Hari ini Gunung Agung beberapa kali 'batuk' dan gempa
Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil Syahbana mencatat terjadi sejumlah erupsi Gunung Agung, usai letusan diiringi lontaran lava pijar yang terjadi Senin kemarin.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Pemantauan Gunung Api Wilayah Timur, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil Syahbana mencatat terjadi sejumlah erupsi Gunung Agung, usai letusan diiringi lontaran lava pijar yang terjadi Senin kemarin.
Mulai Selasa (3/7) pukul 00.00 WITA sampai pada pukul 06.00 WITA, ada satu kali gempa letusan, 10 kali embusan asap dan tiga kali gempa dengan frekuensi rendah.
-
Kapan Gunung Semeru erupsi? "Terjadi erupsi Gunung Semeru pada hari Senin, 6 Mei 2024 pukul 05.43 WIB dengan tinggi kolom letusan teramati sekitar 700 meter di atas puncak atau sekitar 4.376 mdpl," kata Petugas Pos Pengamatan Gunung Semeru Mukdas Sofian, Senin (6/5).
-
Di mana letak Gunung Semeru yang mengalami erupsi? Gunung Semeru yang berada di perbatasan Kabupaten Lumajang dengan Malang, Jawa Timur mengalami erupsi dengan tinggi letusan teramati 600 meter di atas puncak atau 4.276 meter di atas permukaan laut (mdpl) pada Rabu.
-
Kenapa Gunung Agung di Bali dikeramatkan? Gunung Agung merupakan gunung yang dikeramatkan warga Bali, karena ada banyak pantangan yang harus dipatuhi ketika akan mendaki.
-
Kapan Gunung Tangkuban Perahu dikabarkan erupsi? Beredar sebuah video di media sosial Facebook yang mengandung narasi bahwa Gunung Tangkuban Perahu yang berada di Bandung, Jawa Barat, mengalami erupsi pada tanggal 11 Juni 2024 lalu.
-
Bagaimana bukti bahwa Gunung Tangkuban Perahu mengalami erupsi? PenelusuranCek Fakta merdeka.com melakukan penelusuran melalui Google Image dan menemukan bahwa video yang beredar merupakan video yang diunggah oleh akun Youtube Imam Budiman pada tanggal 27 Juli 2019.
-
Bagaimana proses terbentuknya petir saat erupsi gunung berapi? “Explosive dengan kecepatan tinggi, maka yang tadinya senyawa a dan b akan putus menjadi a plus dan b minus, atau dalam konteks yang lebih kecil skala atom. Adanya tekanan yang tinggi itu, elektron-elektron tersebut dipaksa keluar, sehingga menjadi elektron bebas," ungkapnya. Mirzam menambahkan, elektron bebas menjadi cikal bakal utama terbentuknya petir. Partikel-partikel yang terlontar dengan kecepatan tinggi bergesekan satu sama lain yang akhirnya menghasilnya muatan listrik.
Sementara, pukul 04.13 WITA, terjadi erupsi lagi yang membawa material abu dan terdengar gemuruh. Untuk ketinggian abu relatif sama dengan yang terjadi kemarin dengan mencapai 2.000 meter.
"Namun kalau dari segi tekanan mulai dari kemarin pada pukul 21.04 WITA, memang lebih besar karena dia melontarkan lava pijar," ucap Devy saat ditemui di Pos Pantau Gunung Api Agung di Desa Rendang, Karangasem, Bali.
Devy memaparkan, untuk spektrum aktivitas Gunung Agung ini sangat luas. Jika dilihat dari sejarah panjangnya, karakteristik Gunung Agung dicirikan oleh erupsi-erupsi yang bersifat eksplosif dan efusif.
"Eksplosif ini dari strombolian sampai ke vulkanian, dan sampai juga ke sablinian. Artinya kolom abu bisa pendek, menengah dan bisa sampai tinggi. Dan juga bisa berupa leleran lava ke permukaan kawah," jelasnya.
Menurut Devy, jika dilihat pada tahun 1963 yang lalu, erupsi Gunung Agung sampai lava keluar kawah, karena memang kedalaman atau dimensi kawah pada tahun itu lebih kecil daripada saat ini.
"Proses yang terjadi pada tahun ini, karakteristik erupsinya tidak menyimpang dari karakteristik Gunung Agung itu sendiri. Hal ini masih melakukan efusif lava, dan masih melakukan erupsi eksplosif atau magmatik. Pada tahun 2016 dan 2017 yang lalu, dia (Gunung Agung) melakukan erupsi abu dan erupsi strombolian seperti yang terjadi pada tanggal 19 Januari 2018 dan kemarin malam," jelasnya.
Untuk saat ini, kata Devy akan terus mengikuti aktivitas perkembangan Gunung Agung. Karena dalam memantau perkembangan bukan hanya dilihat secara visual saja, namun juga didukung oleh data-data perkembangan yang lain.
"Kita mengamati bukan hanya secara visual, kalau melihat secara visual saja kita bisa tersesat, tapi kita lihat data-data lainnya seperti data seismik, kegempaan, deformasi, atau data-data geokimia dan data dari satelit atau lainnya," ujarnya.
Untuk data dari seismik hal itu bisa dilihat, bahwa seluruh gempa yang terekam adalah gempa-gempa yang frekuensinya rendah. Konten frekuensi rendah ini, berkaitan aliran yang menuju kepermukaan. Selama dalam 6 jam terakhir dalam gempa-gempa vulkanik yang mencirikan adanya peretakan batuan karena adanya pergerakan magma yang besar dari bawah Gunung Agung.
"Jadi untuk sementara ini kita masih evaluasi. Untuk tingkat status Gunung Agung ini masih di level 3 atau (SIAGA) dengan ancaman bahanya di radius 4 kilo meter. Jadi kami mengimbau, bagi masyarakat tidak melakukan aktivitas apapun di dalam radius 4 kilo meter," jelas Devy.
"Untuk aktivitas Gunung Agung ini masih tinggi, karena masih terus berkembang aktivitasnya untuk terjadi erupsi kembali. Jadi kalau kita melihat diatas kawah dan melihat cahaya yang terang itu, indikasinya sedang melakukan eruspsi eksplosif meskipun tidak mengeluarkan abu. Jadi erupsi ini, adalah keluarnya magma ke permukaan," tambah Devy.
"Kalau yang terjadi secara efusif, hal itu berupa aliran dari dalam gunung dan keluar gunung. Kalau yang terjadi keluar abu dan lontaran lava pijar adalah erupsi yang eksplosif. Sampai saat ini, kita masih dalam fase erupsi dan kita masih berpotensi melihat Gunung Agung erupsi kembali," tutup Devy.
Baca juga:
Abu vulkanik Gunung Agung sampai Jember, warga diminta pakai masker
Erupsi Gunung Agung, warga takut pulang dan bertahan di pengungsian
Erupsi Gunung Agung, aktivitas di Bandara Ngurah Rai masih normal
Efek lontaran lava pijar, hutan di sekitar Gunung Agung terbakar
Kembali erupsi, Gunung Agung semburkan lava pijar hingga 2 km
Bos BPS optimistis erupsi Gunung Agung tak pengaruhi kunjungan wisman ke RI