Jelaskan Terapi Senyawa Ganja Medis, Ahli Sayangkan Penerapan Terganjal UU Narkotika
Hal itu disampaikan seiring terpantiknya publik akan aksi Santi Warastuti yang viral karena mendorong legalisasi ganja medis untuk anaknya yang menderita cerebral palsy atau lumpuh otak.
Peneliti ganja dari Universitas Sylah Kuala Banda Aceh, Musri Musman buka suara terkait beleid yang bisa dikaji ulang Komisi III DPR mengenai persoalan ganja medis. Hal itu disampaikan seiring terpantiknya publik akan aksi Santi Warastuti yang viral karena mendorong legalisasi ganja medis untuk anaknya yang menderita cerebral palsy atau lumpuh otak.
"Kita melihat kepedulian kita pada hal ini bersentuhan dengan Pasal 8 UU nomor 35 tahun 2009 (tentang narkotika) yang tidak dapat kita gunakan untuk tujuan medis. Itu tentu yang menjegal para peneliti untuk memanfaatkan ganja ini dalam kapasitasnya menolong sesama," kata Musri saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (30/6).
-
Bagaimana proses penghapusan ganja dari daftar obat terlarang? CND telah mempertimbangkan rekomendasi WHO sejak tahun 2018 dan menyetujui pemungutan suara secara langsung di Wina pada bulan Desember 2020.
-
Apa yang telah dilakukan UN Commission on Narcotic Drugs (CND) terkait ganja? Pada 2 Desember 2020, UN Commission on Narcotic Drugs (CND) atau badan pembuat kebijakan narkoba di PBB mengklasifikasikan ulang ganja dan resin ganja ke dalam daftar internasional untuk mengakui nilai medisnya.
-
Siapa yang memutuskan untuk menghapus ganja dari daftar obat terlarang? Ke-53 Negara Anggota CND, badan pembuat kebijakan narkoba utama PBB, memilih untuk menghapuskan ganja dari Daftar tersebut.
-
Dimana kue ganja tersebut ditemukan? Dari hasil kerja sama tersebut ditemukan ganja yang dicampur dengan kue seberat 278,2 gram dari Kota Medan, Sumatera Utara.
-
Kapan ganja dan resin ganja direklasifikasi? Pada 2 Desember 2020, UN Commission on Narcotic Drugs (CND) atau badan pembuat kebijakan narkoba di PBB mengklasifikasikan ulang ganja dan resin ganja ke dalam daftar internasional untuk mengakui nilai medisnya.
-
Mengapa ganja dan resin ganja direklasifikasi? CND melakukan pemungutan suara berdasarkan rekomendasi yang dibuat oleh Komite Ahli Ketergantungan Narkoba (ECDD) ke-41 WHO, yang menyarankan agar ganja dan resin ganja harus direklasifikasi dari daftar saat ini bersama dengan heroin, analog fentanil, dan opioid lain yang dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Ketua Pembina Yayasan Sativa ini lantas bertanya kepada Komisi III DPR jika hasil penelitian ganja yang dikecualikan lewat pasal 7 tidak bisa dipergunakan manfaatnya untuk penderita yang membutuhkan. Seperti pengidap cerebral palsy maka penelitian dianggapnya sia-sia.
"Saran saya, agar mudharat dari pada bahwa dia (ganja) tidak bisa digunakan untuk medis itu diminimumkan atau dikeluarkan dari UU narkotika nomor 35 tahun 2009," tegas dia.
Pria bergelar profesor ini lantas menyarankan, agar tidak mencampur aduk tentang narkotika dengan ganja yang masuk dalam kategori tumbuhan dengan bahan zat sintetik yang berbeda scope, seperti morphin.
"Ini ganja dengan CBD (Cannabidiol) kita larang dia masuk, dan apa sebenarnya di situ? Padahal CBD itu bisa kita manfaatkan (untuk medis)," ujar dia.
Musri berharap dengan penjelasannya terkait ganja medis dapat membuka harapan bagi para pengguna yang membutuhkan dalam urusan medis, salah satunya penderita cerebral palsy di Indonesia.
"InsyaAllah bila diberi pencahayaan kita dapat menanam CBD itu dengan membentuk satuan khusus yang mana bisa menjadi unggul, bukan THC-nya! InsyaAllah diberi kesempatan maka jeritan-jeritan ini akan senyap," dia memungkasi.
Reporter: Muhammad Radityo Priyasmono/Liputan6.com
Ahli Jelaskan Cara Kerja Ganja untuk Medis, Bisa Atasi Atasi Lumpuh Otak
Ketua Pembina Yayasan Sativa Profesor Musri Musman angkat bicara terkait hasil kajiannya mengenai ganja medis. Hal itu disampaikan Musri Musman seiring terpantiknya publik akan aksi Santi Warastuti yang viral karena mendorong legalisasi ganja medis untuk anaknya yang menderita cerebral palsy atau lumpuh otak.
Musri menjelaskan, ganja medis melalui CBD oil yang merupakan senyawa nonintoksikasi yang diekstrak dari tanaman ganja (Cannabis sativa) memang dapat menangani cerebral palsy. Hal itu dikarenakan saraf CB1 yang berasal dari selebrum yaitu otak mampu bekerja bersama CB2 dalam saraf tepi.
"Apakah CBD dapat menangani cerebral palsy? iya! (CBD) akan memberi asupan sinyal (ke otak penderita) agar berjalan sesuai," kata Musri saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (30/6).
Musri yang juga seorang peneliti ganja dari Universitas Sylah Kuala Banda Aceh, ini melanjutkan, cara kerja minyak CBD (Cannabidiol) adalah dengan bertindak pada bagian otak manusia. Di mana keuntungannya adalah dengan mengembangkan sistem otak penderita cerebral palsy dengan kadar yang disesuaikan.
"Apakah CBD dapat menanggulangi cerebral palsy dalam bentuk yang sudah sendiri atau bersama karena memiliki konsentrasi tertentu? berapa besar konsentrasi yang dibutuhkan itu? sangat tergantung, pertama dari tubuh orang tersebut," jelas Musri.
Musri memastikan, tingkat konsentrasi yang diberikan berkisar dari 300 miligram hingga 1.500 miligram tidak akan membuat penggunanya mengalami adiksi. Selain itu, takaran dari pemberiannya juga sudah disesuaikan dengan kadar harian penderita cerebral palsy.
"Sudah ditemukan bukti bahwa pemberian 300 miligram hingga 600 miligram per hari si penderita cerebral palsy tidak mendatangkan mabuk, tidak membahayakan, tidak menunjukkan adiksi. Karena sebesar-besarnya yang dapat digunakan yaitu 1.500 miligram per hari untuk penderita cerebral palsy," Musri menutup.
Reporter: Muhammad Radityo Priyasmono/Liputan6.com
(mdk/gil)