Ini laporan awal KNKT hasil investigasi kecelakaan AirAsia QZ8501
Laporan awal ini berasal dari analisa CVR, FDR, dan rekaman ATC.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah menyelesaikan preliminary report (laporan awal) kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501. Laporan tersebut memuat sejumlah data faktual awal terkait penerbangan pesawat itu dari Bandara Juanda Surabaya menuju Singapura.
"Satu-satunya tujuan penyelidikan safety adalah untuk meningkatkan keamanan transportasi," ujar Ketua Tim Investigasi AirAsia QZ8501 Mardjono di gedung KNKT, Jakarta, Kamis (29/1).
Mardjono mengatakan data faktual tersebut menjadi patokan bagi tim investigasi untuk mengembangkan penyelidikan. Tidak menutup kemungkinan data yang tercantum akan mengalami perkembangan seiring berjalannya investigasi.
"Informasi dalam laporan ini telah dicermati dan dikembangkan masak-masak," kata dia.
Selanjutnya, ungkap Mardjono, data faktual dalam laporan ini diambil dari beberapa sumber antara rekaman ATC, black box baik Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder (CVR). Khusus FDR, alat ini mampu merekam data dengan parameter mencapai 12.000 parameter.
"Untuk mendapatkan gambaran global (umum), itu tidak perlu diambil semua. Hanya beberapa saja, dari situ kita mendapat gambaran cukup jelas," terang dia.
Lebih lanjut, Mardjono mengatakan, laporan ini akan diserahkan kepada seluruh pihak yang terkait, tidak hanya institusi Indonesia, melainkan juga internasional. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing pihak yang berkepentingan dapat melakukan evaluasi terkait mekanisme penerbangan untuk menghindari kecelakaan.
"KNKT percaya informasi safety akan bermanfaat jika diteruskan ke pihak lain," kata dia.
Berikut data faktual yang berhasil dikumpulkan oleh KNKT, terbagi dalam 18 poin:
1. Pesawat dalam kondisi layak terbang dan keseimbangan.
2. Semua awak pesawat mempunyai lisensi yang berlaku dan mempunyai sertifikat kesehatan.
3. Second in command, artinya pesawat dikendalikan oleh kopilot yang duduk di sisi kanan. Saat itu dialah yang menerbangkan pesawat. Sedangkan captain pilot yang duduk di sebelah kiri, dia sebagai pilot monitor.
4. Pesawat menjelajah pada ketinggian 320, artinya 32 ribu kaki.
5. Pada jam 23.11 waktu GMT, terjadilah kontak awal dengan Kontroler Jakarta Raya. Pilot menginformasikan pesawat sedang berbelok ke kiri, ke titik M635. Pesawat itu teridentifikasi oleh radar dan dinyatakan oleh ATC Jakarta.
6. Pada saat membelok, pilot minta mengenai kemungkinan diberikan flight level cukup tinggi, meminta ketinggian 38 ribu kaki. ATC Jakarta mengatakan standby, tunggu dulu.
7. Pada jam 23.16 GMT, ATC mengizinkan pilot untuk naik ke flight level 34 ribu kaki.
8. Pada saat kejadian, tersedia gambar-gambar atau foto satelit perihal cuaca yang menunjukkan formasi awan cumulonimbus, puncak-puncak awan pada ketinggian 44 ribu kaki.
9. Posisi pesawat pada ketinggian masih terlihat pada 240. Pesawat bergeser belok ke kiri, kemudian sejajar titik M635.
10. Pada tanggal 30 Desember 2014, Basarnas menemukan jenazah dan beberapa badan pesawat yang terapung.
11. Pada tanggal 9 Januari 2015, bagian cukup besar, ekor pesawat ditemukan.
12. Pada tanggal 12 Januari 2015, hari ke-15, FDR ditemukan. FDR dibawa ke Jakarta. Esok harinya, jam 8 malam, kurang dari 24 jam sudah bisa didownload.
13. Tiga hari setelah penemuan FDR, CVR ditemukan. CVR merekam dua jam penerbangan terakhir selama 2 jam 4 menit. Rekamannya bagus. Isinya pembicaraan antarpilot juga pilot dengan ATC. Dilaporkan pada jam 8 pagi.
14. Recorder-recorder itu dibaca dan didownload di laboratorium black box milik KNKT. Pelaksanaan semua pengunduhan dalam waktu 11 jam.
15. FDR dan CVR menunjukkan sebelum kejadian pesawat menjelajah dengan stabil pada ketinggian 320.
16. Kotak hitam, FDR dan CVR, rekamannya berakhir pada jam 23.20 UTC.
17. Hingga 27 Januari 2015, sejumlah 70 jasad telah ditemukan Basarnas.
18. Evakuasi dan pencarian diteruskan dan akan ada update. Semuanya akan tercantum dalam laporan akhir.