Jejak langkah Suwandi korban Lapindo, menyerah di Jakarta
Semangat Suwandi yang dulu tiba-tiba hilang. Saat tampil di televisi, dia malah menangis tersedu-sedu dan meminta maaf.
Kala itu 14 Juni 2012, Hari Suwandi (41), salah satu korban semburan lumpur Lapindo, Sidoarjo, begitu semangat berangkat dari Porong ke Jakarta untuk memperjuangkan hak-haknya yang diabaikan presiden dan pemerintah. Dia pun rela menempuh perjalanan sejauh 827 kilometer dengan berjalan kaki.
Dalam perjalanan panjanganya menuju Jakarta, Suwandi mengaku tak seorang diri. Dia ditemani seorang rekan yang mengawalnya dengan sepeda motor. Dengan kondisi telapak kaki yang mulai kapalan, akhirnya Suwandi tiba di Jakarta pada Minggu 8 Juli siang. Saat itu dia langsung menuju ke kantor KontraS yang terletak di Jalan Borobudur, Jakarta Pusat.
Dengan dana terbatas, Suwandi menyambung hidupnya dengan berjualan VCD korban lumpur Lapindo. Dia juga sempat kecopetan di Rembang, Jawa Tengah. Uang Rp 700 ribu hasil menjual VCD, raib. Walau begitu dia mengaku selalu mendapat sambutan hangat di perjalanan. Masyarakat selalu menolongnya, sekadar memberi makan atau minum.
"Saya bawa uang itu hasil penjualan 100 keping 'compact disc' (CD) tentang kisah nyata tragedi Lumpur Lapindo. Harga setiap keping CD Rp 50 ribu dan saya mendapat Rp 750 ribu. Tapi belum sempat dimanfaatkan, sudah kecopetan," katanya.
Sejumlah rencana sudah dibuat saat menginjakkan kaki di ibu kota. Pertama adalah bisa bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menagih janji orang nomor satu di Indonesia itu.
"Saya besok akan ke Istana untuk menemui Presiden SBY. Saya akan menyampaikan tuntutan warga yang selama ini tidak mendapat ganti rugi," kata Suwandi dengan lantang kala itu.
Pilihan Suwandi yang rela berjalan kaki hingga menghabiskan waktu 25 hari itu pun mengundang kekaguman beberapa pihak. Bahkan ada yang menilai tindakan tak lazim yang dilakukannya itu bukti pemerintah gagal menuntaskan kasus Lapindo.
"Saya cuma menuntut keadilan. Saya hanya pengrajin selama 10 tahun dengan membuat dompet dan tas. Sekarang saya dan banyak pengrajin tidak punya pekerjaan akibat lumpur Lapindo. Begitu juga para buruh tani yang dulu bekerja di sawah," tambahnya.
Suwandi pun menceritakan pengalaman-pengalaman menariknya selama di perjalanan. Di setiap daerah yang disinggahi, Suwandi selalu disambut ramah oleh warga juga organisasi mahasiswa seperti HMI dan GMNI. Bahkan dia pun sering bermalam di markas itu.
"Saya menghabiskan delapan pasang sendal, dan sempat bertelanjang kaki ketika berjalan dari perbatasan Karawang sampai ke Bekasi," kisahnya.
Komentar dingin soal perjalanan Suwandi juga diucapkan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang merupakan pemilik Bakrie Group. Ical, sapaan Aburizal, saat ini hanya mengucapkan selamat jalan pada Suwandi. Dia malah menjelaskan masalah Lapindo sudah selesai berdasarkan putusan pengadilan.
"Selamat berjalan," kata Ical singkat mengomentari aksi Suwandi.
Banyaknya aral melintang yang dihadapi Suwandi, ternyata tidak membuatnya menyerah untuk bertemu SBY di Jakarta. Meski pun pada akhirnya dia memang tidak bisa bertemu dan hanya bisa menyampaikan DPR dan berorasi di depan Gedung Wisma Bakrie 2.
Tapi pada hari Rabu (25/5) kemarin, entah apa yang terjadi tiba-tiba saja Suwandi mendadak lemah saat tampil Apa Kabar Indonesia tvOne dan diwawancara Indiarto Priadi. Dia menangis dan meminta maaf karena telah mencemarkan nama Ical.
Suwandi sendiri membantah berubah pikiran karena ditekan keluarga Bakrie atau diiming-imingi sesuatu. Dia kini mengaku puas akan ganti rugi yang diberikan Bakrie.
"Selama 16 hari di Jakarta tidak ada satu pun pemerintah yang menemui saya. Saya berubah pikiran yang intinya kami sangat menyesali tindakan kami yang melakukan aksi jalan kaki dari Porong-Jakarta untuk meminta pemerintah menyelesaikan ganti rugi lumpur Sidoarjo," ujar Suwandi seperti ditayangkan tvOne, Rabu (26/7). Tayangan soal Suwandi ini masih bisa dilihat di situs http://video.tvonenews.tv.
Suwandi mengaku hanya dipengaruhi sekelompok orang untuk berangkat ke Jakarta. Dia menyebut orang-orang itu tidak bertanggung jawab dan hanya menjadikannya sebagai tameng. Setelah mengalami penyesalan mendadak itu, Suwandi pun lantas ingin pulang kampung saja.
Ada apa dengan Suwandi?