Hakim kasus suap WTP heran ada peminjaman uang buat pencalonan Ketua BPK
Jaksa kemudian mengonfirmasi tentang Abdul Latif, pejabat di BPK, kepada Ending. Diduga, uang yang dikatakan merupakan pinjaman oleh Ending diperuntukan untuk Abdul Latif dalam pencalonan dirinya sebagai komisioner BPK-RI.
Majelis Hakim sidang kasus suap pemberian opini Wajar Tanpa pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KemendesPDTT) mempertanyakan pinjaman uang oleh mantan auditor BPK, Ali Sadli kepada Sekjen Koni, Ending Fuad Hamidy. Ali diketahui pernah meminjam USD 80.000 kepada Hamidy untuk keperluan Abdul Latief dalam pencalonan ketua BPK.
"Soal pencalonan Abdul Latief, saudara pinjam uang pada siapa?" tanya Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki kepada Ali di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (2/1).
-
Apa yang dilakukan oleh KWT Srikandi di Kelurahan Nusa Jaya? Para anggota KWT Srikandi di RT 02, RW 08 ini berhasil membudidayakan sejumlah jenis sayuran yang mudah diolah.
-
Kapan Waduk Jatigede biasanya surut? Saat bulan Juli sampai Oktober volume air sudah tidak tampak, dan hanya menyisakan bagian dasar waduh yang sudah kering.
-
Kapan Wibowo Wirjodiprodjo meninggal? Di akhir hidupnya, Ari dan Ira Wibowo menceritakan bahwa sang ayah pergi dengan tenang, tanpa rasa sakit, dan dikelilingi oleh keluarga tercinta.
-
Kapan Ganjar Pranowo berencana menerapkan KTP Sakti? Oleh karena itu, saat terpilih menjadi Presiden Ganjar langsung menerapkan KTP Sakti ini.“Sebenarnya awal dari KTP elektronik dibuat. Maka tugas kita dan saya mengkonsolidasikan agar rakyat jauh lebih mudah menggunakan identitas tunggalnya,” tutup Ganjar.
-
Kapan Sepur Kluthuk Jaladara diresmikan? Kereta api uap ini diersmikan pada tahun 2009 oleh Menteri Perhubungan saat itu, Jusman Syafi'i Djamal.
-
Kapan HUT Kopassus diperingati? Kopassus didirikan pada tanggal 16 April 1952. Selamat ulang tahun ke-72, Kopassus!
"Hamidy. Tapi bukan saya yang pinjam. Pada saat itu ketemu Latief dan Hamidy, saya duduk di situ bersama Yaya (Apriyadi Malik). Bukan saya yang pinjam, tapi Pak Latief yang pinjam, melalui saya USD 80.000," ujar Ali
Hakim Ibnu sempat bertanya alasan Ali meminjam uang kepada Hamidy, mengingat saat itu KONI pada Kementerian Olahraga merupakan entitas audit III, tempat Ali melakukan audit.
"Kok pakai uang Hamidy?" tanya Hakim Ibnu.
"Karena waktu itu uang saya sebagian sudah dijadikan aset," ujarnya.
Konfirmasi serupa pernah disampaikan jaksa penuntut umum pada KPK. Jaksa mengaku heran atas nominal yang diberikan Ending kepada Ali. Sebab, berdasarkan pengakuan Ending dia jarang bertemu dengan Ali dan jarang berkomunikasi. Terlebih lagi, dalam rentang waktu delapan hari uang pinjaman dikembalikan Ali.
Jaksa kemudian mengonfirmasi tentang Abdul Latif, pejabat di BPK, kepada Ending. Diduga, uang yang dikatakan merupakan pinjaman oleh Ending diperuntukan untuk Abdul Latif dalam pencalonan dirinya sebagai komisioner BPK-RI.
Meski sempat mengelak, dia membenarkan adanya permintaan uang dari Abdul Latif saat jaksa penuntut umum membacakan isi berita acara pemeriksaan Ending.
"Saya tahu dari Ali bahwa Abdul Latif butuh sejumlah uang untuk pencalonan komisioner BPK-RI. BAP saudara ini betul?" konfirmasi Jaksa Ali.
"Betul," jawab Ending.
"Pada 5 april malam, kasih uang USD 80,000? Anda jawab, tidak saya hanya ketemu Ali, Abdul Latif untuk pinjam uang calon Abdul Latif sebagai anggota BPK. Ali juga katakan Abdul Latif juga butuh uang untuk pernikahan anaknya. Abdul Latif malu minta langsung ke saya sehingga minta lewat Ali Sadli. Betul?" konfirmasi jaksa lagi.
"Betul," tukasnya lagi.
Akan tetapi usai membenarkan BAP yang dibacakan jaksa, Ending kembali berkelit uang tersebut bukan untuk pencalonan Abdul Latif sebagai komisioner BPK-RI.
"Saya nangkapnya itu untuk pernikahan keluarganya," ujar Ending.
Persoalan uang untuk Abdul Latif juga sempat dikonfirmasi jaksa kepada anak buah Ali Sadli, Yudy Ayodya. Namun dia mengaku tidak diminta tolong oleh Ali soal pencalonan Abdul Latif.
Sementara itu diketahui, Ali Sadli didakwa dengan tiga dakwaan sekaligus yakni penerimaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang.
Terhadap penerimaan suap, Ali didakwa menerima suap Rp 240 juta dari Sugito dan Jarot, dua terpidana pemberian suap kasus yang sama. Uang tersebut sebagai pemulus agar Kemendes PDTT mendapat opini WTP dari BPK-RI. Jaksa penuntut umum mendakwa Ali dengan Pasal 12 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan perkara gratifikasi, Ali didakwa dengan Pasal 12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Terakhir, Ali didakwa dengan Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Baca juga:
Jual beli mobil mewah, eks auditor BPK ngaku bayar dari sebagian honor dinas
Ditanya penghasilan, eks auditor BPK sebut Rp 52 juta sambil cerita bisnis angkot
Eks auditor BPK akui taruh titipan jam mewah di ruangan Rochmadi Saptogiri
Eks auditor BPK ajukan JC atas kasus suap opini Kemendes PDTT
Terdakwa penerima suap klaim tak tahu soal uang titipan dari Kemendes