Ingin dapat simpati publik, polisi harus sapu bersih preman!
"Yang pasti polisi harus meningkatkan kinerjanya. Biar dia mendapatkan respon dari masyarakat," kata Edi.
Kejujuran 11 prajurit Kopassus mengakui telah menembak empat tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cebongan, Sleman, Yogyakarta, berbuah dukungan dari berbagai pihak. Tidak lagi dianggap sebagai pelaku kejahatan, aksi mereka dianggap heroik karena menumpas preman di Yogyakarta. Seumpama pelaku tersebut polisi, tentu lain lagi ceritanya.
Untuk masyarakat, suatu hal biasa polisi menangkap bahkan menembak mati preman, sebab itu adalah bagian dari tugas utama polisi. Bahkan menjadi citra buruk, jika polisi dinilai tidak mampu meredam aksi preman di suatu daerah.
"Polisi menangkap preman tidak memberi respek, karena orang tahu itu tugasnya. Harusnya dukung, memberikan respon bagus. Lagi-lagi orang beranggapan polisi menangkap maling atau preman, orang akan beranggapan itu tugas polisi," kata anggota Kompolnas Edi Sahputra Hasibuan kepada merdeka.com, Senin (8/4).
Menurutnya, banjir dukungan kepada 11 prajurit Kopassus itu merupakan hak pribadi masyarakat. Sehingga fenomena tersebut tidak dapat disalahkan sepenuhnya.
Sebagai lembaga pemantau kinerja polisi, Edi yakin anggota polisi juga bisa meraih simpati besar publik. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah bekerja optimal memberikan rasa aman kepada masyarakat.
"Yang pasti polisi harus meningkatkan kinerjanya. Biar dia mendapatkan respon dari masyarakat," kata Edi.
Namun, Edi enggan menjelaskan lebih lanjut bentuk konkrit optimalisasi kinerja polisi. Yang jelas, polisi harus dapat melakukan sesuatu yang lebih berguna untuk rakyat, tidak cuma menangkap preman.
"Ya penegakan hukum kan tugasnya polisi. Kopassus ya untuk pertahanan, jadi beda," lanjutnya.