah nya adalah menghindari infeksi dan untuk DBD gigitan nyamuk di tengah pandemi Covid-19 Kita juga harus menekan angka DBD," jelasnya.
Selain itu, dia mengungkapkan, penyakit DBD memiliki gejala yang akan muncul sekitar 10 hari setelah mengalami gigitan nyamuk.
"Gejala DBD yang paling umum adalah demam tinggi, tubuh menggigil, tubuh berkeringat, sakit kepala, nyeri tulang muncul bintik-bintik merah di kulit, pendarahan di hidung maupun gusi. Nah untuk bintik-bintik merah, karena turunnya trombosit pada tubuh," terangnya.
Maka, Reisa mengimbau kepada masyarakat bila terjangkit DBD selain dilakukan perawatan. Harus banyak istirahat dan minum air putih agar tidak dehidrasi.
"Maka penting untuk lakukan pencegahan dengan 3 M Plus, yakni menguras wadah air, membersihkan genangan air hingga menimbun barang-barang bekas supaya tidak menjadi sarang nyamuk. Itu adalah langkah-langkah utama dalam mencegah DBD secara mandiri," tutupnya.
(mdk/fik)