Ini Profil 4 Hakim MK Berani Bersikap Beda soal Putusan Syarat Capres-Cawapres Pernah Jadi Kepala Daerah
Hakim kelahiran 1954 di Palembang ini telah menjadi hakim konstitusi dari masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tahun 2014.
Keempatnya merasa heran dan bingung
Ini Profil 4 Hakim MK Berani Bersikap Beda soal Putusan Syarat Capres-Cawapres Pernah Jadi Kepala Daerah
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan bernomor 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru. Petitumnya adalah meminta ditambahkan frasa 'berpengalaman sebagai kepala daerah' sebagai syarat capres-cawapres.
Hanya gugatan tersebut yang dikabulkan MK dari 7 perkara yang telah diputus terkait Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
- Profil Mayjen Achiruddin, Jenderal Berdarah Kopassus Kini Jabat Danpaspampres
- Profil Anak-Anak Presiden Dukung Ganjar-Mahfud
- Profil Achsanul Qosasi, Penerima Bintang Jasa Utama Kini Diduga Terima Suap Rp40 Miliar di Kasus Korupsi BTS Kominfo
- Profil Mahfud MD, Batal jadi Wapres Jokowi kini Bacawapres Ganjar Pranowo di Pemilu 2024
Namun, tidak semua Hakim MK sepakat. Terdapat setidaknya empat hakim konstitusi yang menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat.
Yakni, atas perkara syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota.
Keempat hakim konstitusi tersebut adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, dan Suhartoyo. Saldi Isra mengaku bingung atas putusan permohonan uji materil tentang batas usia capres-cawapres yang dikemukakan Almas Tsaqibbirru Re A, di perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
"Saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini,"
ujar Saldi Isra (16/10) kemarin.
merdeka.com
Berikut profil-profil hakim konstitusi yang ajukan dissenting opinion:
1. Prof. Dr. Saldi Isra
Prof. Dr. Saldi Isra, S. H., M. P. A, pria kelahiran 1968 di Solok, Sumatra Barat ini merupakan ahli hukum terkemuka di Indonesia. Ia menjabat sebagai Wakil Ketua MK periode 2023-2028, Saldi juga seorang profesor hukum tata negara di Universitas Andalas.
Selama perjalanan kariernya, Saldi pernah menerima beragam penghargaan sehubungan dengan kontribusinya melawan korupsi di Indonesia, salah satunya penghargaan bintang mahaputra utama yang diberikan Presiden Joko Widodo di bulan Agustus lalu.
Bukanlah hal mudah bagi Saldi memutuskan untuk mewujudkan mimpinya sebagai seorang hakim konstitusi. Pada akhirnya, kata-kata yang diberikan oleh Ketua MK Periode 2008-2013, Moh Mahfud MD berhasil meyakinkan dirinya untuk ikut mendaftarkan diri pada proses seleksi hakim konstitusi tahun 2017 yang dibuka Presiden Joko Widodo. Alhasil, Sadil berhasil menduduki jabatan tersebut di usia 48 tahun.
2. Dr. Wahiduddin Adams, SH. MA
Ia mengawali kariernya di instansi pemerintah, dahulu Adams merupakan pegawai di Badan Pembinaan Hukum Nasional dibawah Kemenkumham RI, ia berkarier dari tahun 1981-1989.
Di pemerintahan kariernya melejit, Adams pernah dipercaya menjadi Kepala Biro Sekretariat Jenderal Departemen Kehakiman di tahun 1995-2001, dan Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan dari tahun 2010-2014.
Hakim kelahiran 1954 di Palembang ini telah menjadi hakim konstitusi dari masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tahun 2014. Di periode kedua, ia terpilih kembali menjadi hakim konstitusi masa jabatan 2019-2024.
3. Prof. Arief Hidayat
Lahir di Semarang tahun 1956, Arief adalah salah satu hakim konstitusi yang melayangkan dissenting opinion saat perkara batas usia capres dan cawapres, dirinya merupakan guru besar fakultas hukum Universitas Diponegoro, bidang kebisaannya yakni hukum tatanegara, hukum dan politik, dan hukum lingkungan.
Di masa jabatan tahun 2015-2018, Arief Hidayat pernah menahkodai Mahkamah Konstitusi ke-5, ia dilantik menjadi hakim konstitusi oleh Presiden SBY pada tanggal 1 April 2013.
Dalam catatan karier Arief, ia salah satu hakim dengan pengalaman yang beragam sebab duduk sebagai Hakim MK, Wakil Ketua MK, dan Ketua MK yang dipilih secara aklamasi kala rapat permusyawaratan hakim.
4. Dr. Suhartoyo, S. H., M. H
Sosok Suhartoyo adalah hakim konstitusi yang telah berkarier dari tahun 2015 silam, sebelum menjadi anggota hakim konstitusi, dia salah satu anggota hakim di Peradilan Umum, Pengadilan Tinggi Denpasar.
Awalnya, Suhartoyo memang berniat menggeluti dunia kehakiman di Indonesia, berkat latar belakang pendidikannya ia berhasil memulai kariernya sebagai calon hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandar Lampung di tahun 1986, ia bertugas di Lampung dan Bengkulu selama 15 tahun lamanya.
Mengabdikan dirinya sebagai hakim tak membuat Suhartoyo patah arang, pada tahun 2012 panitia seleksi yang dibentuk Mahkamah Agung (MA) mengumumkan bahwa Suhartoyo sebagai hakim konstitusi usulan MA.
Adapun, dalam kajian ilmiah di jurnal Constitutional Review pada Desember 2018, teringkas jelas bahwa Suhartoyo, Palguna, dan Ahmad Syarifuddin Natabaya adalah deretan hakim yang paling berpihak pada pemerintah ketika memutus perkara. Dalam kajian terdata, 52 persen kasus yang diadili MK berpihak ke pemerintah, Suhartoyo juga tercatat sebagai salah stau hakim yang paling sering mengeluarkan dissenting opinion.