Jawa Timur akan memasuki siaga darurat bencana di musim hujan
Jawa Timur akan memasuki siaga darurat bencana di musim hujan. intensitas curah hujan di bulan Oktober ini mencapai 100 hingga 400 milimeter. Di antara ancaman yang akan dihadapi Jatim adalah banjir, longsor dan angin puting beliung.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur segera menetapkan siaga darurat bencana. Hal ini dikarenakan, berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), intensitas curah hujan di bulan Oktober ini mencapai 100 hingga 400 milimeter.
"Di bulan Oktober ini, kan sudah memasuki musim hujan. Makanya hari ini gelar Rakor siaga darurat banjir, longsor dan angin puting beliung bersama 35 BPBD kabupaten/kota se-Jatim," kata Kepala Pelaksana BPBD Jawa Timur Sudarmawan, Jumat (7/10).
Disebutkan Sudarmawan, rapat koordinasi tersebut, sebagai dasar pengajuan penetapan siaga darurat bencana level provinsi kepada Gubernur Jawa Timur, Soekarwo.
Nah, lanjut dia, jika dilihat dari prediksi BMKG, di bulan Oktober ini intensitas curah hujan mencapai 100-400 millimeter. "Sedangkan di bulan November, mencapai 150-500 millimeter. Makanya dalam waktu dekat ini, kita akan menetapkan Jatim siaga darurat bencana," ucapnya.
Untuk langkah antisipasi, BPBD Jawa Timur berkonsolidasi dengan kabupaten/kota. Pihak BPBD, ingin memeriksa kesiapan daerah mengenai peralatan dan logistik. "Hingga saat ini yang sudah kita tetapkan siaga darurat bencana adalah Bondowoso, Pamekasan, Sampang dan Kabupaten Blitar," ungkapnya lagi.
Sementara 34 daerah sisanya, saat ini sudah mengajukan status siaga darurat bencana ke pemerintah setempat. "Sedangkan daerah yang belum memiliki BPBD, adalah Kota Blitar, Kota Mojokerto dan Surabaya. Tapi infonya Surabaya masih proses," katanya.
Untuk anggaran antisipasi bencana sendiri, dikatakan Sudarmawan, pihaknya masih melakukan penghitungan, sekaligus mengevaluasi buffer stock logistik dan peralatan di daerah. "Kita lihat, apa masih cukup atau kurang. Kalau kurang akan kita tambah. Untuk masalah anggaran, ini masih dihitung."
"Yang terpenting, posko yang sudah ada akan diefektifkan dan mengupdate rencana kontijensi bencana, terkait kesiapan sumber daya manusia dan peralatan. Dana bencana bersumber dari sharing APBD kabupaten, APBD provinsi dan APBN (BNPB)," tekan Sudarmawan.