Ini Pendapat Pakar soal Pemicu Konflik di Wadas
Kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini dinilai masih menerapkan pola top down atau dari atas ke bawah. Kebijakan model ini tidak banyak melibatkan masyarakat, sehingga memicu konflik seperti yang terjadi di Wadas, Purworejo.
Kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah selama ini dinilai masih menerapkan pola top down atau dari atas ke bawah. Kebijakan model ini tidak banyak melibatkan masyarakat, sehingga memicu konflik seperti yang terjadi di Wadas, Purworejo.
Pakar hukum Institute for Democracy and Welfarism Retna Susanti dalam Seminar bertajuk "Kesejahteraan Masyarakat yang Menyejahterakan Lingkungan Hidup" dengan pembahasan permasalahan sosial di Bener, Purworejo, Jawa Tengah, menilai masyarakat harus menerima tiap kebijakan yang dibuat pemerintah.
-
Apa masalah yang dihadapi warga di Desa Paja, Lebak akibat musim kemarau? Musim kemarau melanda sejumlah daerah di wilayah Banten. Akibatnya, masyarakat yang terdampak langsung mengalami kesulitan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Seperti yang terjadi di Desa Paja, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak. Di sini, warganya harus rela berjalan kaki sejauh 1 kilometer demi mendapatkan beberapa jerigen air bersih.
-
Apa yang terjadi pada bidan desa itu? Sebelumnya kondisi Safriani sempat melemah, karena penyakit kelumpuhan secara tiba-tiba. Ia pun hanya bisa terbaring lemah dan tidak mampu menjalankan tugas seperti biasa.
-
Apa yang terjadi di Desa Sidomulo, Pekalongan akibat hujan deras? Akibatnya, banjir dan tanah longsor terjadi di beberapa titik.
-
Kapan hujan deras terjadi di Desa Sidomulo? Sepanjang hari Minggu (3/3), Desa Sidomulo, Kecamatan Lebakbarang, Pekalongan terus diguyur hujan deras.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Apa yang dilakukan warga Desa Mliwis saat Nyadran? Ratusan warga di sana berkumpul dan makan bersama di area makam leluhur. (Foto: YouTube Liputan6) Tradisi berkumpul bersama itu sudah diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhur. Mereka berkumpul di kompleks dengan membawa berbagai jenis makanan seperti jajanan pasar, kuliner tradisional, hingga ingkung ayam jago yang dibawa menggunakan tenong, sebuah tempat makan yang terbuat dari anyaman bambu.
"Kebijakan yang ada masih top down, masyarakat harus menerima. Tidak ada partisipasi masyarakat dalam proyek pemerintah," kata Retna di UC UGM, Sabtu (19/3).
Selain tidak adanya partisipasi masyarakat, kata Retna, pemerintah juga kurang memiliki keterbukaan informasi publik. Hal ini juga memicu konflik di Wadas, Purworejo. Warga tidak banyak mendapatkan informasi terkait proyek Bendungan Bener.
"Mengapa ini tidak terbuka, kami juga tidak tahu alasannya," tegas Retna.
Kurangi Kebijakan Birokratis
Retna menilai jika mengacu pada hukum kebijakan publik, semestinya pemerintah melaksanakan sosialisasi dan dialog dengan warga yang menjadi korban. Informasi harus diberikan secara terbuka agar masyarakat paham. Ketika ada sumbatan informasi dan komunikasi, pasti akan ada konflik dengan masyarakat.
"Dalam negara demokrasi, mestinya ada partisipasi masyarakat. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik harus didorong karena mereka yang merasakan dampaknya," ungkap Retna.
Menurutnya, pemerintah harus mengurangi kebijakan yang bersifat birokratis dan penyelesaian dengan pendekatan ekonomi. Pemerintah harus melibatkan masyarakat dan terbuka. Dialog dengan pendekatan sosial, budaya harus dilakukan.
"Kebijakan apa pun yang menyangkut hajat hidup orang banyak, apalagi tanah di Jawa, harus tetap libatkan masyarakat. Mereka harus diberikan kompensasi yang seimbang," papar Retna.
Bukan Hanya Persoalan Warga Wadas
Selain Retna, seminar ini juga menghadirkan pakar dari UGM sebagai pembicara, seperti peneliti dan dosen Fisipol UGM Hakimul Ikhwan dan Peneliti Laboratorium Geomorfologi Lingkungan dan Mitigasi Bencana Fakultas Geografi UGM, Anggri Setiawan.
Hakimul Ikhwan mengatakan, problem di Wadas sebenarnya tidak hanya terkait Desa Wadas, namun terkait lebih lebih luas di kawasan sekitar. Ada proyek Bendungan Bener, kebutuhan air untuk irigasi hingga Pembangunan di Jawa Tengah.
"Wadas ini tidak terisolasi karena penambangan andesit saja, tetapi pembangunan secara umum," ungkap Hakimul.
Hakimul melihat program yang berkelanjutan itu terjadi karena ada dukungan dari masyarakat. PBB juga menekankan agar pembangunan menghindari konflik dengan melakukan pendekatan perdamaian. Di Indonesia harus ada pendekatan partisipatif untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan sosial.
"Saya kira konflik di Wadas ini hanya miskomunikasi. Program tidak diimplementasikan secara cantik sejak 2016, tanpa transparansi," pungkas Hakimul.
(mdk/yan)