Izin operasional dicabut, ribuan mahasiswa PGRI Kupang telantar
Membawa peralatan masak, puluhan mahasiswa yang masih tercatat di Universitas PGRI Kupang, kembali melakukan unjuk rasa di kantor DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jumat (14/7).
Membawa peralatan masak, puluhan mahasiswa yang masih tercatat di Universitas PGRI Kupang, kembali melakukan unjuk rasa di kantor DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur, Jumat (14/7).
Sambil menunggu ditemui anggota DPRD, para mahasiswa ini menanak nasi untuk makan bersama. Mereka awalnya ingin menduduki gedung tersebut, hingga ada jawaban pasti yang diterima.
Namun rencana itu gagal lantaran terkendala izin melakukan unjuk rasa yang dikeluarkan oleh pihak Kepolisian Resort Kupang Kota, hingga pukul 6 sore.
Puluhan mahasiswa yang menamakan Forum Mahasiswa PGRI Kupang ini, menuntut DPRD untuk ikut andil menyelamatkan nasib mereka, dengan mengalihkan mereka ke Universitas lain di Kupang, yang memiliki rumpun program studi yang sama.
Koordinator umum Forum Mahasiswa PGRI Kupang, Petrus Tansius Dedy mengatakan, seharusnya Komisi V DPRD NTT yang membidangi pendidikan peka dengan persoalan ini, karena polemik dualisme kepemilikan dan kepemimpinan universitas tersebut telah berlangsung sejak tahun 2013 silam.
"Kami minta DPRD NTT khususnya Komisi V, untuk segera memanggil pihak yayasan dan menyelesaikan persoalan yang tak kunjung usai. Akibat pembekuan ini, ribuan mahasiswa kini nasibnya tak tentu," ujarnya.
Menurutnya, Universitas PGRI Kupang telah dibekukan izin operasionalnya oleh Kemenristek Dikti sesuai SK Menristek Dikti RI, yakni SK pencabutan ijin operasional pertanggal 31 Mei 2017, terutama pada Diktum 2 huruf D, akibat dualisme Kepemimpinan dan Kepemilikan.
"Kami juga mendesak pihak penyelenggara dalam hal ini YPLP PGRI NTT, untuk menindaklanjuti SK menteri terutama pada Diktum kedua huruf D yaitu, harus mengalihkan mahasiswa kepada rumpun program study yang sama pada perguruan tinggi lain," desak Petrus.
Para mahasiswa ini akhirnya membubarkan diri. Mereka berjanji akan melakukan aksi yang sama pada Senin (17/7) dengan massa yang lebih banyak.
"Kita meminta pertanggungjawaban dari YPLP PGRI NTT terkait pengorbanan semua para mahasiswa yang sudah mengorbankan banyak hal selama ini, baik segi waktu dan tenaga maupun dari segi finansial," tambahnya.