Ini bahaya media sosial di mata Panglima TNI dan Kapolri
Perkembangan dunia serba digital di Indonesia begitu pesat. Hal itu dinilai memudahkan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa melalui media sosial yang menjadi bagian dari teknologi tersebut.
Perkembangan dunia serba digital di Indonesia begitu pesat. Hal itu dinilai memudahkan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa melalui media sosial yang menjadi bagian dari teknologi tersebut.
Sebagian masyarakat juga kerap memposisikan dirinya sebagai orang yang lebih dahulu mengetahui setiap peristiwa. Sehingga akan langsung mempublish informasi tersebut tanpa kroscek terlebih dahulu.
-
Di mana Marsda TNI Deni Hasoloan lahir? Deni Hasoloan Simanjuntak lahir di Bandung, Jawa Barat, 22 Juli 1973.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Apa yang dilakukan Tri Tito Karnavian kepada 6 Pj. Ketua TP PKK Provinsi? Ketua Umum (Ketum) Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Tri Tito Karnavian melantik enam Penjabat (Pj.) Ketua TP PKK Provinsi.
-
Siapa menantu Panglima TNI? Kini Jadi Menantu Panglima TNI, Intip Deretan Potret Cantik Natasya Regina Ini potret cantik Natasya Regina, menantu panglima TNI.
-
Apa yang dilakukan Hadi Tjahjanto saat bertemu dengan keluarga prajurit TNI? Hadi juga sempat menceritakan perjuangan menjadi anak Kopral. "Tahu enggak Ibu-Ibu, dulu Bapak saya pangkatnya apa? Bapak saya pangkatnya Kopral. Tapi Bapak saya bisa menyiapkan saya ternyata bisa menjadi Menkopolhukam. Ya karena sekolah dan doa dari Ibu tiap hari," ungkapnya.
-
Kenapa Kapolri dan Panglima TNI meninjau SUGBK? “Kami ingin memastikan serangkaian kesiapan pengamanan khususnya terkait dengan kegiatan puncak yang dilaksanakan besok sore ini betul-betul bisa terselenggara dengan baik,” tutur Sigit.
Hal itu dikatakan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat memberikan pengarahan kepada ribuan personel TNI dan Polri di halaman kantor Gubernur Riau, Jumat (20/4). Hadi menyebutkan, era digital bisa membahayakan jika disalahgunakan oleh masyarakat.
Hadi menceritakan kejadian berita hoax yang dialami mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno yang dikabarkan ke media sosial dengan berita meninggal dunia. Padahal, Tri Sutrisno dalam kondisi sehat walafiat dan sedang melakukan lari pagi di sekitar rumahnya. Kenyataannya, yang meninggal dunia tersebut adalah tetangga Tri Sutrisno.
"Pagi-pagi ada seseorang sedang lari, aerobik usai salat subuh. Di depan rumah pak Tri, ada tulisan telah meninggal dunia. Dia tanpa mengkonfirmasi dulu langsung posting, pak Tri Sutrisno meninggal dunia dan sebagainya. Padahal, pak Tri saat itu sedang lari pagi di situ, sehat walafiat, yang meninggal adalah tetangganya," ujar Hadi.
Hadi menyebutkan, postingan tersebut sangat berbahaya karena berita tidak sesuai fakta yang terjadi di lapangan.
"Kalau dia sudah mendapatkan follower yang banyak, artinya dia sudah menjadi panglima tanpa melihat prajuritnya. Apapun yang dia inginkan, dia tulis, pasti berpengaruh," ucap Hadi.
Hadi menjelaskan, jika seseorang yang sudah memiliki pengikut banyak di akun media sosial, dapat sangat membahayakan di masyarakat jika mempublikasikan informasi tak benar.
"Contohnya, dia punya akun Facebook, Twitter. Dia tulis, jangan lewat depan rumah pak Kapolri, terus tersebar sampai mungkin sekian juta. Betul, depan rumah pak Kapolri sepi, tidak ada yang lewat, karena berita itu tadi. Padahal Kapolri tidak sedang ada kegiatan. Itu hebatnya, apabila kita menguasai digital sosmed," kata Hadi.
Hal senada juga diungkapkan Kapolri, Jenderal Tito Karnavian. Dia mengatakan, setiap orang bisa menjadi citizen jurnalis. Orang itu melaporkan apa yang ditemui langsung, dalam beberapa detik sudah langsung viral, dan jika menarik akan menjadi isu. Menurut Tito, isu itu bisa membuat pecahnya konflik.
"Kita lihat kemarin ada kejadian, teman ojek online ada yang dibunuh di suatu tempat. Kemudian pelaku ditangkap, dibawa ke Polres di Palembang. Dalam hitungan menit, ribuan orang pengemudi ojek online datang ke kantor Polres itu. Sehingga saya perintahkan (pelaku) pindahkan ke Polda. Dari pada nanti diambil ramai-ramai terus nanti dibunuh," kata Tito.
Menurut Tito, berkumpulnya ribuan pengemudi ojek online tersebut ke Polres tersebut lantaran mengetahui pelaku pembunuhan ditangkap melalui media sosial. Kabar di medsos dalam hitungan menit bisa mengumpulkan ribuan orang.
"Sosial media bisa membuat mengumpulkan orang dengan cepat. Di dunia siber tidak perlu mengumpulkan orang. Ada group di sosial media hingga jutaan orang. Kalau dilemparkan satu berita saja, jutaan orang langsung tahu, tidak perlu ngumpulin," kata Tito.
Baca juga:
Iran larang lembaga pemerintah pakai aplikasi pesan obrolan buatan asing
Jaksa Agung tanggapi cuitan SBY: Hanya Tarzan yang menegakkan hukum rimba
Politisi PDIP sebut tweet SBY soal pemilu berisi imbauan, bukan sindiran
SBY: Semoga intelijen tidak jadi alat politik
Menkominfo klaim Indonesia paling tegas tindak Facebook
AHY ibaratkan medsos dengan pisau, bisa potong sayur atau menusuk orang